Headlines
Loading...
Rumus 3 P: Praktik Taubat dari Al-Qur’an

Rumus 3 P: Praktik Taubat dari Al-Qur’an

Oleh: Artatiah Achmad
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com – Tadabbur Al-Qur'an Surah Al-A'raf Ayat 23

Allah Swt. berfirman dalam Surah Al-A'raf ayat 23:

قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَآ أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Artinya:
Keduanya berkata, “Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan tidak merahmati kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.”

Ayat di atas terasa begitu akrab. Terlebih sejak Juli 2025, di grup WhatsApp 40 Keluarga Surgaku terdapat muhasabah yaumiah yang salah satu daftar hariannya menyelipkan doa tersebut.

Doa ini dilantunkan oleh Nabi Adam a.s. dengan sepenuh hati. Beliau dan istrinya menyadari kesalahan yang telah diperbuat, yakni kesalahan karena terperdaya tipu daya setan.

Alhamdulillah, Allah Swt. mendengar rintihan Nabi Adam dan istrinya. Rintihan yang lahir dari penyesalan karena tidak tunduk kepada aturan Ilahi. Maka, siapa pun yang mentadabburi ayat ini tentu akan berusaha untuk bertobat dengan sebaik-baiknya tobat, mengakui kesalahan, siap menerima konsekuensi, serta berjanji untuk tidak mengulanginya.

Namun sayang, sikap angkuh manusia terkadang membuatnya lupa bahwa ada Allah Swt. yang mencatat seluruh amal perbuatannya. Keangkuhan ini menjadikan manusia ingkar dan berlaku sewenang-wenang terhadap sesama, lingkungan, bahkan terhadap dirinya sendiri. Karena itu, mari kita belajar lebih dalam dari ayat ini.

Terkait ayat tersebut, Ustaz Rezha Rendy, Founder PPA Institute, pernah membahasnya secara mendalam. Beliau memberikan ilustrasi tentang karakteristik setan yang senantiasa berusaha mengganggu manusia, terutama ketika manusia berada dalam kondisi lelah.

Setan sangat sulit dilawan saat tubuh dan jiwa sedang letih. Dikisahkan, suatu ketika ustaz baru tiba di rumah dalam kondisi sangat lelah. Beliau mendapati rumah dalam keadaan berantakan. Anaknya, Reyhan, berlarian mengejar sepupunya, Azka. Untuk menenangkan diri, ustaz masuk ke kamar, berbaring sejenak sambil menggulir layar ponsel.

Tiba-tiba terjadi peristiwa yang tidak diinginkan. Azka dipukul oleh Reyhan menggunakan gagang sapu. Azka pun menangis dan berlari ke kamar ustaz.

Apa yang terjadi selanjutnya? Ustaz langsung naik emosi. Situasi saat itu seperti api yang disiram bensin. Beliau berteriak,

“Reyhan, sini! Kamu main yang benar dong. Kamu ini...”

Kemarahan pertama itu pun dilampiaskan kepada sang anak.

Reyhan menahan emosi. Antara marah, sakit hati, dan takut bercampur menjadi satu. Dadanya naik turun, dan tampak genangan air di pelupuk matanya.

“Sudah, keluar kamu!” hardik ustaz.

Reyhan pun keluar dan masuk ke kamar sebelah. Ia menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Dari balik tembok kamar yang bersebelahan, masih terdengar deru napas Reyhan yang menahan tangis dan emosi.

Di saat itulah ustaz tersadar. Beliau tidak ingin menjadi orang yang rugi. Anak sejatinya lahir dalam kondisi terbaik dengan potensi kebaikan yang besar. Justru terkadang, orang tualah yang membuat anak menjadi “error”.

Ustaz menceritakan bahwa Reyhan adalah anak yang sangat lembut dan manis. Setiap kali beliau pulang, Reyhan akan berteriak, “Abi...” sambil menyodorkan air minum. Ia rajin ikut ke masjid dan bahkan sering keluar lebih dulu hanya untuk mengingatkan, “Bi, ini sendalnya.”

Masyaallah, ustaz mengakui bahwa Reyhan adalah anak yang saleh. Beliau takut kehilangan potensi kesalehan tersebut. Saat itulah beliau berdoa dengan doa Nabi Adam dalam Surah Al-A'raf ayat 23.

“Ya Allah, saya zalim. Saya ego mengikuti hawa nafsu.”

Beliau mengakui kesalahannya. Api kemarahan pertama pun padam.

“Ya Allah, jika Engkau tidak padamkan api ini, hamba takut,” ujar beliau dalam doa. Maka padamlah api kedua.

Beliau kemudian memanggil anaknya, “Mas Reyhan, sini, Abi mau ngomong.” Reyhan pun masuk ke kamar.

Di situlah Ustaz Rezha melakukan langkah pertama, yakni pengakuan.
“Abi yang salah. Abi seharusnya tidak membentak Mas Reyhan.”

Terlihat titik air di sudut mata Reyhan.

Langkah kedua adalah permohonan maaf.
“Abi minta maaf, ya.”

Air mata Reyhan pun mulai mengalir.

Langkah ketiga adalah penyayang. Ustaz langsung memeluk anaknya. Reyhan pun menangis sambil memeluk ayahnya.
“Ya Allah, sedalam ini luka yang saya buat. Tidak terbayang jika Engkau membiarkannya,” tutur ustaz.

“Abi, sini dekat ke aku,” kata Reyhan sambil terisak. Pipinya dicium, lalu Reyhan berkata, “Aku sayang sama Abi.”

Kata Ustaz Rezha, “Itulah obat langit. Saat kita banyak salah, lakukan 3 P, yaitu pengakuan, permohonan maaf, dan penyayang.”

Beliau menegaskan, sejauh mana seseorang mau jujur pada dirinya sendiri, sejauh itu pula ia bisa berubah menjadi pribadi yang lebih baik.

Ustaz juga mengingatkan, terkadang ada orang yang merasa dirinya sudah paling baik, sudah berada di puncak, lalu berhenti memperbaiki diri. Merasa cukup dan bangga dengan pencapaian, hingga tak ada lagi perbaikan. Maka, jangan sampai kita seperti itu. Jadilah pribadi yang terus bertumbuh dan waspada terhadap rayuan setan.

Ustaz pun mengajak, “Mari kita hidupkan Al-A'raf ayat 23.”

Setelah mendengar penjelasan tersebut, penulis mulai menyusun daftar amalan yang ingin dilakukan, seperti membiasakan zikir pagi dan petang, meminta maaf kepada suami dan anak atas kesalahan yang pernah terjadi, serta memohon ampun kepada Allah Swt. Penulis berusaha mengamalkan rumus 3 P tersebut.

Perubahan pun mulai terasa. Walaupun agenda harian padat dan rasa lelah datang, dengan pertolongan Allah Swt. dan praktik 3 P, emosi menjadi lebih terkontrol.

Apa yang dirasakan setelahnya? Hati terasa plong, beban seakan terurai. Apa yang terlihat? Keridaan suami dan senyum anak-anak.

Masyaallah tabarakallah. Terima kasih, ya Allah, atas cahaya Al-Qur'an yang masih menerangi jiwa ini. Jangan Engkau cabut cahaya itu. Amin ya Rabbal ‘alamin.

Tangerang Selatan, 16 Desember 2025

[Hz]


Baca juga:

0 Comments: