Headlines
Loading...

Oleh: Santi Wardhani
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com – Allah Swt. berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”
(QS. At-Tahrim: 6)

Ayat ini merupakan panggilan yang berat, tetapi penuh kasih. Berat karena mengandung amanah besar dan penuh kasih karena Allah tidak membiarkan hamba-Nya berjalan tanpa arah. Allah tidak berfirman, “Selamatkan dirimu saja,” melainkan menyandingkan keselamatan pribadi dengan keselamatan keluarga. Seolah Allah mengingatkan bahwa iman sejati tidak berhenti di sajadah, tetapi hidup dan bernapas di dalam rumah.

Menjaga keluarga dari api neraka bukan perkara sepele. Ia bukan sekadar memastikan anak bersekolah, berpakaian rapi, atau hidup berkecukupan. Semua itu penting, tetapi belum cukup. Api neraka bukan disebabkan oleh kurangnya harta, melainkan oleh kelalaian hati, rusaknya iman, dan matinya rasa takut kepada Allah.

Karena itu, Allah memulai perintah ini dengan frasa quu anfusakum, jagalah dirimu sendiri. Orang tua yang lalai dalam shalat, longgar dalam urusan halal dan haram, serta meremehkan dosa, sejatinya sedang membuka pintu kebinasaan bagi keluarganya. Anak-anak lebih banyak belajar dari apa yang mereka lihat daripada dari apa yang mereka dengar. Keteladanan adalah pelajaran paling jujur.

Di sinilah Al-Qur’an menghadirkan sosok Luqman, seorang ayah yang namanya diabadikan bukan karena kekuasaan atau ketenarannya, melainkan karena kebijaksanaan dalam mendidik anak. Luqman mengajarkan bahwa menjaga keluarga dari api neraka dimulai dari nasihat yang benar dan disampaikan dengan cara yang penuh kasih.

Allah Swt. berfirman:

“Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika ia memberi pelajaran kepadanya, ‘Wahai anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah. Sesungguhnya syirik benar-benar kezaliman yang besar.’”
(QS. Luqman: 13)

Nasihat pertama Luqman bukan tentang dunia, prestasi, atau ambisi hidup. Ia memulainya dengan tauhid. Sebab, keluarga tidak akan selamat dari api neraka jika fondasi imannya rapuh. Syirik bukan hanya menyembah berhala, tetapi juga menggantungkan hati sepenuhnya kepada selain Allah hingga melupakan batas halal dan haram.

Perhatikan pula cara Luqman memanggil anaknya, yā bunayya, wahai anakku tercinta. Panggilan yang lembut, penuh cinta, dan menenangkan. Inilah metode pendidikan yang sering hilang hari ini. Banyak orang tua menginginkan anak yang saleh, tetapi lupa bahwa kelembutan adalah pintu masuk ke dalam hati.

Luqman kemudian menanamkan kesadaran bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, bahkan amal sekecil biji sawi yang tersembunyi di dalam batu (QS. Luqman: 16). Inilah pendidikan yang paling mendalam, menghadirkan Allah dalam hati anak agar ia takut berbuat dosa bukan karena pengawasan manusia, melainkan karena merasa selalu diawasi oleh Rabb-nya.

Setelah iman tertanam, Luqman memerintahkan shalat, amar makruf nahi munkar, serta kesabaran (QS. Luqman: 17). Al-Qur’an seakan mengajarkan bahwa menjaga keluarga dari api neraka membutuhkan keseimbangan, yaitu hubungan yang kuat dengan Allah, kepedulian terhadap kebenaran, dan keteguhan dalam menghadapi ujian hidup.

Bahkan adab sehari-hari pun Luqman ajarkan. Ia melarang kesombongan, memerintahkan kesederhanaan dalam berjalan, dan melembutkan suara (QS. Luqman: 18–19). Ini menunjukkan bahwa akhlak bukan sekadar pelengkap iman, tetapi bagian dari keselamatan itu sendiri. Tidak sedikit orang yang rajin beribadah, tetapi lalai menjaga lisan dan hati hingga melukai orang lain tanpa rasa bersalah.

Kisah Luqman memperjelas makna QS. At-Tahrim ayat 6. Menjaga keluarga dari api neraka bukan dengan bentakan, ancaman, atau paksaan semata, melainkan melalui pendidikan yang sabar, nasihat yang berulang, doa yang tidak terputus, serta keteladanan yang konsisten.

Api neraka itu nyata. Allah menyebutkannya agar kita tidak terlelap dalam kelalaian. Anak adalah amanah, pasangan adalah amanah, dan setiap amanah akan dimintai pertanggungjawaban. Pada hari kiamat kelak, keluarga tidak dapat saling menolong, kecuali jika diikat oleh iman dan amal saleh.

Maka, rumah seorang mukmin sejatinya adalah benteng dari api neraka. Di dalamnya shalat ditegakkan, Al-Qur’an dibaca, dosa diingatkan dengan kasih sayang, dan pintu taubat selalu dibuka. Ketika terjadi kesalahan, yang hadir bukan hanya amarah, melainkan tangan yang membimbing kembali kepada Allah.

Semoga Allah Swt. menjadikan kita seperti Luqman, diberi hikmah dalam mendidik, kesabaran dalam menasihati, dan keistikamahan dalam meneladani. Semoga Allah menjaga kita dan keluarga kita dari api neraka serta mengumpulkan kita kembali di surga-Nya.

آمِيْن يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

[My]

Baca juga:

0 Comments: