Oleh: Ummi Fatih
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com – Kerusakan kehidupan kian meningkat. Berbagai perbuatan tercela kini dianggap lumrah. Fitnah mudah disebarkan, kehamilan di luar nikah tidak lagi memalukan, bahkan pembunuhan dilakukan tanpa rasa ragu.
Mengapa Generasi Z, yang seharusnya mampu berperan positif dengan fasilitas kemajuan teknologi, justru kerap menjadi tokoh utama dalam pusaran kerusakan ini? Terlebih di era digital, Gen Z cenderung tidak menunjukkan kualitas nyata.
Mereka seolah menjadi generasi manja yang merasa segala sesuatu bisa didapat dengan cepat tanpa usaha sungguh-sungguh. Saat lapar, cukup menekan ponsel untuk memesan makanan. Ketika tugas pendidikan menumpuk, mereka lebih memilih bertanya kepada Google atau AI, tanpa mau belajar dan membaca buku secara serius.
Selain itu, digitalisasi teknologi juga menjauhkan mereka dari fitrahnya sebagai makhluk sosial. Mereka lebih senang mengurung diri di ruang sepi. Hubungan antarmanusia hanya sebatas komunikasi liberal di dunia maya. Mereka merasa bebas berbicara, padahal kenyataannya justru memicu masalah kesehatan mental.
Lebih parah lagi, mereka mudah percaya pada informasi viral tanpa memverifikasi kebenarannya. Akibatnya, berbagai hal negatif seperti judi daring, pinjaman online, dan praktik merugikan lainnya kerap dilakukan. Semua itu didorong oleh cerita-cerita viral yang dikemas menarik.
Dominasi Kapitalisme Sekularisme
Pemikiran umat manusia hingga hari ini masih didominasi oleh ideologi kapitalisme sekularisme. Tujuannya hanya mengejar keuntungan demi kebahagiaan duniawi tanpa ketaatan kepada petunjuk Tuhan.
Akibatnya, ketika teknologi berkembang pesat, petunjuk sains lebih dipercaya dibandingkan petunjuk Sang Maha Pencipta alam semesta. Nilai kebenaran sains dianggap pasti, sementara ajaran agama hanya ditempatkan sebagai keyakinan personal.
Ketika media sosial mengunggah artikel tentang dampak negatif berkerudung yang diklaim menyebabkan masalah kulit sensitif, banyak muslimah rela melepaskan kewajiban tersebut. Ditambah lagi berbagai wawancara dengan dokter yang menyebutkan manfaat sinar matahari, Generasi Z pun tidak sungkan membuka aurat. Ujungnya, syahwat meningkat dan kasus pemerkosaan terus berulang tanpa penyelesaian tuntas.
Di sisi lain, kecanggihan teknologi hanyalah daya tarik agar produk para pengusaha kapitalis laris terjual. Dalam dunia digital, Generasi Z menganggap ponsel sebagai kebutuhan pokok yang kuota datanya harus terpenuhi setiap hari.
Pada tahun 2025, persentase konsumen internet seluler di Indonesia telah mencapai 52,27 persen. Mereka rela membeli paket internet seharga Rp101.000 hingga Rp250.000 (encety.co, 7 Agustus 2025).
Tak berhenti di situ, pembuatan aplikasi pasar daring untuk transaksi jual beli sejatinya bertujuan menarik minat konsumen. Harga dibuat lebih murah, variasi barang melimpah, bahkan ongkos kirim sering digratiskan.
Meski kebutuhan pokok seperti pakaian telah tercukupi, keinginan berbelanja tetap tidak terbendung. Belanja pun berubah menjadi hobi. Uang habis tanpa perencanaan, tanpa memikirkan masa depan, apalagi menabung.
Padahal, sifat boros sangat dibenci oleh Allah Swt. yang memerintahkan umat-Nya untuk bersedekah dan saling menolong. Akibatnya, kesenjangan hidup pun semakin terasa.
Kecanggihan Teknologi dalam Islam
Melihat berbagai kerusakan tersebut, sudah saatnya umat bangkit menyelamatkan Generasi Z. Penerapan ideologi Islam secara menyeluruh akan membentuk pola pikir jernih dan melindungi mereka dari godaan teknologi modern yang berbahaya.
Dalam lingkup keluarga, orang tua harus berperan sebagai pendidik pertama yang mengenalkan Islam sejak dini. Tujuannya agar benih keimanan tumbuh kuat dalam jiwa anak. Mereka akan mengenali bahwa gunung, laut, matahari, langit, dan manusia adalah ciptaan Allah Swt., Sang Maha Cerdas di atas seluruh makhluk-Nya.
Kemuliaan mendidik anak disampaikan Rasulullah saw. dalam sabdanya:
“Seseorang yang mendidik anaknya lebih baik baginya daripada bersedekah satu sha setiap hari.”
(HR At-Tirmidzi)
Dalam kehidupan bermasyarakat, lingkungan harus terikat dengan syariat Islam agar pemikiran generasi tidak mudah terpengaruh oleh pola pikir yang menyimpang. Allah Swt. berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan adalah musuh yang nyata bagimu.”
(QS Al-Baqarah: 208)
Dalam tata kelola negara Khilafah, Islam menempatkan pemerintah sebagai pelayan dan pelindung rakyat. Rasulullah saw. bersabda:
“Seorang imam adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.”
(HR Bukhari)
Dalam layanan pendidikan, negara wajib menjadikan akidah Islam sebagai landasan utama. Dengan demikian, generasi akan mengenal Islam secara mendalam. Keimanan tetap menyertai mereka di mana pun berada.
Sejarah mencatat, generasi muda dalam naungan Khilafah Islam tidak terpengaruh gaya hidup menyimpang ketika berhijrah dan berkelana ke negeri lain. Justru, kebenaran Islam yang mereka sebarkan.
Dalam tugas melindungi rakyat, negara juga wajib menerapkan penyaringan konten digital. Setiap sajian media sosial dan internet harus sesuai dengan nilai Islam. Dengan cara ini, Generasi Z akan tumbuh menjadi pribadi berkualitas nyata, bukan sekadar generasi baper yang rapuh dan kehilangan arah. [US]
Baca juga:
0 Comments: