Headlines
Loading...
Generasi Kuat Mental di Era Digital

Generasi Kuat Mental di Era Digital

Oleh: Rahmawati Ayu Kartini
Pemerhati Sosial

SSCQMedia.com—Konon, ketika tentara Kristen Spanyol hendak menyerang Kesultanan Islam di Andalusia, mereka terlebih dahulu mengamati kondisi pemuda Islam. Jika para pemuda disibukkan dengan ilmu dan jihad, penyerangan ditunda. Namun, ketika pemuda mulai disibukkan dengan urusan cinta, penampilan, dan menarik perhatian lawan jenis, saat itulah dianggap waktu paling tepat untuk menyerang. Kisah ini banyak dikutip dalam literatur sejarah Islam-Andalusia sebagai pelajaran tentang peran strategis pemuda dalam menjaga peradaban.

Kondisi pemuda memang kerap dijadikan tolok ukur maju atau mundurnya sebuah peradaban. Jika pemudanya masih memiliki semangat menjaga nilai dan tradisi pendahulunya, peradaban tersebut akan tetap eksis. Sebaliknya, jika pemuda bertindak semaunya tanpa kepedulian terhadap nilai dan arah hidup, maka keruntuhan peradaban tinggal menunggu waktu. Hal ini ditegaskan Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah (Terjemahan, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011).

Lantas, bagaimana dengan kondisi pemuda saat ini?

Faktanya, berbagai media nasional dipenuhi dengan sorotan tentang persoalan generasi Z. Mulai dari jeratan pinjaman online ilegal, judi online, kekerasan seksual, perundungan, hingga krisis kesehatan mental.

Berdasarkan laporan National Adolescent Mental Health Survey yang dirilis Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bekerja sama dengan Universitas Indonesia, sekitar 1 dari 3 remaja Indonesia mengalami masalah kesehatan mental, dan 1 dari 20 remaja mengalami gangguan mental. (DataIndonesia.id, 10 Oktober 2022).

Di sisi lain, terdapat kabar yang cukup menggembirakan. Generasi Z juga tampil sebagai aktor perubahan di era digital. Gerakan Arab Spring pada 2011, sebagaimana diberitakan BBC News pada 15 Februari 2011, menunjukkan peran besar generasi muda dalam mengguncang rezim-rezim otoriter. Demikian pula gelombang aksi solidaritas Palestina di berbagai negara yang banyak digerakkan oleh anak muda dan diliput luas oleh media internasional seperti Al Jazeera, 12 Oktober 2023.

Hal ini membuktikan bahwa generasi Z memiliki potensi besar sebagai agen perubahan. Mereka sebenarnya mampu menjadi generasi yang kuat mental, asalkan dibimbing dan diarahkan dengan benar. Oleh karena itu, berbagai fenomena positif dan negatif yang melekat pada generasi ini harus segera disikapi secara serius, mengingat merekalah generasi penerus umat dan bangsa.

Penjajahan Gaya Baru Abad ke-21

Apa yang terjadi pada generasi hari ini tidak bisa dilepaskan dari tatanan kehidupan kapitalisme sekuler. Memasuki abad ke-21, kapitalisme mengalami berbagai krisis. Pandemi Covid-19 bahkan disebut oleh banyak analis sebagai awal dari runtuhnya kapitalisme neoliberal. Muncul resesi global, pemutusan hubungan kerja massal, runtuhnya rantai pasok, serta krisis di sektor perjalanan, energi, dan manufaktur. 

Namun, kapitalisme tidak runtuh begitu saja. Dalam waktu singkat, sistem ini mampu bangkit kembali dengan wajah baru yang lebih kuat melalui percepatan adopsi teknologi digital. Lahirlah apa yang disebut kapitalisme platform, yakni dominasi perusahaan teknologi besar yang memonopoli infrastruktur digital global. Mereka bukan hanya penyedia layanan, tetapi juga produsen budaya dan pembentuk kesadaran masyarakat. Generasi muda pun bergerak mengikuti ritme yang ditentukan oleh perusahaan-perusahaan teknologi tersebut.

Inilah bentuk penjajahan gaya baru abad ke-21. Penjajahan yang lebih halus, lebih terselubung, tetapi jauh lebih mengikat dan merusak, terutama bagi generasi muda.

Ruang Digital yang Tidak Netral

Ruang digital pada hakikatnya tidaklah netral. Konten yang tersebar luas di dalamnya sarat dengan nilai-nilai sekulerisme. Konten hiburan, gaya hidup konsumtif, dan liberal sangat mudah ditemui, sementara algoritma platform digital mendorong pengguna untuk terus mengakses konten yang dianggap menarik dan disukai.

Sebaliknya, konten pemikiran Islam yang serius, termasuk pemikiran Islam politik yang mampu menguatkan akidah dan pemahaman Islam secara kafah, sangat jarang muncul. Kalaupun ada, sering kali sulit ditemukan kembali atau bahkan dihapus. 

Kondisi ini membuat generasi muda yang lemah imannya cenderung hanya mengonsumsi konten ringan dan menghibur, bukan konten pemikiran yang seharusnya dipelajari untuk menguatkan identitas Islam mereka. Akibatnya, muncul kepribadian ganda. Di satu sisi ingin menjadi muslim yang taat, namun di sisi lain tidak mampu menahan arus sekularisasi dan liberalisasi. Inilah salah satu penyebab utama lemahnya mental generasi muda.

Mewujudkan Generasi Kuat Mental di Era Digital

Hari ini, ruang digital dan media sosial telah mengambil peran besar sebagai “pengasuh” generasi muslim. Kondisi ini secara perlahan menggeser pemikiran Islam dari benak mereka. Kemaksiatan dan kebebasan berekspresi yang dianggap normal di layar gawai lambat laun mengikis ketundukan terhadap syariat.

Padahal, pemikiran Islam dan ketaatan pada syariat merupakan unsur utama pembentuk kepribadian Islam. Ketika unsur ini melemah, generasi muda akan kesulitan menghadapi persoalan hidup, dan gangguan kesehatan mental pun menjadi sesuatu yang wajar terjadi.

Untuk menguatkan mental generasi muslim sekaligus mengaktifkan energi mereka bagi kebangkitan Islam, diperlukan penanaman akidah dan tsaqafah Islam secara sinergis oleh keluarga, masyarakat, dan negara. Keluarga sebagai sekolah pertama wajib menanamkan nilai keimanan sejak dini. Penguatan ini dilanjutkan di sekolah dan masyarakat melalui dakwah yang konsisten.

Negara pun memiliki peran strategis dalam mewujudkan sistem pendidikan yang berasaskan akidah Islam serta melindungi generasi dari berbagai serangan yang merusak, baik secara luring maupun daring. Konten yang berdampak negatif bagi generasi harus dicegah secara sistemik.

Kesabaran Rasulullah saw. dalam mendidik dan mengkader generasi muda patut menjadi teladan. Melalui pembinaan rutin di rumah Al-Arqam bin Abi Al-Arqam, Rasulullah saw. menanamkan iman dan tsaqafah Islam kepada para sahabat yang mayoritas masih berusia muda. Dari merekalah lahir generasi tangguh yang mampu mengantarkan Islam pada puncak kejayaannya.

Wallahu a’lam bishshawab. [ry]

Baca juga:

0 Comments: