Headlines
Loading...
Oleh. Muflihah Leha 

Mengapa harus menulis opini?
Opini adalah salah satu tulisan yang bisa menggiring pembaca menjadi terbuka matanya. Berpikir dan mencerna. Beredarnya opini-opini ideologis yang memberikan solusi sesuai dengan syariat Islam, akan membuat masyarakat melek berbagai problematika kehidupan dan tahu serta paham apa yang seharusnya dilakukan dan dibenahi.

Seluruh problematika kehidupan pasti ada jalan keluar untuk menyelesaikannya. Permasalahan apa pun, semua solusi dikembalikan kepada Allah semata. Karena Dialah yang memiliki jawaban semua persoalan. Karena Dialah Sang Khalik yang menciptakan sekaligus mengatur semua makhluk-Nya. Karena Allah Swt. yang telah menciptakan manusia, berarti sudah seharusnya hanya Dia saja yang berhak untuk dipatuhi.

Berbagai opini sesat dan menyesatkan beredar menyajikan solusi dan berita yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, tidak sesuai ketentuan Allah. Hal ini sengaja mereka suguhkan agar umat saling menyerang. Perang pemikiran yang digencarkan, membuat umat semakin kesulitan untuk membedakan. Musuh Islam tidak akan pernah diam dan terus melawan. Di sinilah opini Islam berperan penting.

Menulis opini membutuhkan pemahaman dan tsaqofah Islam, karena opini ideologislah yang saat ini umat butuhkan. Sebagai seorang pembelajar yang baru saja menapaki dunia medsos dan belajar menorehkan jejak lewat tulisan, rasanya ingin sekali saya ikut serta menderaskan opini ke tengah masyarakat yang saat ini membutuhkan pembaharuan.

Dulu, sebelum saya masuk SSCQ, komunitas yang mengharuskan tilawah Al-Qur'an, saya tidak tahu dunia tulis-menulis, apalagi mengenal tulisan opini. Setelah mendapatkan tiket masuk ke kelas literasi, barulah saya tahu. Alhamdulillah dari kelas literasi, dapatlah lagi saya tiket masuk ke kelas khusus. Kelas khusus yang pertama kali saya ikuti adalah kelas opini. Barulah sebulan kemudian saya mengikuti kelas fiksi. Atau, apa sebaliknya ya? saya agak lupa, karena sudah agak lama.

Dari kelas fiksi, alhamdulillah saya memiliki karya buku antologi bersama sahabat surga. Menulis bersama para member di SSCQ yang sama-sama belajar di kelas khusus fiksi, hadiah dari bunda Lilik Yani.

Serasa wow banget pokoknya, ketika saya memeluk buku perdana yang di dalamnya ada tulisan sendiri. Berasa mimpi untuk pertama kalinya belajar fiksi, bersama mastah fiksi yang karya tulisnya best seller dan beredar di dunia maya. Senangnya diri ini diberikan kesempatan untuk menggali ilmu dari sang mastah, yaitu bunda Lilik Yani founder SSCQ.

Betapa semangatnya saya mengikuti kelas ini. Semua tugas saya kerjakan dengan penuh keyakinan. Di akhir tugas membuat karya tulis fiksi yang akan dijadikan buku antologi bersama mastah fiksi. Alhamdulillah torehan pertama saya dibukukan dalam buku antologi dengan penuh kesyahduan. Dari kelas fiksi ini, sang muassis masih lanjut memberikan tantangan. Menulis fiksi remaja 30 hari tanpa jeda. Saya sangat tertarik dan langsung mengikutinya, berharap selalu bisa istikamah menulis dan mengikuti jejak para mastah yang sudah piawai dalam dunia tulis-menulis.

Alhamdulillah dari challenge ini saya berhasil menuntaskan challenge dengan bahagia, dan sama sekali tak menyangka kalau diri ini bisa menulis dan dapat juara, lahirlah karya solo pertama saya. Alhamdulillah.

Kelas selanjutnya adalah kelas opini, selama sebulan saya belajar bersama sang mastah opini. Di kelas ini, saya benar-benar memperhatikan dan tidak menyia-nyiakan kelas yang Allah berikan. Terlebih baru pertama kali ini saya mengikuti kelas opini.

Beda tulisan fiksi dan opini adalah bahwa tulisan opini itu lebih berat, karena harus memakai kata baku, sesuai dengan EYD, melakukan banyak tatabuk berita, dan memperdalam tsaqofah Islam tentunya. Karena opini adalah tulisan yang harus dikirimkan ke media, maka tulisan itu harus memenuhi syarat dan sesuai kriteria media mana yang akan kita kirimkan. Dan harus memperhatikan plagiasinya. Kalau tidak memperhatikan plagiasinya bisa-bisa kena undang-undang ITE, nanti. Bisa berbahaya dan berakibat fatal nantinya.

Begitu pentingnya tulisan opini di tengah masyarakat. Namun sebagian besar masyarakat enggan membaca dan malas berpikir. Opini yang sesat semakin marak dan liar merajalela saat ini. Umat butuh pemahaman yang sesuai dengan pemahaman Islam, di sinilah pentingnya opini ideologi yang berperan untuk mengonter opini liberal yang menyesatkan.

Begitu pentingnya opini ideologi yang saat ini umat butuhkan, keinginan saya menulis opini pun membuncah. Namun minimnya tsaqofah Islam di dalam diri ini membuat saya kesulitan. Dari kelas opini pertama yang saya ikuti, saya pun banyak bertanya meski bukan di jam pelajaran. Betapa inginnya saya bisa menulis opini seperti mastah-mastah opini yang lainnya.

Seperti biasa, setiap usai mengikuti kelas, baik itu kelas fiksi ataupun kelas opini. Di akhir pembelajaran pasti ada tugas, semacam ujian. Agar ilmu yang sudah diberikan tidak mojok di file, harus langsung dipraktikkan. Para member selalu diberi tugas akhir. Tugas akhir kelas opini, ya sudah tentu menulis opini sampai tayang media. Dari tugas akhir ini, senangnya saya bukan main, ketika sang guru mengirimkan alamat media dan menyuruh semua peserta untuk mengirimkan tulisan opini perdananya He he he ... kayaknya cuma saya yang pertama kali menulis opini perdana, soalnya memang saya yang benar-benar perdana. Baru pertama kalinya mengenal tulisan opini. Dan baru pertama kalinya belajar di kelas opini dan langsung disuruh menulis opini.

Sebagai pemula saya gak berani mengirimkan tulisan opini saya ke media yang ketat. Saya tanya teman-teman yang sudah mengirimkan naskah dan tayang di media. Barulah saya beranikan diri menyapa admin media dan mengirimkan tulisan opini saya.

Serasa bahagianya diri ini, ketika tulisan perdana saya disambut dan langsung tayang media tanpa harus revisi. Dari sinilah kebahagiaan itu terasa, karena yang sering guru tekankan, jangan pernah menyerah ketika naskah ditolak media. Jangan menyerah ketika disuruh revisi, memperbaiki naskah. Jangan menyerah ketika tulisan tidak dimuat atau ditayangkan. Hati sudah berlapang dada menerima apa pun keputusan media dan tak tahu apa yang akan terjadi. Alhamdulillah ... opini perdana saya tayang di salah satu media opini Islam.

Menulis opini itu buat saya masih kesulitan, butuh waktu berjam-jam, ketika para mastah hanya memerlukan waktu setengah jam. Saya menyerah dan kuwalahan. Walhasil ... challenge menulis opini selama 30 hari tak pernah saya ikuti. Padahal betapa pentingnya tulisan opini saat ini.

Menjadi jundullah pejuang pena tidak mudah, butuh keuletan, ketekunan, dan pemahaman Islam untuk menunjang agar opini itu tayang dan tembus di hati para pembaca yang akan memberikan pemahaman dan siap menyambut bisyaroh Rasulullah saw.. Islam akan kembali berjaya memimpin dunia. Insyaallah. Wallahualam bissawab. [Ni]

Purwokerto, 8 September 2024

Baca juga:

0 Comments: