Headlines
Loading...
Liberalisme Terpampang Dibalik Konser Berdendang Bergoyang

Liberalisme Terpampang Dibalik Konser Berdendang Bergoyang

Oleh. Vivi Nurwida

Tidak dapat dimungkiri, hari ini masyarakat terutama generasi muda sudah menjadikan hiburan sebagai sebuah kebutuhan, di antaranya menonton konser musik.  Anehnya,  generasi milenial mendatangi konser bukan hanya sebatas ingin berjumpa langsung dengan sang idola, tetapi ada  beberapa di antara mereka yang semata-mata menghadiri konser demi gengsi dan eksistensi. Bahkan, mereka berani merogoh kocek lebih demi bisa menghadiri konser favorit.

Konser 'Berdendang Bergoyang' yang diselenggarakan di Istora Senayan, Jakarta Pusat dihentikan pada Sabtu, 29 Oktober 2022 malam karena over kapasitas. Panitia penyelenggara konser pun tengah diperiksa pihak kepolisian. Selain memeriksa panitia penyelenggara, pihak berwenang juga tengah mendalami indikasi minuman keras (miras) di konser 'Berdendang Bergoyang' tersebut. (dikutip dari tvonenews.com, 30/10/2022).

Terpampang Kemaksiatan

Hal yang perlu dikritisi dari konser yang diselenggarakan, tidak hanya over kapasitas namun juga kemungkinan terganggunya keamanan warga. Dikabarkan puluhan orang pingsan akibat berdesak-desakan tanpa jarak.
Tentu konser-konser semacam ini bukanlah yang pertama diselenggarakan. Tercatat banyak sekali konser penyanyi dari lokal hingga internasional  yang pernah diselenggarakan di negeri ini. Bukan tidak mungkin penontonnya adalah dari kalangan kaum muslim.

Terlepas dari perbedaan hukum musik itu sendiri, kita bisa menyaksikan bahwa banyak syair atau lirik lagu yang mengandung kesyirikan, pengagungan kepada selain Allah, dan memunculkan syahwat.
Buka-bukaan aurat juga terjadi pada konser semacam ini, bukan hanya para penyanyinya bahkan penontonnya juga melakukan hal serupa. Mereka tampil modis dengan tren fesyen terkini dan melakukan tabarruj yang tidak seharusnya digunakan muslimah di kehidupan umum. Karena di kehidupan umum yaitu di luar rumah terdapat laki-laki yang bukan mahramnya. 

Goyangan, tarian, dance atau yang semacamnya bisa menimbulkan syahwat, membangkitkan gairah atau nafsu penontonnya. Hal ini bisa diakibatkan oleh goyangan "hot" di atas panggung bukan hanya oleh penyanyi perempuan, tapi juga atraksi idola laki-laki dengan gerakan atraktifnya disertai "umbar aurat" yang menyebabkan penonton perempuan yang kebanyakan adalah kaum muda berteriak histeris.
Selain itu tidak ada batasan antara laki-laki dan perempuan. Mereka bercampur baur (ikhtilat) tanpa peduli apakah mahram atau tidak. Berdua-duaan dengan yang bukan mahramnya (khalwat) yang bisa berakhir pada pelampiasan syahwat.

Indikasi penggunaan minuman keras dan obat-obatan terlarang juga kerap menjadi pelengkap maksiat dalam sebuah konser musik. Ditambah lagi adanya riya dan sombong karena bisa menghadiri konser musik, terlebih konser musik bergengsi dengan harga tiket yang fantastis.
Inilah beberapa kemaksiatan yang bisa terjadi pada konser-konser musik nirfaedah yang bisa melenakan umat.

Buah Liberalisme

Kemaksiatan-kemaksiatan yang terjadi di atas tidak lain dan tidak bukan karena umat hari ini telah teracuni oleh paham liberalisme. Paham ini adalah paham yang mengagungkan kebebasan. Mereka menjadikan kebebasan berperilaku menjadi asas perbuatan mereka. Mereka bebas berbuat semaunya, tanpa adanya batasan norma agama. Inilah paham yang lahir dari sekularisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan.

Ketika agama hanya dijadikan sesuatu yang hanya mengurusi urusan ibadah mahdoh saja, maka kita bisa melihat berbagai kemaksiatan terpampang di depan mata. Padahal, aktivitas khalwat, ikhtilat, umbar aurat, penggunaan miras dan narkoba dan yang sudah disebutkan di atas jelas diharamkan dalam Islam. 

Indonesia yang merupakan salah satu negara berpenduduk muslim terbesar, tetapi banyak kemaksiatan justru dibiarkan.  Hal ini karena negara menganut sistem kapitalisme liberalisme. Ketika negara menganut sistem ini, maka aturan agama akan diterjang. Ada penguasa kapital yang diuntungkan di balik konser yang diadakan. Penjualan tiket yang membludak justru diharapkan, tanpa mempertimbangkan faktor keselamatan dan juga halal haram. Manfaat, materi adalah tujuan. Ini berarti negara telah gagal menyelamatkan generasi dari kerusakan.


Negara Harus Mengambil Peran

Sudah saatnya negara mengambil peran untuk menyelamatkan generasi agar menjadi generasi cemerlang, pejuang peradaban gemilang. Menjadikan mereka generasi yang sibuk pada ketaatan, bukan justru membiarkan umat larut dalam lubang kemaksiatan. 

Sudah seharusnya negara menerapkan Islam secara kaffah  yang akan membawa keselamatan bagi seluruh alam. Dengan sistem politik Islam, negara akan mengatur urusan umat termasuk di antaranya adalah kebijakan publik. Yang dengannya akan berimbas pada penerapan Islam dalam segala aspek kehidupan.

Negara yang menerapkan Islam  akan menanamkan akidah Islam yang kuat dan menjadikan pemuda jauh dari kata foya-foya, hura-hura, pamer riya, dan kehidupan hedonis lainnya  Mereka tidak menjadikan kehidupan hedonistik sebagai ajang pelarian masalah. Mereka akan menyibukkan diri pada ketaatan kepada Allah belaka. Yang mengantarkan mereka menjadi pemimpin masa depan, peraih peradaban gemilang. 

Negara juga menerapkan sistem pergaulan Islam. Kehidupan pria dan wanita dipisah. Tidak ada khalwat, ikhtilath, tabbaruj, juga pacaran yang mengantarkan pada perzinaan. Semua pintu yang mengantarkan kepada murka Allah ditutup rapat. Akan ada sanksi hukum tegas jika ada yang melanggar, maka karennya siapa pun akan berpikir ulang sebelum bertindak.

Tidakkah kita rindu hidup dalam negara yang menerapkan sistem Islam? Sudah saatnya kita menyibukkan diri untuk memperjuangkannya.

Wallahu a'lam bisshowab

Baca juga:

0 Comments: