Headlines
Loading...

Oleh: Maya Rohmah
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Ada peristiwa dalam hidup yang datang tanpa aba-aba, mengetuk hati dengan cara yang tidak pernah kita siapkan. Kehilangan seseorang di usia muda adalah salah satunya. Peristiwa ini mengguncang, bukan hanya karena duka, tetapi karena ia memaksa kita menatap ulang hakikat hidup yang sering kali kita abaikan.

Keponakan suami saya, Aprilia Widyasari, wafat pada usia 25 tahun karena gagal ginjal stadium empat. Usia yang terasa terlalu singkat untuk kata “pergi”. Ia meninggalkan seorang anak putri yang masih duduk di bangku taman kanak-kanak. Sejak kabar itu datang, hati saya diliputi perasaan campur aduk antara sedih, tidak percaya, dan pasrah. Dalam suasana itulah, satu ayat terus terngiang di benak saya.

كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ
وَيَبْقَىٰ وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ

“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal wajah Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan.”
(QS Ar-Rahman: 26–27)

Saya memilih ayat ini karena ia menjelaskan kehilangan dengan cara yang jujur sekaligus menenangkan. Ayat ini tidak menafikan rasa duka, tetapi menempatkannya dalam bingkai keimanan. Bahwa siapa pun yang ada di bumi ini, tua atau muda, sehat atau sakit, semuanya sedang berjalan menuju satu kepastian, yaitu kefanaan.

Aprilia adalah bagian dari nikmat dalam hidup kami. Nikmat pernah mengenalnya, menyayanginya, dan menyaksikan perannya sebagai seorang ibu muda yang berjuang di tengah keterbatasan fisik. Kehadirannya mengajarkan bahwa cinta tidak selalu diukur dari lamanya kebersamaan, tetapi dari ketulusan yang ditanamkan selama ia ada.

Musibah ini juga menghadirkan nikmat lain yang sebelumnya jarang kami sadari. Hubungan keluarga menjadi lebih erat. Duka membuat kami saling mendekat, saling menguatkan, dan saling mendoakan. Dalam kehilangan, Allah mengajarkan bahwa keluarga adalah tempat kembali ketika dunia terasa runtuh.

Ayat tersebut juga mengetuk kesadaran saya tentang makna kesehatan. Betapa tubuh yang kita gunakan setiap hari adalah amanah besar. Kesehatan bukan sekadar kondisi fisik yang stabil, melainkan karunia yang nilainya sering kali baru terasa ketika ia hilang. Penyakit yang dialami Aprilia mengingatkan bahwa manusia sangat rapuh. Apa yang hari ini kita anggap biasa, esok bisa menjadi sesuatu yang sangat kita rindukan.

Di tengah duka, Allah juga menghadirkan nikmat kepedulian. Keluarga, kerabat, dan tetangga datang melayat, mengirim doa, serta menawarkan bantuan. Ayat ini terasa hidup ketika melihat bagaimana manusia saling menguatkan, seakan Allah memperlihatkan bahwa di balik kefanaan, kebaikanlah yang akan terus berbekas.

Salah satu nikmat terbesar yang kami syukuri adalah Allah menutup perjuangan Aprilia dengan tenang, tanpa penderitaan panjang yang melelahkan. Seolah Allah Yang Maha Mulia melimpahkan rahmat-Nya di akhir perjalanan dunia seorang hamba. Ayat ini menegaskan bahwa kemuliaan Allah meliputi seluruh takdir, termasuk cara seseorang kembali kepada-Nya.

Proses pemakaman pun dimudahkan. Dari awal hingga akhir, semuanya berjalan lancar. Doa-doa mengalir, air mata jatuh, tetapi ketenangan menyelimuti. Dalam kefanaan manusia, Allah menunjukkan kebesaran dan kemuliaan-Nya, seakan mengingatkan bahwa meski manusia pergi, kasih sayang Allah tidak pernah meninggalkan.

Tentu menerima kepergian orang tercinta bukan perkara mudah. Hati terasa sangat berat, terlebih bagi keluarga inti dan anak yang ditinggalkan. Namun ayat ini menjadi penopang agar duka tidak berubah menjadi keputusasaan. Menerima takdir bukan berarti tidak bersedih, tetapi memilih tetap bersandar kepada Allah di tengah luka.

Musibah ini juga menjadi pengingat kuat bagi saya pribadi. Hidup ini singkat, bahkan sangat singkat. Setiap detik adalah kesempatan yang tidak dapat diulang. Ayat ini mengajarkan bahwa yang fana akan pergi, maka jangan menggantungkan hati sepenuhnya pada dunia. Isilah hari-hari dengan kebaikan, karena hanya itulah yang akan tinggal.

Aprilia telah menyelesaikan perjalanannya lebih cepat dari banyak orang. Namun kepergiannya meninggalkan pelajaran yang mendalam tentang cinta, kesehatan, keluarga, dan kesiapan menghadapi kefanaan.

Semoga Allah menerima seluruh amal kebaikannya, mengampuni dosa-dosanya, melapangkan kuburnya, dan menjadikannya taman dari taman-taman surga. Semoga anak yang ditinggalkan tumbuh dalam lindungan dan kasih sayang Allah. Semoga kami yang ditinggalkan mampu mengambil pelajaran sebelum ayat ini kelak berlaku atas diri kami sendiri.

Sebagai penutup, mari kita hadiahkan Al-Fatihah untuk almarhumah Aprilia Widyasari binti Gandung Widodo.

Al-Fatihah.

Wallahualam bissawab. []

Baca juga:

0 Comments: