Headlines
Loading...
Lemahnya Generasi Akibat Konten Merusak di Ruang Digital

Lemahnya Generasi Akibat Konten Merusak di Ruang Digital

Oleh: Endang Widayati
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Ruang digital telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan generasi muda saat ini. Namun, di balik kemudahan aksesnya, tersimpan ancaman serius yang menggerogoti fondasi moral dan akidah generasi muslim. Konten-konten merusak yang bertebaran di ruang digital bukan sekadar hiburan yang keliru. Tetapi, racun yang perlahan melemahkan ketahanan spiritual dan mental para pemuda.

Dalam kurun waktu satu tahun atau semenjak 20 Oktober 2024 sampai 20 Oktober 2025, Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) mengklaim telah menangani sekitar 3 juta konten negatif di ruang digital. Perjudian daring atau judi online/judol adalah kategori konten negatif terbanyak yang ditindak dengan jumlah lebih dari dua juta dan jumlah konten pornografi sekitar lebih dari enam ratus ribu (antaranews.com, 24/10/2025).

Realitas Mengkhawatirkan di Ruang Digital

Fakta yang tidak bisa dimungkiri adalah maraknya konten destruktif di ruang digital yang secara sistematis merusak generasi muda. Platform media sosial, situs web, dan aplikasi digital menjadi sarana penyebaran nilai-nilai yang bertentangan dengan ajaran Islam dan norma kesopanan.

Konten-konten rusak ini tidak hanya berdampak pada aspek moral, tetapi juga memengaruhi cara berpikir, cara bersikap, dan bahkan cara beragama generasi muda. Pikiran mereka dibentuk oleh algoritma yang menyajikan konten demi konten tanpa filter nilai.

Sikap mereka terkontaminasi oleh budaya permisif yang diagungkan di dunia maya. Pemahaman agama mereka pun terdistorsi oleh interpretasi-interpretasi yang menyimpang. Akibatnya, lahirlah generasi muslim dengan kepribadian terbelah (split personality), jiwa yang rapuh, dan pemikiran sekuler. Mereka beridentitas muslim, namun sekuler dalam praktik sehari-hari.

Sekularisme juga tampak saat seseorang beribadah di masjid, menutupi auratnya, namun berperilaku mengikuti tren liberal di media sosial. Kondisi ini menciptakan krisis identitas yang membahayakan masa depan umat.

Negara Gagal Melindungi Generasi

Kemajuan teknologi adalah keniscayaan yang tidak bisa dihindari. Teknologi digital memberikan kemudahan komunikasi, akses informasi, dan efisiensi dalam berbagai aspek kehidupan.

Namun, tanpa penggunaan dan kontrol yang tepat, juga tanpa disertai rambu-rambu agama, teknologi yang sama dapat menjadi sumber bencana bagi generasi muda. Tidak sedikit dari mereka yang terpapar konten-konten negatif.

Paparan konten-konten negatif seperti pornografi, perjudian online (judol), pinjaman online (pinjol), perundungan siber (cyberbullying), perdagangan manusia (trafficking), hingga pemikiran moderasi agama yang mengaburkan batasan halal-haram, telah menjadi ancaman nyata. Konten-konten ini tersebar luas, mudah diakses, dan dikemas secara menarik sehingga meracuni pikiran generasi muda tanpa mereka sadari.

Yang lebih memprihatinkan lagi adalah peran proteksi negara yang minim dan cenderung abai dalam mengatasi hal ini. Sehingga, negara gagal dalam menjalankan fungsi pengawasan dan perlindungan bagi rakyatnya.

Negara yang menganut sistem sekuler cenderung absen sebagai penjaga moral rakyat. Hal ini diperparah dengan prinsip kebebasan individu yang diagungkan dalam sistem demokrasi.

Sistem demokrasi membuka pintu bagi penyebaran konten merusak dengan dalih kebebasan berekspresi. Negara gagal menciptakan ekosistem ruang digital yang aman bagi generasi muda karena tidak memiliki fondasi nilai yang jelas dan tegas.

Negara Islam Berfungsi sebagai Pelindung

Dalam sistem pemerintahan Islam atau Khilafah, negara tidak sekadar menjalankan fungsi administratif, tetapi berperan sebagai raa'in (pengurus) dan junnah (perisai) bagi rakyatnya. Khilafah memiliki visi yang jelas untuk menyelamatkan generasi dari berbagai bentuk kerusakan, baik di dunia nyata maupun di ruang digital.

Semua kebijakan negara Khilafah dirancang untuk memastikan perlindungan menyeluruh kepada rakyat. Di ruang digital, Khilafah akan menerapkan sistem penyaringan ketat terhadap konten-konten yang masuk dengan memanfaatkan teknologi tercanggih.

Hal ini dimaksudkan bukan untuk membatasi akses informasi yang bermanfaat. Melainkan, untuk memblokir konten-konten yang dapat merusak akidah, moral, dan pemikiran generasi muslim.

Lebih dari itu, Khilafah akan mengoptimalkan ruang digital sebagai sarana positif untuk pendidikan dan penguatan dakwah. Platform digital akan digunakan untuk menyebarkan ilmu agama, nilai-nilai Islam, dan konten-konten edukatif yang membangun karakter generasi muda.

Dengan demikian, ruang digital tidak lagi menjadi ladang kerusakan, tetapi menjadi instrumen pencerahan bagi seluruh umat baik di dalam maupun luar negeri. Inilah kebijakan yang diambil oleh negara Khilafah.

Penegakan syariat Islam secara kafah (menyeluruh) oleh negara akan mengeliminasi praktik-praktik rusak di ruang digital. Sanksi tegas akan diberlakukan bagi produsen dan penyebar konten merusak. Industri digital akan diatur berdasarkan prinsip-prinsip syariat yang menjunjung tinggi kehormatan, kesucian, dan kebaikan. Sistem ekonomi Islam akan menutup peluang berkembangnya praktik riba dan penipuan dalam bentuk pinjaman online atau judi online.

Penutup

Kondisi generasi muda muslim saat ini berada dalam kondisi kritis akibat paparan konten merusak di ruang digital. Sistem sekuler telah gagal memberikan perlindungan yang dibutuhkan.

Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk memperjuangkan tegaknya syariat Islam secara kafah. Karena, melalui sistem Khilafah ini yang akan menjamin keselamatan generasi dari berbagai bentuk kerusakan, baik di dunia nyata maupun di ruang digital.

Hanya dengan kembali kepada sistem yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunah, generasi muslim dapat diselamatkan dari jurang kehancuran dan diarahkan kepada kemuliaan yang hakiki. Wallahualam. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: