Headlines
Loading...
Pendidikan Tanpa Iman Melahirkan Generasi Bengis

Pendidikan Tanpa Iman Melahirkan Generasi Bengis

Oleh. Rini Sulistiawati
(Pemerhati Generasi)

SSCQMedia.Com—Di zaman ini, rumah yang dahulu tempat pulang menjadi benteng kehangatan dan iman, kini perlahan memudar maknanya. Ibu yang seharusnya menjadi ummu wa rabbatul bayt dan madrasatul ula, madrasah pertama bagi anak-anaknya, justru banyak yang terjerembab dalam jerat konten-konten tanpa makna. Bukan lagi lantunan doa yang mengisi ruang dapur, tapi video masakan yang dibuat hanya untuk mengejar validasi manusia di TikTok. Bukan lagi zikir yang menggema di ruang tamu, melainkan tarian-tarian hampa demi like dan komentar.

Di sisi lain, peran ayah sebagai qawwam (pemimpin dan pelindung keluarga),  justru tergantikan oleh kesibukannya merekam berbagai momen keluarga, mulai dari kegiatan liburan hingga waktu istirahat, demi dijadikan konten konsumsi publik. Rumah yang dulu dijaga privasinya kini berubah menjadi panggung tontonan publik. Maka, apa yang bisa kita harapkan dari generasi yang tumbuh dalam riuh rendah kamera, bukan dalam dekapan iman dan akhlak?

Lebih memilukan, anak-anak mereka yang seharusnya tumbuh dalam cinta dan adab, justru memperlihatkan kegagahan semu melalui aksi kekerasan. Mereka merekam perundungan, memviralkan kekerasan, dan menjadikannya ajang pamer kekuasaan palsu.

Seperti tragedi yang terjadi di SMP 3 Doko, Blitar. Seorang siswa menjadi korban pengeroyokan brutal yang videonya viral di media sosial. Ironisnya, aksi kekerasan ini terjadi saat Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), masa yang seharusnya menjadi momen penyambutan penuh kasih, bukan pemicu trauma dan luka. Diduga, motif pengeroyokan adalah balas dendam atas aksi bullying sebelumnya( Kompas.com, 20-7-2025).

Dalam laporan terpisah, pihak kepolisian memeriksa 20 saksi untuk mengungkap peristiwa tersebut. Fakta ini menyayat nurani kita. Bahwa sekolah, tempat seharusnya menanamkan nilai, justru menjadi ladang kekerasan yang menyuburkan kebengisan (DetikJatim, 20-7- 2025).

Krisis Akhlak dalam Sistem Pendidikan Sekuler

Fakta-fakta di atas bukan sekadar insiden, tapi gejala dari sistem yang rusak secara mendasar. Sistem pendidikan hari ini berbasis sekulerisme telah memisahkan ilmu dari iman, adab dari akidah. Anak-anak diajarkan matematika, sains, dan teknologi, tapi tidak diajarkan siapa dirinya di hadapan Allah. Mereka diajarkan berbagai ilmu dunia, tetapi tidak ditumbuhkan kesadaran akan pertanggungjawaban di akhirat.

Dalam sistem ini, keberhasilan diukur dari nilai ujian dan prestasi akademik, bukan akhlak dan ketakwaan. Maka tak heran jika lahir generasi cerdas yang tega menyakiti, pintar tapi kejam, berani tapi tak berperikemanusiaan.

Padahal, Allah telah menurunkan pedoman untuk membentuk manusia bertakwa. Dalam Al-Qur’an, Allah Swt. memuji mereka yang mampu menahan amarah dan memilih memaafkan

Allah Swt. berfirman yang artinya, "Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan."
(TQS. Ali Imran: 134).

Islam juga melarang setiap bentuk kekerasan antar sesama muslim. Rasulullah saw. bersabda, "Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Ia tidak menzaliminya dan tidak menyerahkannya kepada (kezaliman)."
(HR. Bukhari dan Muslim).

Kekerasan di sekolah bukan sekadar kesalahan individu. Ia adalah cermin dari sistem yang gagal. Seperti kata Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, "Pendidikan tanpa iman akan melahirkan generasi pintar tapi bengis. Ilmu tanpa akhlak akan jadi alat penghancur umat."

Pendidikan Berbasis Akidah

Islam tidak hanya memerintahkan salat, puasa, atau zakat, tetapi juga mengatur sistem pendidikan. Dalam naungan sistem Islam (Khilafah), pendidikan bukan sekadar mencetak manusia produktif, tetapi membentuk manusia bertakwa. Tujuan utamanya adalah ghoyatul ta’lim yaitu menjadikan siswa memiliki syakhsiyyah Islamiyyah, kepribadian yang dibangun atas akidah Islam.

Pendidikan Islam melibatkan seluruh pihak, keluarga sebagai madrasah pertama, sekolah sebagai penjaga adab dan ilmu, serta negara sebagai penjamin kurikulum berbasis akidah Islam. Negara Islam tidak akan membiarkan anak-anak mengakses konten kekerasan dan pornografi, atau menjadikan media sosial sebagai sarang kehancuran moral. Negara akan menjamin lingkungan yang sehat dan bersih dari konten destruktif.

Wujudkan Pendidikan yang Menumbuhkan Iman

Wahai Ayah, kembalilah menjadi qawwam sejati yaitu pelindung, pembimbing, dan teladan akhlak bagi anak-anakmu.
Wahai Ibu, berhentilah mengejar penilaian manusia di media sosial. Jadilah madrasah pertama yang mengajarkan Al-Qur’an, bukan algoritma.
Wahai orang tua, tanamkan iman lebih dalam daripada sekadar nilai rapor.
Wahai anak-anak, jadilah pemberi maaf, bukan pelaku kekerasan.
Wahai para guru, jadilah penjaga hati dan akal murid-muridmu, bukan sekadar pengisi absen dan nilai.
Wahai tetangga dan masyarakat, jangan abai. Anak-anak yang hari ini ada di jalanmu, bisa jadi korban atau pelaku esok hari.
Wahai negara, bangunlah sistem pendidikan berbasis Islam kafah, bukan sekularisme yang melahirkan generasi bengis!

Saatnya kita kembali kepada Islam sebagai sistem hidup. Karena “Pendidikan Tanpa Iman Akan Melahirkan Generasi Bengis” bukan sekadar judul tapi peringatan. Wallahualam bissawab. [ry].

Baca juga:

0 Comments: