Oleh. Eka Suryati
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Setiap muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, sebagaimana ditegaskan dalam ajaran Islam bahwa umat Islam bagaikan satu tubuh, jika satu bagian sakit, maka seluruh tubuh ikut merasakannya. Sebagai sesama saudara seakidah, kita harus saling peduli, saling membantu, dan menguatkan satu sama lain dalam kebaikan. Rasa peduli terhadap sesama muslim kita lakukan sebagai bentuk simpati, empati yang kita wujudkan karena nilai-nilai keimanan mengharuskan kita melakukan itu. Ajaran Islam adalah ajaran keseimbangan antara habluminallah dan habluminannas. Untuk itulah kita harus peduli terhadap sesama seakidah.
Persaudaraan sesama umat Islam tidaklah terbatas pada kedekatan geografis, hubungan darah, atau ikatan pernikahan semata, melainkan jauh lebih dalam dan mulia karena disatukan oleh akidah Islam. Inilah ikatan keimanan yang menghubungkan hati-hati kaum muslimin di seluruh penjuru dunia, meskipun mereka tak pernah saling mengenal secara pribadi. Persaudaraan karena Allah membuat rasa yang hadir begitu tulus.
Ketika kita saling mencintai karena Allah, maka kita akan saling mendoakan, walaupun dalam diam. Pertolongan yang dilakukan pun tanpa pamrih. Semua dilakukan semata karena ingin meraih rida-Nya. Persaudaraan seperti itulah yang harusnya mengikat semua umat Islam, termasuk terhadap saudara kita di Palestina.
Palestina, Luka Kita Bersama
Tanah yang diberkahi, tempat para nabi dilahirkan dan dimakamkan, kini menjadi ladang genosida. Gaza bukan hanya kota yang hancur oleh bom, tapi juga lambang keteguhan iman. Anak-anaknya tumbuh dalam trauma, namun tetap hafal Al-Qur’an. Mereka hidup dalam kelaparan, tapi tetap bersujud dengan tenang. Bumi itu terus dibombardir, namun dari reruntuhan bangunan selalu muncul suara takbir.
Palestina bukan hanya isu politik atau konflik teritorial. Ini adalah peristiwa keimanan. Mereka diuji dengan ujian paling berat, kehilangan keluarga, kehilangan rumah, kehilangan keamanan, bahkan kehilangan hak untuk hidup. Tapi mereka tidak kehilangan yang paling penting, yaitu iman kepada Allah.
Apakah kita menyadari, bahwa mereka yang kita pandang sebagai korban sebenarnya adalah para pahlawan akhirat? Di tengah musibah yang tak berkesudahan, mereka mengajarkan kepada dunia bagaimana mencintai Allah dalam keadaan yang paling menyakitkan. Mereka bisa saja marah kepada takdir, tapi mereka tidak. Mereka tetap percaya, bahwa Allah akan membalas semuanya dengan surga yang indah, di mana tak ada lagi kesengsaraan hidup.
Setiap peluru yang menembus tubuh mereka, setiap tangis anak yang kehilangan orang tua, setiap darah yang membasahi jalanan Gaza, adalah saksi bahwa mereka tetap teguh memegang tali Allah. Keyakinan mereka menjadi pendorong terbesar bagi kita untuk ikut berjuang di jalan yang sama, meski dengan cara yang berbeda.
Dan mungkin saja, ya, mungkin saja kehadiran mereka dalam perjuangan yang amat berat itulah sebab kita bisa masuk surga tanpa hisab. Jika kita membersamai mereka, mendoakan mereka, membantu mereka, menyuarakan kebenaran untuk mereka, mendidik anak-anak kita mencintai Palestina, maka bisa jadi itu menjadi pemberat amal kita di akhirat.
Palestina adalah ujian bagi kita semua. Ujian bagi umat yang katanya cinta Islam, apakah benar peduli terhadap saudaranya? Ataukah kita hanya menonton berita, mengangguk, lalu tidur tenang dan lupa?
Setiap muslim yang masih memiliki nurani seharusnya menjadikan tragedi Palestina sebagai momentum untuk mengevaluasi iman. Apakah kita termasuk orang-orang yang jika melihat saudaranya disakiti, hanya diam seribu bahasa? Ataukah kita termasuk dalam barisan pembela agama Allah, meski hanya dengan sepotong doa atau sebait tulisan?
Palestina adalah jalan menuju surga, bukan hanya bagi mereka yang gugur di medan juang, tetapi juga bagi kita yang membersamai mereka dari kejauhan. Di saat dunia membisu, kita bisa bersuara. Di saat mereka kelaparan, kita bisa memberi. Di saat mereka kehilangan rumah, kita bisa membantu membangunnya kembali, walau dengan sedikit rezeki. Kita bisa mengetuk pintu langit dengan doa-doa yang tulus, ketika tiada daya upaya yang dapat kita lakukan lagi.
Inilah saatnya kita menghidupkan ruh jihad, bukan dengan senjata, tapi dengan kesungguhan hati untuk membela kebenaran. Belalah Palestina dengan tulisanmu. Berjihad lah dengan lisanmu. Lalu pada hartamu, pergunakanlah untuk membela mereka. Lalu, kita bisa memanjatkan doa-doa untuk saudara Palestina kita. Kita tidak bisa netral dalam konflik ini. Karena dalam konflik antara yang tertindas dan penindas, sikap netral adalah berpihak pada yang menindas.
Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa yang tidak peduli dengan urusan kaum muslimin, maka dia bukan termasuk golongan mereka.” (HR. al-Hakim).
Maka tanyalah pada diri sendiri, apakah kita sudah peduli? Ataukah hati ini telah beku oleh dunia dan lupa akan kesucian ukhuwah?
Hari ini, saudara kita di Palestina tidak menuntut banyak dari kita. Mereka tidak meminta kita hadir secara fisik. Tapi mereka bertanya: “Di mana kalian wahai umat Muhammad? Saat anak-anak kami dibunuh? Saat masjid kami dihancurkan? Saat tanah kami dirampas? Saat kami kelaparan dan kehausan?”
Pertanyaan ini adalah cambuk bagi nurani. Kita harus menjawabnya, bukan dengan kata-kata, tapi dalam aksi nyata. Kita mungkin tak bisa berada di Gaza, tapi kita bisa hadir dalam semangat. Jangan biarkan mereka merasa sendiri. Temani perjuangan mereka, semampu yang kita bisa.
Mari jadikan kepedihan mereka sebagai jembatan menuju rida Allah. Jadikan air mata mereka sebagai penumbuh keimanan kita. Jadikan luka mereka sebagai pengingat bahwa dunia ini penuh ujian, dan hanya dengan peduli kepada sesama mukmin lah kita bisa menegakkan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin.
Palestina, janganlah dilupakan.
Karena ketika kita mengingat dan membersamai kalian dalam doa dan perjuangan, kita sedang berjalan menuju surga bersama. Insyaallah. [Hz]
Kotabumi, 20 Juli 2025
Baca juga:
0 Comments: