Headlines
Loading...
Oleh. Radiyah Ummu Ar-Rafa
(Kontributor SSCQMedia.com)

SSCQMedia.comSaat itu, pada tahun 2003, saya masih duduk di bangku kelas 2 SMA. Ujian semester genap tengah berlangsung. Peristiwa yang begitu memilukan terjadi dalam hidup saya, sebuah peristiwa yang tidak akan terlupakan dalam ingatan, sebab saya kehilangan sosok wanita hebat untuk selama-lamanya. Sungguh, saya sangat menyayangi Mamak, tetapi Allah lebih menyayangi Mamak.

"Allah tidak menguji hamba-Nya di luar dari batas kemampuannya. Ketika Allah memberikan ujian kepadaku dengan kehilangan sosok Mamak, sesungguhnya karena Allah Maha Tahu aku pasti bisa melaluinya." Itulah nasihat yang Ayah berikan untuk saya, kalimat hiburan bagi saya kala itu, karena saya pun belum terlalu memahami hakikat dari semua peristiwa yang terjadi. Kalimat yang bukan hanya sekadar hiburan, tetapi memiliki makna yang mendalam.

Di usia saya yang masih 17 tahun, saya tak lagi merasakan kasih sayang seorang ibu. Tinggallah saya yang rapuh, karena selama ini Mamak-lah yang selalu menguatkan saya. Mamak yang selalu ada dalam suka dan duka. Mamak yang selalu menyiapkan semua urusan saya. Mamak yang telah mengandung dan melahirkan saya, yang telah mencurahkan semua kasih sayang, pengorbanan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk saya. Mamak yang telah berjuang keras demi anak-anaknya. Mamak yang kasih sayangnya selalu ada sepanjang masa. Kini, tinggallah saya dalam kerinduan yang sunyi. Rindu itu berat, Mak!

Setelah Mamak meninggal, belum ada tanda-tanda perubahan dalam diri saya. Saya tetap seperti sebelumnya, yang belum mengamalkan Islam dalam kehidupan sehari-hari. Sampai akhirnya pada tahun 2004, setahun setelah Mamak meninggal, saya menemukan cahaya kebenaran Islam. Ada yang berbeda dari Islam yang selama ini saya pelajari di sekolah. Selama ini yang saya tahu, Islam itu hanya mengatur masalah salat, puasa, zakat, nikah, talak, haji, dan taharah. Ternyata ada Islam yang mengatur masalah yang lain.

Saya pun memutuskan untuk hijrah dari kehidupan yang tidak melaksanakan perintah Allah menjadi seorang hamba yang terus berupaya untuk selalu mengikatkan dirinya pada perintah dan larangan Allah. Alhamdulillah ya Allah... kini saya menemukan jalan kebenaran, Islam yang penuh cahaya terang benderang. Islam, agama yang sempurna, mengatur seluruh aspek kehidupan. Tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Allah, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri dan mengatur hubungan manusia dengan manusia yang lainnya.

Mamak ... alhamdulillah atas izin Allah, si bungsu ini telah menemukan jati dirinya sebagai seorang hamba. Mengenal diri sendiri dengan Islam yang kaffah dan siap untuk menggali potensi dengan segala daya dan upaya. Insya Allah atas izin Allah, akan terus mengukir prestasi di jalan dakwah.

Salah satu motivasi saya ingin hijrah adalah saya ingin menjadi anak yang salihah. Selalu terngiang dalam ingatan saya tentang firman Allah dalam QS. Luqman ayat 14:

وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ

Artinya: "Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu."

Ayah: Guru Kehidupan yang Luar Biasa

Bertahun-tahun saya lalui hidup tanpa Mamak, hanya saya dan Ayah, karena semua kakak dan abang telah menikah. Setelah lulus sekolah, saya pun melanjutkan pendidikan ke Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN-SU). Tahun pertama kuliah, perjalanan saya bolak-balik Tanjung Morawa-Medan. Perjalanan yang cukup membuat lelah, karena aktivitas padat merayap di kampus dari pagi dan tak jarang saya sampai rumah menjelang Magrib atau menjelang Isya. Namun, semua itu saya lalui dengan senang hati demi mengharapkan rida Allah dan rida Ayah.

Di tahun kedua kuliah atau saat semester 3, Ayah pun menyarankan agar saya tinggal di Medan bersama sahabat dakwah. Tinggallah Ayah sendirian di rumah, karena saya pulang hanya sepekan sekali. Sebenarnya sedih melihat Ayah sendirian di rumah. Pernah saya tanyakan pada Ayah, "Apa Ayah tidak kesunyian di rumah sendirian?" Ayah pun menjawab, "Tidak, karena ada Allah dan Al-Qur’an yang selalu menemani Ayah!" Masya Allah, jawaban yang membuat jiwa meleleh, buliran bening tak mampu lagi saya bendung. Mengalir deras di pipi saya.

 Itulah sosok Ayah setelah ditinggal Mamak bertahun-tahun. Ayah selalu tegar walaupun harus sendirian membersamai saya, menemani hari-hari saya sebelum dilamar seorang pria pilihan Allah. Tidak pernah saya melihat Ayah menangis, selain di hari Mamak meninggal dan saat bermunajat pada Allah.

Ayah segalanya bagi saya, tempat saya berbagi cerita. Suka, duka, canda, dan tawa kami lalui bersama. Saya juga tempat cerita bagi Ayah, anak sekaligus teman curhat bagi Ayah. Saling meminta pendapat, berbagi ilmu, tempat diskusi segala hal. Ayah sosok lelaki yang sangat istimewa dalam hidup saya. Ayah adalah guru kehidupan bagi saya. Ayah yang telah memberikan ridanya pada semua aktivitas dakwah dan kuliah saya. Ayah yang setiap doanya menembus langit. Ayah yang selalu ada memberikan motivasi saat onak dan duri menghampiri. Ayah yang selalu mengajarkan semua kebaikan pada saya. Bersyukur pada-Mu ya Allah, Engkau telah menganugerahkan kepadaku sosok Ayah yang luar biasa.

Kehilangan dan Kerinduan

Setahun setelah saya lulus kuliah, tepatnya pada bulan Desember 2009, saya pun menikah dengan seorang pria yang dikenalkan sahabat dakwah, dengan niat menikah di jalan Allah untuk mengokohkan perjuangan dakwah Islam kaffah. Menikah dengan kondisi tidak ada Mamak di sisi saya. Walaupun begitu, saya tetap bersyukur, sebab ada Ayah bersama saya.

Waktu pun berjalan sesuai dengan ketentuan sang Pembuat Aturan. Tepat pada hari Ahad malam, tanggal 4 Februari 2017, Ayah mengembuskan napas terakhirnya. Saat itu, saya diamanahkan oleh Allah memiliki dua orang anak.
Masih terekam erat di ingatan saya. Saat saya mendampingi Ayah di detik-detik sakaratul maut. Saya talkinkan di telinga Ayah kalimat-kalimat tauhid. Membimbing Ayah agar terus mengingat dan melafazkan asma Allah. Beberapa hari sebelum Ayah saya bawa ke RS, Ayah sempat tidur di rumah saya karena kondisi Ayah sedang sakit. Kami pun langsung membawa Ayah berobat. Sudah beberapa hari, tetapi belum ada perkembangan dengan kesehatan Ayah, saya dan suami memutuskan untuk membawa Ayah berobat lagi ke RS pada hari Jumat dan langsung dirawat di RS.

Manusia hanya bisa berusaha dengan sungguh-sungguh, tetapi Allah yang menentukan segalanya. Hari Jumat dibawa ke RS, hari Ahad malam setelah azan Isya, Allah pun memanggil Ayah untuk selamanya.

Ya Allah ..., kini saya kehilangan orang yang kucintai untuk kedua kalinya. Mamak dan Ayah sangat berarti dalam hidup saya. Sosok segalanya bagi saya. Ya Rabb... tidak ada lagi tempat bercerita selain pada-Mu ya Allah. Tidak ada lagi tempat mengadu selain hanya pada-Mu. Semoga hamba mampu menghadapi setiap ujian dari-Mu ya Rabb dengan ikhlas dan sabar.
Mamak, Ayah, sesungguhnya rindu itu sangat berat. Sudah 22 tahun Mamak kembali kepada Allah Swt. dan Ayah sudah 8 tahun pergi untuk selamanya menghadap Allah Swt. 

Hanya keyakinan yang kuat terhadap firman Allah, bahwa Allah tidak akan menguji hamba-Nya di luar dari batas kemampuannya, itulah yang jadi kekuatan bagi diri ini agar bisa menahan rasa rindu yang membuncah.

Walaupun wajah Mamak dan Ayah tak mampu ditatap, raga tak mampu didekap, tetapi doa tulus selalu saya langitkan untuk Mamak dan Ayah tercinta. Merayu Allah agar setiap doa diijabah. Mengumpulkan kita kembali di surga Allah dengan pertemuan yang teramat indah.

 Kini hanya doa yang membuat kita terasa dekat, doa yang membuat kita selalu bersama, doa yang bisa menahan rindu menggebu. Walaupun benar-benar saya sadari bahwa Mak, Yah, rindu itu sangat berat!

Tanjung Morawa, 18 Juli 2025 []

Baca juga:

0 Comments: