Headlines
Error Loading Feed!
Pendukung Pro Syariat Naik. Kamu di Pihak yang Mana?

Pendukung Pro Syariat Naik. Kamu di Pihak yang Mana?


Oleh Siti Aisah, S.Pd.
(Praktisi Pendidikan Kabupaten Subang)

Suasana politik di Indonesia kian memanas. Padahal belum menginjak tahun politik. Survei tentang elektabilitas berbagai partai politik dinilai akan memengaruhi perkembangan politik ke depannya. Salah satunya hasil survei LSI Denny JA yang ditunjukkan ke publik. Pendukung yang pro terhadap syariat Islam terus mengalami kemajuan dari tahun ke tahun jika dibandingkan pada tahun 2017 lalu, yaitu sebesar 12,5 persen. Partai yang berada pada posisi teratas yang mendapatkan dukungan di tempati oleh PKS sebesar 18 persen, lalu PPP mendapatkan dukungan 14 persen. Selanjutnya PKB yang mendapatkan dukungan di populasi pro syariat Islam sebesar 10,2 persen, kemudian PAN yang mendapatkan dukungan 8 persen, dan Gerindra yang mendapatkan dukungan 8 persen. Sedangkan PDIP dan Golkar lebih unggul di populasi yang tidak pro syariat Islam. (cnnindonesia.com, 01/10/2022).

Pernyataan tentang elektabilitas partai politik yang bernuansa islami ini tidak lain karena penduduk Indonesia adalah mayoritas muslim. Hingga tak ayal, prioritas calon pemilih yang 'mementingkan' agama ini tidak bisa disepelekan. Peluang keterpilihan partai ini harus benar-benar diperhitungkan. Bahkan terkadang ada yang sampai adu baliho di jalan-jalan besar. Jika modalnya besar, bisa jadi menggandeng lembaga survei atau memainkan propaganda di berbagai media.  

Dalam menyambut pesta demokrasi mendatang, berbagai usaha dilakukan oleh parpol untuk mendapatkan kursi kekuasaan terdepan. Salah satunya adalah mencari pendukung dari para calon pemilih yang ‘mementingkan’ agama. Lalu menempatkan kader yang terlihat ‘syariah’ agar lebih terpercaya bahwa parpol ini betul-betul islami. Saat suara masih belum memenuhi batas minimal dalam menaiki puncak kekuasaan, maka partai tersebut akan melakukan perhitungan lagi, siapa saja yang akan dijadikan kawan koalisinya. 

Saat-saat menjelang tahun politik akan terlihat berbagai pertemuan-pertemuan kalangan elite politik digelar. Urusan agama, ideologi, visi-misi partai terkadang tidak dilihat lagi. Peristiwa yang identik dilakukan di pasar pun terjadi. Saling tawar-menawar jabatan dan populasi partainya menjadi bahan barteran. Berbagai kemungkinan dalam kalkulasi bagi-bagi kue kekuasaan pun menjadi target utama. Maka tak heran, jika kebijakan partai pusat melakukan oposisi, tetapi di daerah melakukan koalisi. 

Pada dasarnya seseorang yang berpegang teguh kepada Islam, fenomena ini tidaklah begitu aneh. Inilah konsekuensi dari keimanan seseorang. Jadi, selain percaya pada Allah, ia pun harus taat dan patuh pada syariah-Nya. Perlu dipahami, syariah Islam itu tidak bicara soal ritual-ritual peribadatan saja. Tapi menjadikan Islam sebagai sebuah ideologi sistem politik pemerintahan yang mampu memberikan dari solusi atas permasalahan kehidupan dan bernegara.

Inilah yang sering terjadi, politik identitas. Hal ini karena pada kenyataannya menimbulkan berbagai persoalan. Salah satunya dengan memanfaatkan identitas agama sebagai alat politik dalam meraih kekuasaan. Misalnya, tingkah polah para politisi atau parpol ketika masa-masa pemilu yang berpenampilan Islami, agar terkesan sebagai seorang yang mementingkan agama. Tapi pada kenyataannya, tidak sedikit dari mereka saat sudah menjabat, tidak peduli lagi dengan umat Islam, bahkan cenderung menghalang-halangi dan membubarkan pengajian-pengajian.

Semestinya partai pro syariah ini benar-benar memiliki identitas politik Islam. Karena ini akan berpengaruh terhadap aktivitas politik partai tersebut dan menjadi pembeda dengan partai politik lainnya yang memang tidak bernuansa islam. Perlu diketahui Islam sendiri sudah menetapkan bahwa seorang muslim, khususnya politisi ini memiliki identitas Islam. Karena inilah yang akan menjadi pembeda dari yang lain selain Islam.

Khususnya partai politik Islam, yang akan menjadi ciri khasnya adalah Islam sebagai identifikasi politik Islam sebenarnya. Identitas ini antara lain tampak pada asas, visi, misi dan aktivitas partai. Asasnya adalah akidah Islam. Visi dan misinya adalah meraih kemuliaan Islam. Sementara itu, aktivitas partainya tentu harus sejalan dengan syariat Islam.

Terkait hal ini Allah Swt. berfirman, 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” (QS Ali Imran: 102)

Para pendukung yang pro terhadap syariat Islam ini belum seluruhnya paham tentang Islam sebagai sebuah ideologi dan sebagai asas partai. Tidak ada satu pun parpol saat ini yang berkomitmen dalam penerapan syariah kaffah dalam institusi Khil4f4h. Alhasil, terkadang syariah Islam hanya diambil esensinya saja, padahal seharusnya diambil secara substansi.

Pesan penting inilah yang wajib dibagikan partai kepada umat Islam agar turut serta dalam perjuangan politik Islam untuk mewujudkan penerapan syariah. Dengan demikian istilah Islam Rahmatan Lil Alamin bukan lagi isapan jempol belaka. Jangan  sampai terlena dengan hasil survei ini dengan memunculkan isu politik identitas yang keliru. Marilah mulai saat ini umat menyambut seruan amar ma’ruf nahi munkar, serta menyiapkan pemimpin agung yang taat pada Allah dan Rasul-Nya untuk menjalankan syariah kaffah.

Wallahu alam bishshawab

Baca juga:

    0 Comments: