Headlines
Loading...
Generasi Rusak oleh Konten Digital

Generasi Rusak oleh Konten Digital

Oleh: Ani Ummu Zaza
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com — Perkembangan teknologi informasi setiap tahun semakin maju. Generasi tumbuh dan berkembang mengikuti tuntutan zaman digitalisasi. Berselancar di dunia maya bagaikan dua sisi mata uang. Di satu sisi, terdapat dampak positif berupa konten edukatif, menambah informasi, dan memudahkan komunikasi. Namun di sisi lain, konten negatif dapat merusak generasi muda karena mampu memengaruhi cara berpikir, cara bersikap, dan cara menjalani agamanya. Tidak heran jika lahir generasi rapuh, strawberry, split personality, dan sekuler akibat meniru konten kreator idolanya secara membabi buta.

Konten negatif di ruang digital menyasar pengguna internet dari berbagai usia. Menurut data UNICEF, 221 juta orang atau 79,5 persen penduduk Indonesia merupakan pengguna internet, dan 9,17 persen di antaranya berusia 12 tahun. Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 mencatat 39,71 persen anak usia dini telah menggunakan telepon seluler, dan 35,57 persen sudah mengakses internet. Bahkan di wilayah tertinggal, anak usia 13–14 tahun kecanduan media sosial. Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) RI, Meutya Hafid, menunjukkan bahwa 22 persen anak tidak mengikuti aturan orang tua saat beraktivitas di dunia maya, sehingga banyak kasus yang menimpa generasi akibat konten negatif—seperti kecanduan pornografi, judi online, cyberbullying, dan lainnya.

Berdasarkan survei National Center on Missing and Exploited Children (NCMEC), secara global Indonesia menjadi peringkat keempat dan peringkat kedua di ASEAN dalam kasus pornografi anak di ruang digital (komdigi.go.id, 27/2/2025). Selain itu, Indonesia juga menjadi negara dengan jumlah pelaku judi online terbanyak di dunia. Berdasarkan data PPATK, pemain judi online mencapai 4 juta orang, dan 80 ribu di antaranya adalah anak di bawah usia 10 tahun, serta 440 ribu berusia 10–20 tahun. Anak-anak yang terlibat judi online cenderung melakukan tindakan kriminalitas (ppatk.go.id, 26/6/2024).

Penyebab Konten Negatif Merusak Generasi

Ketakwaan individu menjadi benteng terakhir dalam memfilter konten. Ketakwaan tidak lahir secara otomatis, melainkan ditumbuhkan dan dikokohkan oleh para pendidik: orang tua, guru, dan negara. Artinya, kerusakan generasi akibat konten negatif bukan sepenuhnya kesalahan mereka. Banyak orang tua yang abai karena sibuk dengan urusan ekonomi, tidak memahami bahaya konten negatif, serta memberi fasilitas gawai tanpa batasan. Di sisi lain, masyarakat pun cenderung membiarkan generasi menghabiskan waktu bermain gawai, scrolling tanpa tujuan, berjoget lalu mengunggah ke media sosial, atau bermain gim hingga lupa aktivitas bermanfaat.

Satu penyebab utama lainnya adalah negara yang berpaham sekuler: agama hanya ditempatkan dalam ranah ibadah ritual, sementara aktivitas digital bebas dari aturan agama. Negara tidak menyediakan ruang digital yang aman dan edukatif. Walaupun sejak 20 Oktober 2024 hingga 15 Februari 2025 telah dilakukan pemblokiran terhadap 993.114 konten judi online dan ratusan ribu konten pornografi (komdigi.go.id, 27/2/2025), kenyataannya hingga kini kasus-kasus tersebut masih marak. Ini membuktikan negara gagal menjadi penjaga generasi.

Sistem Islam Menjaga Generasi

Islam sebagai agama yang sempurna menempatkan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab penuh atas kebaikan generasi. Rasulullah saw. bersabda:

“Sesungguhnya seorang imam itu laksana perisai.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Khalifah akan menetapkan kebijakan untuk melindungi rakyat dari keburukan di dunia nyata maupun ruang digital. Dalam sistem Islam, keluarga, masyarakat, dan negara berperan sinergis membentuk generasi bertakwa. Orang tua fokus mendidik anak dengan akidah Islam, masyarakat menjadi teladan dan penegak amar makruf nahi mungkar, dan negara menyelenggarakan sistem pendidikan Islam serta komunikasi digital yang aman dan edukatif. Ruang digital akan dipenuhi konten positif dan syiar Islam, sehingga generasi tumbuh cerdas dan berakhlak mulia.

Rasulullah saw. kembali menegaskan:

“Imam/Khalifah itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggung jawab atas gembalaannya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Hanya khilafah yang mampu menjadi junnah (perisai) hakiki bagi generasi dari konten merusak di ruang digital, karena khilafah bertanggung jawab sepenuhnya atas amanahnya. Untuk itu, penting berdoa dan beramal memperjuangkan tegaknya khilafah agar umat terjaga dari kehinaan dunia dan akhirat.

Wallahu a‘lam bish-shawab. [Hz]

Baca juga:

0 Comments: