Headlines
Loading...
Wahai Putraku, Jadilah Pemuda Beriman Pemimpin Peradaban

Wahai Putraku, Jadilah Pemuda Beriman Pemimpin Peradaban

Surat Cinta untuk Putra Keduaku, Husein Habibi

Oleh: Ummu Irul
(Kontributor SSCQMedia.Com)

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Anakku, Habib sayang, bagaimana keadaanmu? Semoga Allah senantiasa melindungi dan memudahkan segala urusanmu. Āmīn.

Anakku, Habib sayang, maafkan umi, ya. Setiap ada kesempatan, umi selalu mengingatkanmu untuk taat kepada Allah dalam segala hal: mencari ilmu Islam yang ideologis, berpakaian syar‘i (menutup aurat) saat keluar rumah, dan sebagainya. Mungkin dalam benakmu muncul protes, “Umi itu kok ngatur terus, sih. Aku kan sudah dewasa, bukan anak-anak lagi yang harus terus dinasihati.”

Nang (panggilan sayang dalam bahasa Jawa untuk anak laki-laki), tidak ada yang lebih membahagiakan bagi seorang ibu selain melihat anak-anaknya taat kepada syariat Allah di mana pun dan kapan pun. Mengapa demikian? Karena Allah telah mewanti-wanti kita dalam ayat cinta-Nya berikut:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara menyeluruh, dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah: 208)

Alhamdulillah, umi bangga padamu. Di usiamu yang sedang pink-pink-nya (remaja menuju dewasa), kamu tidak terjerat godaan yang banyak menimpa sebayamu. Padahal, di usia sepertimu, tidak sedikit yang tergoda oleh rayuan lawan jenis.

Terima kasih, Nang, atas upayamu menjaga pergaulan agar tidak terjerumus dalam hubungan bebas tanpa batas. Kini kamu juga sedang getol-getolnya menjalankan puasa sunah Senin–Kamis, ibadah yang dulu sering umi dan abi ingatkan. Dulu, setiap kali kami semangati, kamu selalu punya alasan. Namun alhamdulillah, kini kamu melakukannya dengan penuh keikhlasan. Umi dan abi sangat bersyukur kepada Allah atas hal itu.

Nang Habib, alhamdulillah pula kamu sudah memahami batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan sejak lama. Mungkin ini buah dari bimbingan para ustaz dan ustazah di pondokmu, tentu juga karena taufik Allah.

Umi jadi teringat waktu kamu masih kelas 2 SMA di sekolah negeri, selepas mondok tiga tahun. Waktu itu umi bertanya, “Nang, bagaimana teman-teman di sekolah umum, khususnya yang perempuan? Aman, kan?” (Maksud umi, kamu sudah paham rambu-rambu pergaulan dalam Islam). Kamu menjawab, “Aman, Mi. Kapan itu ada adik kelas cewek yang WA aku, bilang, ‘Mas, kamu ganteng.’”

Umi langsung kaget dan refleks bertanya, “Terus kamu jawab apa?”
Dengan tenang kamu menjawab, “Langsung saya blokir nomornya, Mi. Tidak saya jawab.”

Masyaallah, to the point banget. Memang laki-laki sejati tidak bertele-tele. Umi sangat bangga padamu, Nang. Pertahankan prinsip itu.

Memang, kamu anak yang kokoh pendirian. Terlihat jelas sifat laki-lakimu, sulit dibelokkan kemauanmu sebelum benar-benar yakin. Masyaallah.

Umi jadi teringat doa umi ketika mengandungmu:
“Ya Allah, jika anak kami laki-laki, jadikan ia seperti Umar bin Khaththab—tegas, kuat, dan ditakuti setan karena ketaatannya kepada-Mu.”

Alhamdulillah, sepertinya doa itu dikabulkan Allah Swt. Kukuh dalam pendirian, kuat fisik, tinggi, dan empati kepada sesama. Umi sangat bersyukur atas karunia itu. Kini umi terus berdoa agar ketaatanmu kepada Allah pun meniru sahabat Nabi tersebut. Āmīn.

Anakku, Habib, seperti harapan umi kepada kakakmu, umi juga berharap kamu mengkaji Islam secara menyeluruh. Jangan puas hanya dengan ibadah mahdhah. Wajib juga menuntut ilmu Islam secara kāffah.

Karena itu, kadang umi dan abi menggunakan kekuasaan orang tua agar kamu hadir di kajian ideologis. Bukan karena paksaan, tapi sebagai upaya agar hatimu terus dibimbing Allah Swt.

Doa yang selalu umi langitkan di setiap kesempatan adalah:
“Ya Allah, jadikan anak-anak kami pejuang syariat dan khilafah yang militan.”

Tak hanya untuk kalian, doa itu juga umi panjatkan untuk seluruh keluarga besar, bahkan untuk seluruh umat Islam agar menjadi pejuang Islam kāffah. Semoga Allah berkenan mengabulkannya. Āmīn.

Anakku, Habib, umi juga berdoa agar cita-citamu tercapai. Kamu pernah berkata, “Kalau nanti punya rezeki melimpah, aku ingin membantu para generasi muda agar bisa terus mencari ilmu setinggi-tingginya. Sekarang banyak teman yang tidak bisa kuliah karena biaya mahal.”

Waktu itu umi menimpali, “Itulah, Nang, buah dari sistem kapitalisme. Kemiskinan makin menganga, rakyat kecil makin sulit mengakses pendidikan. Beasiswa memang ada, tapi tidak untuk semua kalangan. Sangat berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam, setiap orang dijamin bisa menuntut ilmu tanpa biaya di semua jenjang pendidikan.”

Kamu lalu menjawab, “Yo, itu nanti, Mi, kalau khilafah sudah tegak. Kalau belum, ya tetap harus usaha sekarang.”
Umi tersenyum dan berkata, “Betul, tapi jangan terlena. Kita juga harus berjuang agar solusi tuntas itu terwujud.”

Anakku, Habib, sudah dulu ya surat dari umi. Pesan pamungkas dari umi: jadilah pemuda beriman, pemimpin peradaban.

Bagaimana caranya? Dengan mengkaji Islam ideologis, bukan hanya Islam ritual.

Semoga engkau menjadi anak yang bahagia di dunia dan akhirat, serta kita dikumpulkan kembali di jannah-Nya kelak. Āmīn.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Umi yang selalu mendoakanmu.
[Ni]


Baca juga:

0 Comments: