Oleh: Arumintantri
(Kontributor SSCQMedia.Com)
Nak,
Umi akan bercerita kepadamu. Dengarkanlah cerita Umi ini, ya.
🌹 Waktu Kuliah
Ketika kuliah, meski di Bogor hanya sendirian, di kos-kosan banyak teman sehingga rasa sendiri itu tidak ada. Hampir semua teman memiliki nasib yang sama dengan Umi: merantau untuk menuntut ilmu.
Tujuan Umi hanya satu: belajar sebaik mungkin. Tidak pernah terpikir untuk menikah muda, tetapi takdir berkata lain. Umi menemukan jodoh Umi dan menikah dengan abimu. Setelah akad nikah, Umi tidak langsung tinggal bersama Abi karena Abi masih harus menyelesaikan magang. Kami berpisah sementara. Setelah lima bulan barulah Umi pindah ke kontrakan, tinggal bersama Abi, meninggalkan kos-kosan dengan membawa sedikit perabot dapur. Umi memulai hidup baru.
Tinggal di kontrakan hanya bertiga terasa sangat berbeda. Yang awalnya ramai, penuh canda tawa, suara salat berjemaah, belajar bersama teman sekamar—berubah menjadi sepi. Dan ketika belum menikah, Umi bebas ke mana saja tanpa harus izin Abi. Namun setelah menikah, segala sesuatu harus seizin Abi. Perubahan ini membutuhkan adaptasi, belum lagi perbedaan latar belakang Umi dan Abi yang sering membuat hati tidak enak.
Banyak orang bilang kami menikah bermodalkan cinta. Memang betul—cinta karena Allah—dan kami menjalaninya dengan syukur.
🌹 Ujian Pernikahan
Ujian pertama pernikahan Umi dan Abimu adalah ujian ekonomi. Yang awalnya biaya kuliah dan kebutuhan hidup ditanggung orang tua, sejak menikah semuanya dilepas. Kami harus belajar mandiri. Saat itu Abi masih kuliah semester akhir. Satu per satu perhiasan Umi dijual untuk kebutuhan kuliah Abi. Umi ingin menunjukkan kepada keluarga bahwa menikah saat kuliah tidak akan menghambat Abi untuk tetap bisa wisuda. Dan Alhamdulillah, Nak, abimu lulus kuliah.
Ujian kedua adalah ujian kesabaran. Allah memberi Umi suami dengan karakter yang kuat. Sewajarnya setelah lulus kuliah, Umi berharap Abi segera mendapat pekerjaan. Namun Allah berkehendak lain. Abimu tetap diam, tidak bergerak, hampir setiap hari hanya di rumah. Tapi Umi tetap sabar, tetap percaya. Mustahil seorang suami membiarkan istrinya terlantar tanpa nafkah.
Sampai akhirnya Umi dinyatakan hamil. Setelah itu barulah Abi mulai melamar pekerjaan ke dua perusahaan besar dan mendapat tawaran dari guru ngajinya untuk menjadi pengajar di sekolah baru. Abi selalu menolak karena tidak sesuai jurusan yang ia ambil. Hingga akhirnya Umi berkata, “Coba saja dulu, siapa tahu dengan mengajar bisa belajar lebih sabar.”
Dan sejak itu, Nak, Abi berangkat ba’da subuh dan pulang menjelang magrib.
Sejak Abi bekerja, hampir setiap hari Umi sendirian dari pagi sampai sore. Rumah dan kampus menjadi tempat aktivitas Umi.
Sampai akhirnya engkau lahir ke dunia. Engkaulah teman pertama Umi yang selalu menemani Umi ke mana pun.
🌹 Bayi Mungil
Pulang dari klinik bidan hanya bertiga: Umi, Abi, dan Tante. Bayi mungil itu digendong Tante, sementara Umi dipapah Abi. Proses kelahiranmu tidak dihadiri kakek atau nenek karena tempat tinggal mereka jauh dan ada aktivitas yang tidak bisa ditinggalkan.
Dari sinilah awal resmi Umi menjadi seorang ibu. Pengalaman pertama menyusuimu, begadang malam hari, menggendongmu saat menangis, atau ketika Umi lelah meletakkanmu di kaki sambil digoyang-goyang. Bergantian mengganti popok dengan Abi. Engkau benar-benar dirawat dengan kedua tangan kami tanpa campur tangan siapa pun.
Ketika Umi masih masa pemulihan, Abimulah yang mengambil alih tugas rumah: memasak, mencuci, menjemur, menyetrika pakaian, bahkan memandikanmu dan menyiapkan air mandi untuk Umi. Bersyukur sekali Umi memiliki suami yang siaga membantu istri.
Nak…
Walaupun sudah 24 tahun berlalu, masih sangat jelas di ingatan Umi saat mengantar Abi berangkat bekerja. Umi berdiri di depan pintu, menggendongmu, melihat Abi menutup pagar. Berulang kali Abi mencium pipimu, bahkan kadang sudah di depan pagar kembali lagi hanya untuk melihatmu. Kegiatan itu berulang setiap hari. Engkau adalah teman pertama Umi ketika Abi tidak ada di rumah.
Hari-hari Umi dan Abi penuh syukur dan kasih sayang. Semua perhatian tercurah kepadamu, bayi mungil yang mencuri hati kami. Di masa pemulihan, Umi hanya di rumah, tidak melakukan apa pun karena semua kebutuhan sudah dipenuhi Abi.
🌹 Ujian Kesehatan Setelah Melahirkan
Lima hari setelah kelahiranmu, Umi merasakan sakit kepala luar biasa, berkunang-kunang, dan darah nifas mengalir deras. Namun Umi tetap berusaha menjagamu sampai Abi pulang bekerja.
Saat menjelang sore, Umi pergi ke kamar mandi. Namun begitu masuk, Umi merasakan dingin yang sangat kuat dan tiba-tiba jatuh pingsan.
Abi menggendong Umi dengan panik, membawanya ke klinik yang jaraknya hanya beberapa rumah dari kontrakan. Ternyata tensi darah Umi sangat rendah. Umi mengalami bleeding pascapersalinan. Umi harus dikiret untuk membersihkan sisa jaringan plasenta yang menyumbat jalan lahir.
Alhamdulillah, dengan rahmat Allah, Umi selamat dan bisa kembali berkumpul bersamamu. Setelah itu Umi pulang dan aktivitas berjalan seperti biasa.
🌹 Kembali ke Kampus
Setelah sekitar dua minggu beristirahat, Umi kembali kuliah. Dulu ke kampus menggendongmu di dalam perut; kini menggendongmu di luar perut. Banyak mahasiswa melihat Umi menggendong bayi mungil, tetapi Umi tidak malu—justru bangga.
Di kampus, ibu-ibu petugas kebersihan sering membantu menggendongmu ketika Umi harus menemui dosen. Dengan kehadiranmulah urusan kampus menjadi lebih mudah.
Hingga akhirnya Umi lulus kuliah. Saat Umi wisuda, engkau berusia kurang lebih satu bulan.
🌹 Penutup
Anakku, bidadari kecilku…
Harapan terbesar Umi untukmu hanyalah kebaikan. Semoga Allah memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat untukmu. Aamiin.
Terukir kenangan bersamamu, menyusuri jalan kecil sepanjang Cibanteng, kampus dalam IPB.
Kota Hujan, 2001
Baca juga:
0 Comments: