Headlines
Loading...
Gen Z Rendah Literasi Migrasi, Ancaman TPPO Menanti

Gen Z Rendah Literasi Migrasi, Ancaman TPPO Menanti

Oleh: Alfi Ummuarifah
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Entah karena terlalu banyak masalah, tidak sempat, atau kebingungan, penguasa dan negara hari ini tampak kewalahan menghadapi kasus yang tak pernah diduga. Beberapa hari terakhir, publik dihebohkan oleh temuan generasi Z yang terlibat dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Kamboja. Ironisnya, ada yang bahkan merupakan lulusan program magister. Rendahnya literasi digital terkait keamanan migrasi menjadi penyebab utama maraknya kasus ini (Kompas.com, 21 Oktober 2025).

Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, meminta Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) memetakan negara-negara berisiko tinggi terhadap TPPO. Ia juga mendorong para diplomat RI agar lebih aktif menjalin kerja sama dengan otoritas lokal dan meningkatkan edukasi publik terkait keamanan migrasi serta literasi digital.

Fenomena ini menunjukkan lemahnya peran negara dalam melindungi warganya. Banyaknya kasus pemulangan korban TPPO beberapa waktu terakhir menjadi bukti bahwa status dan martabat negeri ini di mata dunia semakin menurun.

Pemerintah seharusnya gencar mengampanyekan bahaya TPPO di ruang-ruang digital—tempat operasi sindikat kejahatan transnasional, termasuk media sosial dan platform rekrutmen daring. Kemenlu juga perlu berkoordinasi lintas kementerian untuk menindak jaringan pelaku di dalam negeri. Penegakan hukum menjadi penting untuk melindungi masyarakat dari kejahatan lintas negara.

Sudah saatnya dibentuk satuan tugas khusus berbasis digital dengan dukungan teknologi, intelijen, dan kerja sama internasional guna membongkar jaringan TPPO. Negara tidak boleh berdiam diri terhadap kasus yang terus berulang, di mana banyak korban pulang tanpa nyawa, bahkan dengan organ tubuh yang hilang.

Seluruh institusi terkait harus mengawasi dan mengadvokasi kasus TPPO agar Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri benar-benar terlindungi. Hilangnya satu nyawa sama artinya dengan hilangnya kehormatan bangsa.

Abainya penguasa dalam menangani TPPO berakar dari banyak faktor, namun bermuara pada satu hal: sistem bernegara kapitalis-sekuler. Sistem ini menjadikan negara sekadar fasilitator kepentingan kapital, bukan pelindung rakyat. Perusahaan yang merekrut tenaga kerja ke luar negeri dibiarkan tanpa pengawasan ketat karena negara dianggap tak boleh ikut campur. Negara hanya berperan sebagai regulator.

Selain itu, sempitnya lapangan pekerjaan di dalam negeri membuat generasi Z tergiur bekerja di luar negeri, meski minim literasi digital dan migrasi. Negara pun belum optimal mengedukasi masyarakat serta mengawasi transaksi daring yang berkaitan dengan pekerjaan luar negeri.

Kini, negara tampak minimalis memantau keamanan warganya di luar negeri. Penguasa seolah tenggelam dalam berbagai persoalan tanpa arah penyelesaian yang jelas. Akibatnya, masyarakat berjuang sendiri tanpa jaminan keamanan jiwa maupun raga.

Padahal, dalam pandangan Islam, pemimpin adalah pengurus urusan rakyat. Konsep ini dicontohkan oleh Nabi saw. dan para khalifah. Dalam sistem Islam, negara menjamin keamanan satu nyawa pun, karena hilangnya satu nyawa sama dengan hilangnya seluruh manusia di bumi.

Negara tidak boleh membuka peluang sekecil apa pun terhadap hilangnya nyawa. Keselamatan warga adalah amanah Allah Swt. Jika amanah itu diabaikan, penguasa akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat dengan hukuman yang pedih.

Lalu bagaimana syariat Islam mengatasi TPPO? Pertama, Islam menetapkan keamanan sebagai kebutuhan publik. Negara wajib menjamin perlindungan setiap warga di mana pun mereka berada. Bila suatu daerah berisiko tinggi, negara melarang warganya mencari pekerjaan di sana. Berlaku kaidah laa dharar wa laa dhiraar — tidak boleh menimbulkan bahaya bagi diri sendiri maupun orang lain.

Kedua, negara wajib menyediakan lapangan kerja luas di dalam negeri dengan upah layak. Sumber pembiayaan berasal dari pos-pos pemasukan negara yang halal dan beragam, bukan hanya pajak atau devisa. Dengan begitu, rakyat tidak tergiur bekerja di luar negeri, bahkan masyarakat luar negeri akan tertarik pindah karena kesejahteraan di negara Islam.

Mekanisme ini terbukti selama 13 abad diterapkan oleh Khilafah Islamiyah yang menyejahterakan rakyatnya. Maka, tidak ada solusi lain bagi negeri ini kecuali menerapkan syariat Islam secara kaffah, agar generasi Z menjadi generasi cemerlang dan gemilang, baik fisik maupun psikis.

Wallahualam bissawab. [Ni]


Baca juga:

0 Comments: