Headlines
Loading...
Proyek Waste to Energy: Solusi atau Sekadar Tambal Sulam?

Proyek Waste to Energy: Solusi atau Sekadar Tambal Sulam?

Oleh: Ummu Fahhala
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Komisi I DPRD Provinsi Jawa Barat mengapresiasi sekaligus mendorong langkah Pemprov Jabar terkait konsep aglomerasi untuk proyek Waste To Energy (WTE) di Sarimukti, Kabupaten Bandung Barat. Proyek ini diharapkan mampu mengurangi volume sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan menjadi solusi berkelanjutan bagi penanganan limbah di wilayah Bandung Raya.

Namun, DPRD juga menegaskan sikap tegas: bila hingga Desember 2025 tidak ada progres nyata, maka akan direkomendasikan pemutusan kontrak perizinan. Gubernur pun akan melakukan kerja sama lanjutan dengan pihak Danantara. (Jabar.inews.id, 16/10/2025)

Langkah ini layak diapresiasi. Namun, proyek WTE bukan sekadar urusan teknologi pengolah sampah menjadi energi. Lebih jauh, ini merupakan ujian keseriusan pemerintah dalam mengelola krisis lingkungan yang kian akut.

Menurut Mohamad Bijaksana Junerosano, CEO dan Founder Waste4Change, beragam persoalan masih membayangi upaya pengelolaan sampah di Indonesia, mulai dari keterbatasan anggaran hingga lemahnya penegakan hukum terhadap kebijakan lingkungan yang telah ditetapkan. (Lestari.kompas.com, 22/10/2024)

Tambal Sulam Penanganan Sampah ala Kapitalisme

Sayangnya, banyak proyek pengelolaan sampah di negeri ini lahir dari semangat pragmatis dan aroma investasi asing. Negara hanya berperan sebagai fasilitator, bukan pengurus sejati rakyatnya. Ketika fasilitas publik dibiayai oleh modal asing, arah kebijakan kerap tersandera kepentingan pemilik modal. Akibatnya, rakyat kembali menjadi korban.

Sampah menumpuk, tetapi penegakan hukum lemah. Anggaran pengelolaan pun minim. Ironisnya, Indonesia masih mengimpor bahan baku kertas dan plastik sebanyak 3,43 juta ton per tahun, sementara tumpukan limbah domestik kian tak terurus. Bahkan, salah satu pabrik daur ulang di Indonesia mengimpor 4.000 ton sampah plastik per bulan dari Amerika Serikat. Tak heran bila Indonesia menempati posisi kedua penghasil sampah plastik terbesar di dunia.

Ini bukan sekadar persoalan teknis, melainkan bukti gagalnya sistem kapitalisme yang mengukur semua hal dengan nilai ekonomi, bukan nilai kehidupan.

Jurnalis Dandy Laksono pernah menyebut dua langkah penting untuk menekan krisis sampah: perubahan budaya dan keberanian politik. Edukasi publik penting, tetapi tanpa kebijakan struktural yang tegas, dampaknya akan kecil. Sayangnya, negara sering menutup mata terhadap perilaku korporasi besar yang menjadi sumber utama limbah. Pemerintah lebih memilih pendekatan bisnis ketimbang kebijakan sosial. Akibatnya, rakyat harus menanggung beban dari sistem yang tidak berpihak kepada mereka.

Dalam sistem kapitalisme demokrasi, negara berubah menjadi regulator dan fasilitator bagi para investor. Tujuan melayani rakyat tergeser oleh orientasi keuntungan. Pemerintah daerah berlomba mencari mitra asing demi proyek besar, padahal yang dibutuhkan rakyat adalah kebijakan sederhana: pengelolaan sampah yang adil, transparan, dan mandiri.

Inilah wajah kapitalisme yang membiarkan bumi rusak demi angka pertumbuhan ekonomi.

Solusi Holistik dari Pandangan Islam

Islam memiliki pendekatan yang sangat berbeda. Dalam pandangan Islam, negara wajib menjadi ra‘in (pengurus) dan mas’ul (penanggung jawab) bagi rakyat.

Rasulullah saw. bersabda:

“Imam (pemimpin) adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Sistem Islam menempatkan negara sebagai pelindung, bukan makelar investasi. Dalam Khilafah, pengelolaan lingkungan menjadi tanggung jawab penuh negara karena menyangkut kemaslahatan umum. Negara wajib mengedukasi masyarakat tentang bahaya limbah, mendanai riset teknologi pengolahan sampah yang ramah lingkungan, serta memastikan industri berjalan sesuai syariat.

Dalam sistem Khilafah, pengelolaan lingkungan tidak hanya menjadi urusan teknis, tetapi juga bagian dari tanggung jawab syar‘i untuk menjaga amanah bumi. Karena itu, Khilafah akan mengambil langkah nyata dan strategis dalam mengatasi persoalan sampah dan limbah, seperti mengembangkan riset dan inovasi untuk menemukan kemasan alternatif yang ramah lingkungan, mendanai penuh proyek daur ulang tanpa ketergantungan pada investor asing, memastikan limbah yang tidak dapat didaur ulang diproses dengan aman sebelum dibuang, serta membentuk tim ilmuwan untuk membersihkan dan mengelola limbah berbahaya secara efektif.

Islam juga menegaskan larangan merusak bumi. Allah Swt. berfirman:

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
(QS. Ar-Rum [30]: 41)

Penutup

Sistem kapitalisme terbukti gagal melindungi bumi dan manusia. Ia hanya mengejar keuntungan, bukan keberkahan. Islam justru menempatkan pengelolaan alam sebagai bentuk ibadah, bukan bisnis. Negara yang berpijak pada syariat akan menolak segala bentuk eksploitasi terhadap rakyat dan lingkungannya.

Sudah saatnya negeri ini berani mengambil langkah berdaulat—berhenti menjadi fasilitator kepentingan modal dan mulai menjadi pengurus sejati umat.

Ya Allah, karuniakanlah kepada negeri ini pemimpin yang amanah dan sistem yang berpihak pada rahmat-Mu, agar bumi dan manusia kembali hidup dalam keseimbangan dan keberkahan.

[US]


Baca juga:

0 Comments: