Headlines
Loading...

Oleh: Neni Arini
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Dalam perjalanan hidup ini, kita sering kali mencari makna dan tujuan hidup. Untuk apa kita diciptakan oleh Allah? Apa yang harus kita lakukan selama hidup? Dan akan pergi ke mana setelah meninggal dunia?

Tiga pertanyaan tersebut tak pernah aku dapatkan jawabannya, sampai suatu ketika aku diajak oleh teman untuk belajar mengkaji Islam. Di sinilah hati mulai terbuka, kepala mulai berpikir, bahwa sesungguhnya keberadaanku di dunia ini ada yang menciptakan, yaitu Allah sebagai Al-Khaliq.

Allah berfirman dalam Surah Al-Mu’minun ayat 14:

“Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami menjadikannya suatu makhluk yang lain. Maka Mahasuci Allah, Pencipta yang Paling Baik.”

Ayat ini menjelaskan tahapan penciptaan manusia, dari segumpal air mani hingga menjadi makhluk yang sempurna setelah ditiupkan ruh. Proses ini meliputi perkembangan dari air mani, menjadi segumpal darah, lalu menjadi segumpal daging, pembentukan tulang, dan pembungkusan tulang dengan daging sebelum akhirnya menjadi makhluk hidup dengan bentuk sempurna.

Ayat ini mengingatkan betapa kecilnya diri, lemah, dan terbatas, sekaligus menegaskan bahwa aku hanyalah hamba yang diciptakan oleh Sang Pemilik alam. Ya Allah, betapa kecilnya diri ini, sehingga tak pantas berbuat sombong, tak pantas merasa hebat, dan tak pantas jika aku tak bersyukur atas kesempurnaan ciptaan-Mu.

Keterbatasan diri adalah keniscayaan hidup manusia. Sering kali manusia sulit menyadari kebaikan Allah Swt. apabila tidak berhasil mewujudkan tujuannya. Sebab utamanya adalah karena manusia tidak mampu memahami hakikat keterbatasan diri dan hakikat kelebihan diri.

Ketika manusia diciptakan ke dunia ini, tentu ada tujuan yang ingin Allah berikan bagi hamba-Nya. Seperti firman-Nya:

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”
(QS. Adz-Dzariyat [51]: 56)

Jadi, Allah tidak membiarkan kita begitu saja. Allah tidak hanya memerintahkan kita untuk makan, minum, beristirahat, atau bekerja demi keberlangsungan hidup. Ingatlah, bukan hanya untuk itu Allah menciptakan kita. Ada tujuan besar di balik semua itu, yaitu agar setiap hamba dapat beribadah kepada-Nya.

Segala amal yang kita lakukan bernilai ibadah apabila diniatkan karena Allah. Dalam ibadah terkandung unsur mengenal, mencintai, dan tunduk kepada-Nya, melakukan segala yang Allah cintai dan ridhai serta menjauhi segala larangan-Nya. Semua itu bermuara pada hati, berupa keimanan, kecintaan, rasa takut, taubat, tawakal, dan keridaan terhadap hukum-Nya.

Kita salat, berzikir, berdoa, dan membaca Al-Qur’an, semua dalam rangka beribadah kepada Allah. Apa pun peran kita hari ini, semuanya bermuara pada ibadah kepada-Nya. Tak satu pun aktivitas duniawi yang seharusnya terlepas dari tujuan beribadah.

Agar setiap ibadah bernilai pahala di sisi Allah Swt., tidak cukup hanya dengan keikhlasan. Aktivitas itu juga harus dilakukan dengan cara yang benar, sesuai tuntunan syariat. Dan agar ibadah benar, salah satu jalannya adalah dengan terus mengkaji dan memperdalam ilmu Islam.

Betapa sempurnanya Al-Qur’an yang telah memberikan petunjuk kehidupan dan solusi atas segala problematika hidup serta keterbatasan manusia.

Andai Al-Qur’an tidak sampai kepada umat Rasulullah, tentulah kita kehilangan panduan untuk menjalani kehidupan. Tanpa Al-Qur’an, betapa sulitnya mencari rujukan kebenaran. Tanpa Al-Qur’an, ibadah tak bisa benar; tanpa Al-Qur’an, penghambaan bisa keliru; tanpa Al-Qur’an, kehidupan bisa kacau.

Kini, meski Al-Qur’an hadir secara nyata, sayangnya tidak semua menjadikannya pedoman di setiap lini kehidupan. Andai Al-Qur’an dijadikan pijakan hidup secara menyeluruh, niscaya hidup kita akan lebih sejahtera dan tenang—buah dari kebahagiaan hakiki.

Aku baru tersadar di usia yang tak muda lagi, bahwa kita diciptakan untuk beribadah kepada-Nya. Dulu, tak pernah tahu hidup ini untuk apa. Semua mengalir tanpa arah yang pasti, karena tidak ada tujuan yang jelas. Hidup pun dijalani sesuka hati.

Sesungguhnya, beribadah adalah cara mempersiapkan diri menghadapi kehidupan akhirat dengan harapan meraih surga dan keselamatan. Ibadah adalah bentuk rasa syukur atas segala nikmat yang telah Allah Swt. berikan—nikmat yang tak terhitung jumlahnya.

Betapa besar kuasa Allah, hingga tak ada celah sedikit pun untuk mengingkari keberadaan-Nya. Bumi yang terhampar luas menjadi bukti kesempurnaan ciptaan-Nya. Keterhamparan bumi menjadikannya mudah dan nyaman untuk dihuni manusia, layaknya kasur yang terbentang luas. Seandainya Allah mencabut kenikmatan ini, niscaya manusia akan kesulitan hidup.

Ketika kesempurnaan nikmat Allah dapat dirasakan, kita akan memperoleh ketulusan dan ketenangan jiwa dalam beribadah, baik dalam keadaan lapang maupun sempit.

Waktu yang Allah berikan di dunia sangat berharga. Bagi orang beriman, waktu ibarat pedang bermata dua: bisa digunakan untuk menebas musuh, atau justru melukai diri sendiri. Bukan salah waktunya, tetapi salah manusia yang tidak pandai memanfaatkannya untuk kebaikan.

Dengan memahami makna dalam Surah Adz-Dzariyat ayat 56, kita tahu bahwa ibadah kepada Allah adalah tujuan hidup. Hidup bukan sekadar mengumpulkan harta, mengejar kesenangan dunia, atau menjual agama demi keuntungan sesaat. Hidup adalah ujian dari Allah—apakah kita patuh kepada-Nya atau membangkang. Semua tergantung pilihan kita.

Ibadah kepada Allah adalah sumber kebahagiaan sejati. Kebahagiaan yang abadi di akhirat kelak.

Terima kasih, ya Allah, atas kesempatan hidup dan belajar mengenal Islam. Engkau tunjukkan arah tujuan hidup ini, membekali dengan ilmu dan keimanan. Semoga diri ini terus berproses menjalankan perintah-Mu, menjauhi larangan-Mu, dan menyadari bahwa diri ini jauh dari sempurna, penuh dosa dan khilaf.

Namun, dengan memaknai hidup—dari mana, untuk apa, dan ke mana akan kembali—semoga aku menjadi hamba yang lebih baik dan mampu menyiapkan bekal untuk akhirat, tempat berpulang yang abadi.

Wallahualam bissawab.
[Ni]

Baca juga:

0 Comments: