Headlines
Loading...
Tercabiknya Dunia Islam Tatkala Sayap Pelindung Itu Hilang

Tercabiknya Dunia Islam Tatkala Sayap Pelindung Itu Hilang

Oleh: Pudji Arijanti
(Pegiat Literasi untuk Peradaban)

SSCQMedia.Com—Dunia Islam kembali dilanda prahara. Kali ini krisis di Sudan telah menyebabkan bencana kemanusiaan besar-besaran dengan dampak yang sangat parah bagi penduduknya. Lebih dari 12,4 juta orang dikabarkan mengungsi, termasuk 3,3 juta yang melarikan diri ke negara-negara tetangga. Situasi semakin memprihatinkan dengan laporan pembunuhan massal dan pemerkosaan yang terus terjadi, terutama di wilayah Darfur.

Sudan memiliki potensi besar dengan sumber daya alam yang melimpah, termasuk minyak, gas, dan emas. Namun, sejarah konflik antaretnis yang panjang menyebabkan ketidakstabilan politik dan pengelolaan sumber daya yang tidak efektif, hingga menimbulkan kemiskinan serta krisis kemanusiaan berkepanjangan.
(Minanews.net, 5 November 2025)

Sudan Disetel Konflik

Konflik di Sudan sebenarnya telah berlangsung lama. Hal ini berkaitan dengan kekayaan alamnya yang melimpah ruah, yang dirampas oleh negara-negara adidaya seperti Amerika Serikat dan Inggris dengan melibatkan negara-negara boneka, termasuk entitas Zionis dan Uni Emirat Arab. Amerika Serikat dan Inggris sejak lama menjadikan Sudan sebagai bagian dari proyek pengendalian Afrika. Dengan cara ini, Barat dapat mengontrol jalur ekonomi dan menjarah sumber daya alam Sudan.

Sementara itu, keterlibatan negara boneka seperti Uni Emirat Arab dan entitas Zionis dilakukan demi kepentingan Proyek Timur Tengah Baru. Sesungguhnya, lembaga-lembaga dan aturan internasional yang lahir pasca Perang Dunia II, mulai dari PBB, IMF, Bank Dunia, hingga Dewan Keamanan, dibuat untuk melanggengkan hegemoni negara-negara adidaya terhadap negeri-negeri Muslim.

Dengan dalih perdamaian, demokrasi, atau pembangunan, lembaga-lembaga ini justru menjadi alat legitimasi penjajahan gaya baru. Mereka memaksa negara-negara lemah tunduk pada sistem yang mereka rancang sendiri, cukup melalui regulasi global, utang berbasis riba, dan propaganda yang mengikat bangsa-bangsa dalam sistem yang menindas.

Sudan yang kaya sumber daya alam justru menjadi objek permainan negara-negara besar. Dengan kekayaan emas, minyak, dan lahan subur, seharusnya Sudan dapat makmur dan berdaulat. Namun, negara-negara imperialisme menjajah dengan cara mengatur politik, militer, dan ekonomi. Mereka mengadu domba antaretnis agar perang saudara tetap berkecamuk. Tujuannya tak lain agar negeri ini tetap berada dalam kendali kekuatan tamak.

Bisa jadi, ada kelompok dakwah di Sudan yang menyeru agar menolak sistem yang didominasi Barat. Namun, segera saja label konflik etnis, pelanggaran HAM, atau ancaman stabilitas disematkan kepada mereka. Akibatnya, bertahun-tahun negeri Sudan dan negeri-negeri Muslim lainnya belum merasakan kemakmuran, keadilan, dan kedamaian, bahkan belum diperlakukan secara manusiawi.

Saatnya Umat Bangkit

Solusi bagi Sudan dan seluruh negeri Muslim yang tertindas tidak akan lahir dari lobi politik atau campur tangan lembaga internasional. Umat harus mampu berpikir dan membaca seluruh problem dunia dengan kacamata ideologis. Sesungguhnya, konflik dan krisis yang menimpa negeri-negeri Muslim merupakan bagian dari perang peradaban antara Islam dan ideologi buatan manusia.

Selama umat masih berpikir dalam kerangka nasionalisme dan kepentingan pragmatis, penjajahan akan terus berulang dalam bentuk yang berbeda. Karena itu, kebangkitan Sudan dan dunia Islam hanya akan terwujud jika umat kembali kepada Islam sebagai sistem kehidupan yang menyeluruh. Islam harus menjadi dasar penataan politik, ekonomi, dan pertahanan berdasarkan wahyu, bukan kepentingan kapital.

Saat Islam ditegakkan sebagai ideologi yang memimpin peradaban, kekayaan negeri ini akan menjadi berkah bagi seluruh manusia. Umat harus membangun kesadaran politik dan ideologinya agar mampu membaca problem dunia melalui kacamata Islam, serta menyadari bahwa konflik yang terjadi merupakan bagian dari perang peradaban antara Islam dan ideologi non-Islam.

Selama umat masih terkungkung dalam sekat nasionalisme dan berpikir pragmatis, penjajahan terhadap negeri-negeri Muslim akan terus berlangsung. Umat harus menyadari bahwa hanya sistem Islam, yaitu Khilafah, yang dapat menjadi harapan paripurna dalam menyelesaikan berbagai krisis di bidang politik, ekonomi, sosial, dan kemanusiaan.

Sistem ini bukan sekadar bentuk pemerintahan, melainkan tatanan kehidupan yang bersumber dari wahyu. Ia mampu menegakkan keadilan, menjaga kemuliaan manusia, dan menghadirkan rahmat bagi seluruh alam. Kesadaran ini harus menumbuhkan dorongan keimanan sehingga umat termotivasi untuk turut berjuang menegakkan kembali Khilafah, bukan karena ambisi politik atau romantisme sejarah, tetapi karena ketaatan kepada perintah Allah dan kerinduan pada tatanan dunia yang diatur oleh hukum-Nya.

Hanya dengan itulah peradaban yang adil, damai, dan penuh keberkahan dapat terwujud. Sesungguhnya, persatuan negeri-negeri Muslim di bawah naungan Khilafah adalah sebuah keniscayaan. Dengan persatuan ideologis dan politik yang berlandaskan Islam, umat dapat melawan hegemoni negara-negara kafir Barat yang selama ini menjerat dengan perang proksi dan utang ribawi.

Perpecahan yang ditanamkan oleh sistem sekuler telah membuat umat Islam kehilangan kekuatan dan arah perjuangan, hingga mudah dikendalikan oleh kekuatan asing. Khilafah bukan sekadar simbol politik, melainkan wadah persatuan dan pelindung bagi seluruh kaum Muslim. Di bawah sistem ini, potensi besar umat, baik sumber daya alam, manusia, maupun penjagaan tauhid, akan dikelola untuk kemaslahatan bersama, bukan untuk kepentingan asing.

Saat itulah penjajahan akan berakhir, dan rahmat Islam kembali menaungi dunia.
Wallahualam bissawab. [My]

Baca juga:

0 Comments: