Headlines
Loading...

Oleh: Ummi Fatih
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Wilayah padang pasir umumnya dikenal sebagai daerah bersuhu tinggi. Jarang turun hujan dan sumber air sangat terbatas. Tak banyak pohon rindang yang tumbuh sehingga suasananya kering dan panas; membuat tubuh mudah berkeringat dan cepat haus.

Namun demikian, pergantian empat musim tetap berlaku di sana: musim gugur, musim semi, musim panas, dan musim dingin. Perubahan musim tersebut membawa suasana cuaca yang sangat berbeda.

Sebagaimana ketika musim panas panjang berganti menjadi musim dingin. Terik matahari tertutup awan mendung tebal pembawa hujan. Akibatnya, kondisi fisik masyarakat seringkali terganggu dan mudah jatuh sakit.

Jika demikian, bagaimanakah keadaan saudara-saudara kita di Palestina? Apakah negeri yang baru saja disebut merdeka melalui solusi dua negara itu sudah mampu hidup tenang dan nyaman di tengah pergantian musim saat ini?

Mengintip Palestina

Kondisi Palestina justru semakin memprihatinkan di saat pergantian musim tahun 2025 ini. Ketika bangunan-bangunan rumah telah runtuh akibat serangan pasukan Zionis, kini banjir juga melanda lokasi pengungsian.

Banyak tenda pengungsian tidak lagi berfungsi karena rusak diterpa angin dan hujan musim dingin. Menurut cuplikan berita dari aa.com, seorang ayah di Gaza kini kebingungan mencari tempat tinggal. Putrinya yang mengidap kanker semakin menderita karena tenda darurat mereka ambruk. Mereka terpaksa berada di tengah jalan dengan tubuh menggigil dalam terpaan angin kencang.

Dalam cuplikan yang sama, seorang lelaki lanjut usia mengaku tendanya dipenuhi air; ia tetap harus tidur di atas alas yang basah. (14/11/2025)

Sayangnya, meski kondisi Palestina sangat memprihatinkan, kekejaman Zionis Israel belum juga berhenti. Walaupun solusi dua negara telah disepakati dunia, rakyat Palestina tetap belum merasakan kemerdekaan. Gencatan senjata dengan Hamas sejak 10 Oktober lalu pun tidak berarti, karena Israel kembali berkhianat tanpa rasa malu.

Serangan masih berlangsung setiap hari, blokade tetap diberlakukan, dan bantuan kemanusiaan tidak dapat masuk untuk meringankan penderitaan rakyat Palestina.

Jika demikian, harusnya kita bertanya: benarkah solusi dua negara dan gencatan senjata merupakan jalan keluar? Bukankah semua itu hanya hipnosis publik? Dunia dipaksa diam, dibuat tenang agar tidak lagi memprotes kekejaman Zionis.

Jika ditelusuri lebih dalam, peperangan antara Israel dan Palestina sesungguhnya hanyalah permainan politik. Masyarakat dunia dibuat marah dan panik agar akhirnya menyetujui rencana Amerika yang seolah baik, padahal amat licik.

Jika Israel beralasan datang ke Palestina demi kembali ke tanah nenek moyang mereka, perlu diketahui bahwa dahulu Palestina adalah wilayah resmi negara Khilafah Islam. Maka, jika hanya ingin berziarah, itu sudah cukup—bukan menjajah dan melakukan genosida yang melanggar kemanusiaan.

Campur tangan Barat sejak dulu tidak lain adalah hegemoni kekuasaan. Ketika Inggris menjadi negara adidaya usai Perang Dunia I, ia mengusulkan solusi dua negara melalui Deklarasi Balfour agar tampak bijaksana. Ketika Amerika menggantikan posisi Inggris, kampanye solusi dua negara kembali dilanjutkan demi tujuan yang sama: menjajah negeri-negeri Islam dan menguasai sumber daya alamnya melalui para pemimpin boneka.

Tidak heran, Amerika selalu bersikap munafik. Dalam politik seolah menjadi penengah, tetapi dalam militer menjadi pendukung penjajah.

Membuka Petunjuk Islam

Persoalan Palestina tidak akan selesai jika persatuan negeri-negeri Islam tidak kembali terikat dalam satu kepemimpinan. Perpecahan umat Islam terjadi sejak runtuhnya negara Khilafah; para penjajah kemudian membagi-bagi wilayah dan menguasai kekayaan alamnya serta menyebarkan pola pikir sekuler dan kapitalisme sesat.

Karenanya, keberadaan Khilafah adalah kebutuhan mendesak. Dengan Khilafah, seluruh perintah Allah Swt. dapat diberlakukan, dan persaudaraan sejati akan menjadi benteng kehidupan penuh keberkahan. Sebagaimana firman Allah Swt.:

“Sesungguhnya kaum mukmin itu bersaudara, maka perbaikilah hubungan antar saudara kalian. Bertakwalah kepada Allah, agar kalian dirahmati.”
(QS. Al-Hujurat: 10)

Prajurit Islam bukan hanya lelaki tentara bersenjata, tetapi seluruh laki-laki baligh yang wajib berjihad tanpa takut kehilangan nyawa. Musuh akan kesulitan menyerang ketika umat Islam sadar dan tidak lagi tertipu oleh makar mereka. Umat akan fokus beribadah dan mencari ridha Allah Swt. dalam naungan satu pemimpin bertakwa.

Sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS. an-Nisa ayat 89:

“Mereka sangat menginginkan agar kalian kafir sebagaimana mereka telah kafir, sehingga kalian menjadi sama. Maka janganlah menjadikan mereka sebagai penolong sampai mereka berhijrah menuju jalan Allah Swt. Jika mereka berpaling, tawanlah dan bunuhlah mereka di mana pun kalian menjumpai mereka, dan janganlah menjadikan mereka sebagai penolong dan pelindung.”

Akhirnya, kita memahami bahwa kebutuhan pertolongan bukan hanya untuk Palestina yang tengah menderita. Pertolongan juga harus diberikan kepada seluruh umat Islam agar kembali pada jalan persatuan yang hakiki. Saatnya bersatu dalam tiang Islam, dalam satu ikatan yang dirahmati Allah Swt. [Hz]


Baca juga:

0 Comments: