Headlines
Loading...
Stimulus Ekonomi, Harapan Semu di Tengah Derita

Stimulus Ekonomi, Harapan Semu di Tengah Derita

Oleh: Nenah Nursa'adah
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengumumkan bahwa pemerintah memberikan paket stimulus ekonomi dengan menambah jumlah penerima bantuan langsung tunai (BLT), termasuk peserta program magang nasional yang mulai bekerja bulan ini.

Menko Airlangga yang mewakili Presiden Prabowo Subianto merinci bahwa Presiden Prabowo menambah jumlah penerima BLT sebanyak dua kali lipat menjadi 35.046.783 keluarga penerima manfaat (KPM) pada Oktober, November, dan Desember 2025.

Selain itu, pemerintah juga telah membuka program magang nasional dengan gelombang pertama sebanyak 20 ribu orang yang mulai bekerja pada 20 Oktober mendatang.

Pemerintah akan menambah jumlah peserta pada November sebesar 80 ribu orang, sehingga totalnya menjadi 100 ribu peserta yang diberikan uang saku per bulan serta iuran untuk Jaminan Kehilangan Kerja dan Jaminan Kematian (ANTARA, 17/10/2025).

Pemerintah memang memberikan stimulus ekonomi, seperti BLT dan program magang nasional, sebagai bagian dari program quick win, yaitu langkah cepat untuk memberikan manfaat langsung kepada masyarakat. Namun, kebijakan tersebut tidak menyelesaikan masalah ekonomi yang membuat kemiskinan dan pengangguran terus bertambah.

Kemiskinan bukan sekadar permasalahan tahunan yang dapat teratasi secara tuntas dengan pemberian BLT, Program Keluarga Harapan (PKH), atau program sejenis. Kemiskinan bukan pilihan hidup yang disengaja, tetapi masyarakat dimiskinkan secara sistemis. Pendapatan masyarakat tidak bertambah, tetapi harga kebutuhan pangan dan tarif layanan publik selalu mengalami kenaikan.

Bagaimana masyarakat dapat hidup sejahtera dan berkecukupan jika harga kebutuhan pokok dan tarif layanan publik terus naik signifikan? Keberadaan bantuan sosial hanyalah seperti pereda nyeri sesaat, bukan solusi jangka panjang. Masalah utamanya terletak pada kebijakan negara yang tidak melakukan riayah dengan benar.

Kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat ini lahir dari paradigma ideologi kapitalisme yang memberikan kebebasan individu untuk menguasai hajat publik, seperti layanan kesehatan, pendidikan, industri pangan, dan distribusinya. Negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator bagi kepentingan korporasi atau kapitalis. Akibatnya, terjadi kesenjangan sosial dan ketimpangan ekonomi yang dikenal dengan adagium “yang kaya makin kaya, yang miskin makin melarat”.

Adapun pengangguran masih berkelindan dengan masalah struktural, yaitu ketimpangan antara jumlah lulusan dan lapangan kerja yang tersedia. Kebutuhan industri terhadap tenaga kerja manusia terus menyusut seiring perkembangan teknologi. Industri padat karya cenderung melakukan efisiensi dengan memanfaatkan teknologi dan otomatisasi yang menggantikan pekerjaan manual.

Dalam sistem kapitalisme, lulusan pendidikan disiapkan menjadi tenaga siap pakai yang menyesuaikan permintaan pasar. Dengan berlakunya kurikulum berbasis industri, generasi muda justru kehilangan kemampuan berpikir kritis dan inovatif karena lemahnya penguasaan teori dan konsep dasar keilmuan.

Berbeda dengan kapitalisme yang membuat masyarakat harus berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhannya, Islam justru menawarkan solusi dan kebijakan komprehensif untuk mencegah serta mengatasi kemiskinan dan pengangguran.

Pertama, negara menyediakan lapangan kerja.
Pengelolaan sumber daya alam milik umum dilakukan oleh negara, dan hasilnya dapat dirasakan rakyat secara murah, bahkan gratis. Selain itu, pengelolaan SDA secara mandiri berpotensi menyerap SDM dalam jumlah besar sehingga peluang kerja semakin luas.
Negara Khilafah mengembangkan industri alat berat (machine building industry) yang akan mendorong pertumbuhan industri-industri lain. Dalam Islam, kewajiban bekerja hanya dibebankan kepada laki-laki. Perempuan tidak wajib bekerja karena fungsi utamanya adalah sebagai ibu dan pengurus rumah (ummu wa rabbatul bayt).

Kedua, negara menyediakan layanan pendidikan gratis bagi seluruh masyarakat. Dengan kebijakan ini, rakyat memiliki kesempatan menempuh pendidikan sesuai minat dan kemampuan tanpa terbebani biaya.

Ketiga, negara mempermudah masyarakat memenuhi kebutuhan dasarnya secara layak.
Misalnya, dengan mengontrol harga pangan agar tetap terjangkau, mempermudah proses jual beli tanah dan rumah agar lebih murah dan administrasinya sederhana, serta menyediakan layanan kesehatan gratis bagi seluruh warga. Melalui kebijakan tersebut, tekanan ekonomi masyarakat dapat berkurang sehingga mereka dapat bekerja dengan lebih tenang.

Semua mekanisme tersebut hanya dapat terwujud melalui penerapan sistem Islam secara kafah dalam negara Khilafah. Dalam perspektif Islam, negara menempati posisi strategis dalam mengurus kepentingan rakyat. Kepemimpinan bukan sekadar urusan administratif, melainkan amanah besar yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt.

Sebagaimana hadis Rasulullah saw.:
Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR Bukhari).

Wallahualam bissawab. [An]

Baca juga:

0 Comments: