Siaga Darurat Bencana, Kita Harus Bagaimana?
Oleh: Ummu Fahhala
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com – Pemerintah Provinsi Jawa Barat resmi menetapkan status siaga darurat bencana di seluruh 27 kabupaten dan kota. Keputusan ini diambil sebagai langkah antisipasi menghadapi musim hujan dan potensi bencana hidrometeorologi yang diperkirakan meningkat pada akhir 2025 hingga awal 2026.
Kepala Pelaksana BPBD Jabar, Dani Ramdan, menyampaikan bahwa kesiapsiagaan ini meliputi ancaman banjir, longsor, dan angin kencang yang berpotensi melanda berbagai wilayah (news.detik.com, 28 Oktober 2025).
Saat ini, bencana tidak hanya terjadi di Provinsi Jawa Barat, tetapi juga di berbagai daerah lain di Indonesia.
Bencana bukan semata akibat fenomena alam. Ia adalah cermin dari rusaknya hubungan manusia dengan alam. Peringatan dini dari pemerintah patut diapresiasi, tetapi seharusnya menjadi momentum untuk merenung lebih dalam: mengapa bencana datang silih berganti, dan mengapa kerusakan semakin luas?
Kapitalisme Global dan Alam yang Diperjualbelikan
Kerusakan alam yang terus berulang bukan sekadar kesalahan teknis, melainkan akibat langsung dari paradigma kapitalisme global yang menuhankan keuntungan. Di negeri ini, hulu dan hilir dieksploitasi habis-habisan.
Hutan dan gunung digunduli untuk perkebunan serta tambang atas nama investasi. Alih fungsi lahan terjadi tanpa kendali, sementara izin terus mengalir demi proyek strategis nasional. Di kawasan hilir, tanah hijau berganti beton. Daerah resapan air menghilang, sementara drainase semrawut. Air hujan pun kehilangan tempat kembali, menggenangi, menenggelamkan, dan merenggut nyawa.
Lebih jauh, kemiskinan struktural memaksa rakyat tinggal di bantaran sungai. Sungai pun menyempit, aliran air meluap, dan bencana menjadi keniscayaan. Semua ini menunjukkan adanya kesalahan arah pembangunan yang mengabaikan keseimbangan ekologis serta berpihak pada pemilik modal.
Paradigma sekuler kapitalistik telah gagal menjaga hubungan harmonis antara manusia dan alam. Para pemimpin berbicara tentang pembangunan, namun yang terjadi justru perampokan sumber daya. Mereka bersembunyi di balik istilah kemajuan, padahal yang lahir adalah kehancuran.
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian akibat perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
(QS. Ar-Rum: 41)
Ayat ini menegaskan bahwa bencana bukanlah takdir buta, melainkan peringatan agar manusia berhenti merusak bumi. Selama sistem yang rusak ini terus dipertahankan, bencana akan terus berulang, dan manusia hanya sibuk pada penanganan pragmatis, bukan pencegahan sistemik.
Islam Menawarkan Jalan Keselamatan
Islam memiliki sistem hidup yang paripurna. Ia mengatur hubungan manusia dengan Allah, sesama manusia, dan alam. Dalam sistem Islam, pengelolaan sumber daya alam bukan untuk segelintir pemilik modal, melainkan untuk kemaslahatan seluruh umat.
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.”
(QS. Al-A’raf: 96)
Rasulullah saw. mencontohkan pengelolaan alam berbasis keadilan. Dalam hadis riwayat Abu Dawud, beliau bersabda:
“Kaum Muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api.”
Artinya, sumber daya alam adalah milik publik yang wajib dijaga oleh negara, bukan diperjualbelikan.
Solusi sejati bukan hanya mitigasi bencana, melainkan perubahan sistemik. Islam menempatkan negara sebagai pelindung umat dan penjaga keseimbangan alam. Negara Islam menegakkan aturan berdasarkan syariat, bukan kepentingan kapital. Pembangunan dilakukan semata-mata untuk kemaslahatan rakyat, bukan keuntungan segelintir elite.
Jika bencana datang, negara Islam tidak membiarkan rakyat berjuang sendiri. Dana publik dan baitul mal digunakan untuk menolong korban serta memperbaiki kerusakan. Ini terbukti dalam sejarah kepemimpinan Umar bin Khattab yang memimpin langsung penyaluran bantuan saat musim paceklik di Madinah.
Penutup
Sudah saatnya umat Islam sadar bahwa kerusakan ini bukan sekadar bencana alam, tetapi buah dari sistem kufur yang jauh dari petunjuk Allah Swt.
Solusi sejatinya adalah kembali kepada sistem Islam kaffah, yaitu sistem yang menebar rahmat bagi seluruh alam, di mana manusia dan semesta hidup dalam harmoni, bukan dalam ancaman bencana yang tiada henti. [My]
Baca juga:
0 Comments: