Headlines
Loading...

Oleh: Santi Wardhani
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Segala yang kita miliki di dunia ini sejatinya bukan benar-benar milik kita. Rumah yang kita banggakan, harta yang kita tumpuk, jabatan yang kita perjuangkan, bahkan orang-orang yang kita cintai, semuanya hanyalah titipan dari Allah. Hanya saja, sering kali manusia lupa bahwa semua itu bersifat sementara. Kita mengira dunia ini tempat menetap, padahal ia hanyalah tempat singgah dalam perjalanan menuju akhirat.

Allah telah mengingatkan dalam firman-Nya:

وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۚ وَإِلَى اللَّهِ تُرْجَعُ الْأُمُورُ

Artinya:
“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi, dan kepada Allah-lah segala urusan dikembalikan.”
(QS. An-Nur: 42)

Ayat ini menegaskan dengan sangat jelas bahwa tidak ada satu pun yang benar-benar kita miliki. Semua yang ada di tangan kita adalah milik Allah yang dititipkan untuk sementara waktu. Allah memberi untuk menguji, dan mengambil pun untuk menguji.

Namun manusia sering kali lupa. Saat diberi, ia merasa itu hasil kerja kerasnya sendiri. Saat diambil, ia merasa dunia tidak adil. Padahal, semua itu hanyalah bagian dari ujian hidup yang Allah siapkan agar kita mengenal makna syukur dan sabar.

Dalam Al-Qur’an, Allah kembali menegaskan:

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Dan kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan yang menipu.”
(QS. Al-Hadid: 20)

Dunia memang indah. Ia mempesona dengan segala gemerlapnya. Tetapi di balik keindahan itu, dunia hanyalah tempat singgah yang menipu hati orang yang lalai. Banyak orang terperangkap dalam kesenangan dunia hingga lupa pada pemilik sesungguhnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Bayangkan, betapa banyak orang mengorbankan waktu, tenaga, bahkan iman, demi dunia yang fana. Mereka bekerja tanpa mengenal lelah, menumpuk harta, mengejar jabatan, hingga lupa mempersiapkan bekal untuk kehidupan setelah mati. Padahal semuanya akan hilang. Rumah megah bisa runtuh, harta bisa habis, jabatan bisa dicopot, dan orang yang kita cintai dapat pergi kapan saja.

Hidup ini ibarat perjalanan panjang. Dunia hanyalah persinggahan sebentar sebelum kita sampai pada tujuan akhir: akhirat. Maka, kita tidak boleh terlalu mencintai sesuatu yang sifatnya sementara.

Rasulullah saw. pernah bersabda:

“Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan orang asing atau pengembara.”
(HR. Bukhari)

Pengembara tidak akan menetap di satu tempat. Ia hanya berhenti untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan. Begitu pula kita di dunia ini. Kita hanya mampir sebentar, menyiapkan bekal amal sebelum pulang kepada Allah.

Allah pun mengingatkan dalam firman-Nya:

إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

“Sesungguhnya kami milik Allah, dan kepada-Nya lah kami akan kembali.”
(QS. Al-Baqarah: 156)

Ayat ini bukan hanya bacaan saat berduka, melainkan pengingat bahwa tidak ada satu pun yang benar-benar kita miliki. Ketika Allah mengambil sesuatu dari kita—entah itu harta, jabatan, atau orang tercinta—itu bukan kehilangan, melainkan pengembalian. Sebab semua itu milik-Nya sejak awal.

Maka, jika suatu saat sesuatu yang kita cintai pergi, janganlah terlalu bersedih. Titipan memang akan kembali kepada pemiliknya. Yang harus kita jaga adalah bagaimana kita memperlakukan titipan itu selama ada di tangan kita: apakah dengan amanah, syukur, dan kasih sayang, atau justru dengan lalai dan sombong.

Harta, misalnya, bukan untuk disombongkan, tetapi untuk menguji sejauh mana kita mampu menggunakannya di jalan kebaikan. Jabatan bukan untuk meninggikan diri, melainkan untuk mengukur amanah dan tanggung jawab kita kepada sesama. Bahkan cinta pun bukan untuk dimiliki sepenuhnya, melainkan untuk dijaga dalam koridor yang diridai Allah.

Semua titipan akan dimintai pertanggungjawaban, sebab dunia ini bukan tempat memiliki, tetapi tempat diuji. Sebagaimana Allah berfirman:

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

“Dialah yang menjadikan mati dan hidup agar Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.”
(QS. Al-Mulk: 2)

Inilah hakikat hidup: setiap pemberian adalah ujian, setiap kehilangan pun ujian. Yang Allah lihat bukan seberapa banyak yang kita punya, tetapi seberapa ikhlas kita bersyukur saat diberi dan bersabar saat diambil.

Maka, jangan terlalu menggenggam dunia. Lepaskan perlahan. Sebab semakin erat kita menggenggamnya, semakin sakit rasanya ketika Allah mengambilnya. Belajarlah untuk ikhlas, karena ikhlas membuat hati ringan meski kehilangan.

Pada akhirnya, semua akan kembali kepada-Nya. Harta, kedudukan, keluarga, dan cinta—semuanya akan tertinggal. Yang ikut bersama kita hanyalah amal baik dan keikhlasan.

Hidup ini singkat. Dunia hanyalah ladang tempat menanam amal. Maka, jagalah setiap titipan dengan rasa syukur, kelola dengan amanah, dan serahkan hasilnya kepada Allah. Sebab yang sementara tidak layak dijadikan tujuan, dan yang kekal tidak pantas dilupakan. []

Baca juga:

0 Comments: