Remaja di Batas Bahaya: Bullying Jadi Ancaman
Oleh: Linda Mayaratna, S.Pd
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com — Seorang santri di Aceh Besar ditetapkan sebagai tersangka pembakaran asrama pesantren tempat ia belajar. Polisi menyebut tindakan tersebut dipicu oleh rasa sakit hati karena ia kerap menjadi korban perundungan oleh teman-temannya (beritasatu.com, 6 November 2025).
Kasus lain terjadi di SMA 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara. Sebuah ledakan yang mengguncang sekolah itu diduga dilakukan oleh seorang siswa yang juga mengalami bullying di lingkungan sekolahnya (cnnindonesia.com, 7 November 2025).
Dua peristiwa ini hanyalah sebagian kecil dari banyaknya kasus perundungan yang menimpa remaja. Hampir setiap hari kita menemukan laporan mengenai bullying di berbagai daerah, terutama di lingkungan pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Fenomena ini menunjukkan adanya persoalan sistemik dalam dunia pendidikan serta persoalan serius pada kesehatan mental remaja.
Banyak remaja menganggap ejekan sebagai gurauan dan pelecehan sebagai hal wajar. Luka yang mereka rasakan pun dianggap lelucon oleh lingkungan sekitar. Akibatnya, tidak sedikit yang akhirnya melakukan tindakan ekstrem karena tidak memiliki tempat berlindung atau figur yang dapat dipercaya untuk bercerita. Kondisi ini menunjukkan adanya kegagalan pendidikan sekuler dalam menanamkan empati, adab, dan kepekaan sosial.
Peran Media Sosial dalam Penyebaran Bullying
Situasi diperparah oleh peran media sosial yang dijadikan ajang hiburan dan pencarian sensasi. Tidak sedikit remaja membuat konten tanpa manfaat yang bertujuan viral, meskipun harus mempermalukan, menghina, atau membully orang lain. Konten seperti itu kemudian ditiru oleh remaja lain karena mereka menjadikan apa yang mereka lihat di media sosial sebagai rujukan perilaku.
Di sisi lain, dunia pendidikan kehilangan orientasi. Adab tidak lagi menjadi prioritas. Kompetisi akademik ditonjolkan tanpa diimbangi dengan empati. Kecerdasan dipisahkan dari pembentukan karakter. Nilai menjadi tujuan utama, sedangkan pembinaan akhlak berada di urutan belakang. Pola ini membuat perilaku merendahkan orang lain muncul tanpa rasa bersalah.
Pendidikan dalam Islam sebagai Solusi
Dalam pendidikan Islam, tujuan utamanya adalah membentuk kepribadian Islam pada peserta didik. Pendidikan diarahkan agar setiap siswa tumbuh sebagai manusia yang bertakwa dan berakhlak mulia. Nilai ini bukan sekadar visi lembaga, tetapi kewajiban yang harus diwujudkan dalam proses pembelajaran.
Kurikulum pendidikan Islam berlandaskan akidah, menjadikan adab sebagai dasar pendidikan. Setiap ilmu dihubungkan dengan nilai ketakwaan, sehingga karakter mulia tumbuh bersama kemampuan akademik. Dengan pendekatan ini, perilaku saling merendahkan dapat dicegah karena peserta didik dibiasakan menghormati, menjaga lisan, dan memahami konsekuensi moral dari setiap tindakan.
Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan dukungan penuh dari negara dalam penyelenggaraan pendidikan yang berorientasi pada pembentukan karakter Islam. Dengan sistem yang tepat, bullying bukan hanya dikurangi, tetapi dapat dihapuskan. Generasi muda pun tumbuh menjadi pribadi yang kuat, cerdas, dan berakhlak mulia. [US]
Baca juga:
0 Comments: