Headlines
Loading...

Oleh: Neny Octavia H., S.Tr.Keb., Bdn.
(Praktisi Kesehatan, Ngaglik, Sleman, DIY)

SSCQMedia.Com—Dikutip dari laman suarajogja.id, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sleman mencatat ada empat kapanewon di Sleman yang menempati posisi teratas kasus stunting pada tahun 2025. Kepala Dinkes Sleman, Cahya Purnama, menyampaikan bahwa empat kapanewon tersebut adalah Pakem dengan prevalensi stunting 6,5 persen, Minggir 6,2 persen, Seyegan 6 persen, dan Turi 5,9 persen (2/11/2025).

Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa, akan memberi apresiasi kepada daerah-daerah yang berhasil menunjukkan kinerja signifikan dalam upaya penurunan angka stunting. Pemerintah mengalokasikan dana insentif sebesar Rp300 miliar kepada daerah dengan peringkat terbaik. Anggaran tersebut akan didistribusikan kepada 3 provinsi terbaik, 38 kabupaten terbaik, dan 9 kota terbaik. Rata-rata setiap daerah akan menerima alokasi dana insentif sebesar Rp5 miliar hingga Rp6 miliar (kbk.news, 13/11/2025).

Stunting adalah masalah pertumbuhan pada anak akibat kekurangan gizi kronis, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan. Umumnya hal ini ditandai dengan tinggi anak yang tidak sesuai atau berada di bawah kurva tinggi anak seusianya. Anak dengan stunting akan mengalami gangguan fisik maupun metabolisme yang berakibat pada hambatan tumbuh kembang hingga berdampak pada kualitas generasi masa depan.

Untuk menurunkan angka stunting, pemerintah terus menggelontorkan dana fantastis. Sayangnya, program pengentasan stunting masih bersifat tambal sulam, sekadar formalitas, dan tidak menyentuh akar persoalan. Penyebab stunting sangat kompleks, mulai dari malnutrisi pada ibu hamil, kurangnya asupan gizi anak saat masa pertumbuhan, sulitnya akses air bersih, hingga rendahnya edukasi pengasuhan orang tua.

Padahal, angka stunting sangat berkorelasi positif dengan tingginya angka kemiskinan akibat penerapan sistem kapitalisme hari ini. Persoalan stunting erat kaitannya dengan peran negara dalam menjamin kebutuhan rakyat, baik kebutuhan pangan, layanan kesehatan, pendidikan, infrastruktur sanitasi, maupun kebutuhan dasar lainnya. Stunting tidak akan selesai selama negara berada dalam koridor sistem kapitalisme.

Berbeda halnya dalam sistem Islam, negara menjamin terpenuhinya bahan pangan bergizi bagi seluruh rakyat. Kebijakan ini direalisasikan melalui pendistribusian makanan bernutrisi secara merata ke berbagai daerah, harga pangan yang terjangkau, penyediaan lapangan pekerjaan bagi para suami, layanan kesehatan yang memadai, edukasi pangan dan pola pengasuhan, serta langkah-langkah pendukung lainnya.

Selain itu, negara Islam mampu menjamin kesejahteraan rakyat melalui pemasukan Baitul Mal yang berpotensi besar dari sumber harta negara seperti jizyah, fai, kharaj, dan zakat, serta dari harta kepemilikan umum berupa pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang diatur sesuai ketentuan syar’i. Dengan demikian, jika ingin prevalensi stunting berakhir, solusinya adalah perubahan sistemik.

Terbukti, hanya sistem kepemimpinan Islam yang mampu memberikan solusi komprehensif terhadap permasalahan stunting saat ini. [US]

Baca juga:

0 Comments: