Headlines
Loading...
Perceraian Meningkat, Islam Solusi Tepat

Perceraian Meningkat, Islam Solusi Tepat

Oleh: Siti Aminah
(Pendidik)

SSCQMedia.Com—Fenomena perceraian semakin meningkat, baik pada pasangan muda maupun pada pasangan usia senja yang telah menua bersama puluhan tahun. Merujuk data Statista, jumlah perceraian di Indonesia mencapai hampir 400.000 kasus sepanjang 2024. Jika dibandingkan dengan jumlah pernikahan pada tahun yang sama, kasus perceraian mengambil porsi sekitar 27 persen (Kompas.id, 7 November 2025).

Sementara itu, jumlah pernikahan di Indonesia semakin menurun. Pada tahun 2020, tercatat sekitar 1,78 juta pernikahan, sedangkan pada tahun 2024 jumlahnya turun menjadi hanya 1,47 juta (vo.id, 9 November 2025).

Tak terkecuali, perceraian juga menimpa pasangan yang disebut sebagai couple goals atau pasangan ideal impian sebagian warga Indonesia, seperti pasangan penyanyi Raisa Andriana dan aktor Hamish Daud, serta sejumlah publik figur lainnya.

Perceraian usia muda kerap dipicu ketidakmatangan, tekanan ekonomi, dan pengaruh pergaulan modern. Adapun perceraian usia senja menunjukkan hilangnya komunikasi dan nilai kebersamaan setelah puluhan tahun menikah. Pada saat yang sama, angka pernikahan yang terus menurun menunjukkan bahwa komitmen keluarga tidak lagi menjadi prioritas dalam kehidupan masyarakat.

Fenomena ini tidak berdiri sendiri. Ia berkaitan erat dengan paradigma kehidupan sekuler yang telah menjauhkan umat dari tuntunan Islam dalam membangun keluarga.

Paradigma Sekuler 

1. Sistem Pergaulan Sekuler
Pergaulan bebas, relasi tanpa komitmen, pacaran, dan budaya digital yang membuka peluang perselingkuhan membuat batasan syariat memudar. Akibatnya, kesucian hubungan laki-laki dan perempuan tidak lagi dijaga. Padahal, batasan Islam bukan untuk membatasi kebebasan, tetapi untuk menjaga kehormatan dan stabilitas keluarga.

2. Sistem Ekonomi Sekuler Kapitalisme
Sistem ekonomi yang kapitalistik menekan keluarga dengan biaya hidup yang tinggi, ketidakpastian pekerjaan, dan budaya konsumtif. Banyak keluarga runtuh bukan karena hilangnya cinta, tetapi karena runtuhnya ketahanan finansial. Islam menawarkan sistem ekonomi yang adil dan menenteramkan, namun sistem sekuler membuat umat hidup dalam pusaran beban yang tak berujung.

3. Sistem Pendidikan Sekuler
Pendidikan sekuler menekankan kompetisi, materi, dan prestasi duniawi. Nilai iman, adab, akhlak, dan tanggung jawab dalam keluarga tidak menjadi prioritas. Anak-anak mungkin pintar secara akademik, tetapi tidak memiliki kepribadian yang kokoh. Orang tua pun tidak dibekali pemahaman agama untuk menjadi pendidik utama di rumah.

Paradigma sekuler dalam tiga aspek ini secara bertahap merapuhkan pemahaman Islam tentang keluarga, menjadikan pernikahan sekadar urusan duniawi, bukan ibadah dan amanah dari Allah.

Ketika keluarga tidak lagi kokoh, generasi yang lahir tumbuh dalam kondisi emosional yang lemah: mudah stres, minim keteladanan, kehilangan arah, dan rentan terpengaruh budaya negatif. Padahal, keluarga adalah madrasah pertama bagi setiap anak. Tanpa keluarga yang kuat, masyarakat kehilangan keteguhan moral dan sosial.

Solusi Islam 

Islam tidak hanya memberi peringatan, tetapi juga menghadirkan solusi menyeluruh yang terintegrasi dalam kehidupan. Rekonstruksi keluarga yang kuat hanya dapat terwujud jika umat kembali pada sistem Islam secara total.

1. Sistem Pendidikan Islam: Membentuk Kepribadian Islam yang Kokoh
Pendidikan Islam menanamkan akidah, akhlak, dan adab sejak dini. Tujuannya bukan hanya mencetak anak pintar, tetapi mencetak insan berkepribadian Islam, yakni memiliki cara berpikir dan bersikap sesuai syariat. Dengan kepribadian ini, generasi tumbuh penuh tanggung jawab, siap menjadi suami atau istri, serta ayah atau ibu yang mampu memimpin dan mendidik keluarga dengan iman.

2. Sistem Pergaulan Islam: Menjaga Kehormatan dan Membangun Keharmonisan
Sistem pergaulan Islam membatasi interaksi laki-laki dan perempuan agar tetap dalam koridor syariat, termasuk larangan khalwat, menutup aurat, dan interaksi seperlunya. Islam juga mengatur peran ayah, ibu, dan anak dalam rumah tangga serta adab bertetangga dan bermasyarakat. Ketika pergaulan Islam diterapkan, keharmonisan keluarga terjaga dan masyarakat saling peduli.

3. Sistem Ekonomi Islam: Menjamin Kesejahteraan Masyarakat
Sistem ekonomi Islam menghilangkan sumber-sumber penindasan seperti riba, monopoli, dan spekulasi. Negara bertanggung jawab memastikan kebutuhan pokok masyarakat terpenuhi, harga stabil, lapangan kerja luas, distribusi kekayaan adil, dan nafkah keluarga terjaga. Dengan sistem ekonomi Islam, keluarga dapat hidup tenang tanpa beban tekanan ekonomi yang mencekik.

Penutup

Meningkatnya perceraian dan menurunnya pernikahan adalah tanda bahwa umat membutuhkan arah baru. Rekonstruksi keluarga hanya dapat berhasil bila nilai-nilai Islam kembali menjadi landasan utama dalam pendidikan, pergaulan, dan ekonomi.

Ketika Islam diterapkan secara menyeluruh, keluarga kembali kokoh, masyarakat harmonis, dan generasi masa depan menjadi generasi yang beriman, beradab, dan kuat. Tidakkah kita merindukannya? []

Baca juga:

0 Comments: