Headlines
Loading...


Oleh: Fitria Karina
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com — Palestina merupakan negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Berkat pengakuannya itu, Indonesia dapat terbebas dari penjajahan bangsa lain. Namun ironisnya, negara yang dahulu mendukung kemerdekaan Indonesia itu hingga kini masih terjajah.

Sudah lebih dari 75 tahun Palestina berada di bawah penjajahan Zionis Israel. Kaum Yahudi yang dahulu terusir dari berbagai negeri memiliki cita-cita untuk menyatukan mereka dalam satu negara.

Mereka pernah meminta sepetak tanah di Palestina kepada Khalifah Abdul Hamid II, namun ditolak. Akhirnya, berkat Deklarasi Balfour yang didukung Inggris, mereka berhasil masuk ke tanah Palestina. Sejak saat itu, warga Palestina diusir dari tanah mereka sendiri, dan rumah-rumah mereka direbut oleh para pendatang.
(Sumber: Al Jazeera, “Balfour Declaration: 100 Years of Occupation,” 2 November 2017)

Kini, Palestina ibarat penjara terbesar di dunia. Rakyatnya diserang, dibom, bahkan bantuan kemanusiaan dan pangan sering diblokade oleh Zionis. Akibatnya, banyak rakyat Palestina yang meninggal dunia.

Pada tahun 2025 ini, situasi di Gaza masih memprihatinkan. Meskipun sesekali ada kesepakatan gencatan senjata, kenyataannya kehidupan rakyat Gaza belum benar-benar aman. Bantuan kemanusiaan seperti makanan, obat-obatan, dan perlengkapan darurat sering kali tertahan. Harapan rakyat Gaza untuk keluar dari kelaparan dan gizi buruk masih bergantung pada izin yang diberikan penjajah.

Dengan gencatan senjata tidak berarti Palestina telah merdeka. Bahaya besar masih mengintai. Zionis Israel dikenal sering mengingkari perjanjian tanpa pernah mendapat sanksi apa pun dari dunia internasional.

Sementara itu, sejumlah pemimpin Arab dan Eropa tengah menyiapkan skenario pemerintahan transisi bagi Palestina. Hal ini berarti Palestina tidak memiliki kendali penuh atas pemerintahannya sendiri. Bahkan, nama Tony Blair disebut-sebut akan mengepalai otoritas transisi pascaperang di Gaza. Padahal, ia adalah tokoh yang berperan dalam operasi militer ke Irak tahun 2003, yang menyebabkan banyak korban jiwa akibat tuduhan palsu tentang senjata pemusnah massal.
(detik.com, 28 September 2025).

Selain itu, jika gencatan senjata benar-benar terwujud, Gaza terancam dengan kebijakan pelucutan senjata dan pelarangan kelompok pejuang Islam. Amerika Serikat sebagai mediator telah menyiapkan rancangan yang menjadikan Gaza sebagai kawasan bebas terorisme dan deradikalisasi. Ironisnya, yang dimaksud “teroris” adalah para pejuang Palestina seperti Hamas—padahal merekalah yang selama ini menjadi garda terdepan dalam mempertahankan Gaza dari serangan Zionis. Bahkan, sebagian negara Arab justru menekan agar Hamas menyerahkan kekuasaannya kepada Otoritas Palestina, seolah-olah merekalah penyebab genosida.

Negara-negara Barat dan Arab juga berencana membentuk pasukan keamanan gabungan untuk Palestina yang disebut International Security Force (ISF). Namun langkah ini sama saja dengan menyerahkan keamanan rakyat Palestina kepada pihak asing yang tidak berpihak kepada umat Islam.

Solusi yang disetujui oleh banyak pihak saat ini adalah two-state solution (solusi dua negara). Padahal, solusi ini justru melegitimasi penjajahan Israel atas tanah Palestina. Wilayah Palestina merupakan tanah kharaj yang menjadi milik kaum Muslim sejak penaklukan di masa Khalifah Umar bin Khattab.

Dengan demikian, pengakuan atas solusi dua negara sama saja dengan mengakui perampasan dan kekejaman Zionis terhadap rakyat Palestina. Dukungan negara-negara Arab dan dunia Islam terhadap solusi tersebut menunjukkan kehinaan dan ketundukan mereka kepada penjajah. Mereka seolah lupa akan kewajiban menolong sesama Muslim.

Rasulullah saw. bersabda:

“Tidaklah seorang Muslim menelantarkan Muslim lainnya di tempat di mana kehormatannya dilanggar dan direndahkan, melainkan Allah akan menelantarkan dia di tempat di mana dia sangat ingin mendapatkan pertolongan.”
(HR. Abu Dawud)

Pandangan Islam terhadap penjajahan di Palestina sangat jelas, yaitu dengan jihad fi sabilillah. Para ulama sepakat bahwa jika kaum kafir menduduki negeri kaum muslim, maka penduduk negeri tersebut wajib memerangi penjajah dengan jiwa dan raga mereka untuk membebaskan tanah airnya. Jika mereka tidak mampu, maka kewajiban itu meluas kepada negeri-negeri muslim di sekitarnya.

Sayangnya, kewajiban itu kini diabaikan. Para penguasa muslim lebih memilih tunduk pada keputusan Barat, padahal mereka turut berperan dalam penderitaan yang terjadi di Gaza. Karena itu, umat Islam membutuhkan kepemimpinan yang benar-benar melindungi mereka, yaitu Khilafah Islamiyah. Dengan adanya Khilafah, seluruh negeri muslim akan bersatu mengusir penjajah dari negeri-negeri kaum muslim, termasuk Palestina.

Allah Swt. berfirman:

“Dan jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam urusan agama, maka kamu wajib memberi pertolongan.” (QS. Al-Anfal: 72)

Janganlah kita condong kepada pemimpin yang zalim dan membiarkan penjajahan terus berlangsung di Gaza. Sebab, condong kepada pemimpin zalim berarti menyetujui kezaliman mereka. [US]

Baca juga:

0 Comments: