Headlines
Loading...
Investasi Inklusif: Mampukah menjamin Kesejahteraan Hakiki?

Investasi Inklusif: Mampukah menjamin Kesejahteraan Hakiki?

Oleh: Ummu Fahhala
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—West Java Investment Summit (WJIS) 2025 meneguhkan Jawa Barat sebagai episentrum investasi inklusif di Asia Tenggara. Pemerintah menetapkan target investasi Rp271 triliun dengan 104 proyek senilai Rp186,29 triliun. (bandung.bisnis.com, 14 November 2025)

Bank Indonesia pun menegaskan dukungannya melalui tiga pilar: stabilitas makroekonomi, penguatan sistem pembayaran, serta percepatan digitalisasi ekonomi. Bank Indonesia menilai stabilitas suku bunga, nilai tukar, inflasi, dan likuiditas sebagai fondasi utama terciptanya iklim investasi yang sehat dan kompetitif.

Tingginya investasi tidak otomatis menyejahterakan rakyat. Hal ini sejalan dengan analisis Dr. R.A. Vidia Gati, S.E.Ak., M.E.I., akademisi ekonomi, yang menegaskan bahwa investasi, terutama pada sektor padat modal, tidak signifikan menekan angka pengangguran. Ia menegaskan bahwa sektor-sektor penyerap tenaga kerja terbesar justru pertanian, perdagangan, dan jasa. (muslimahnews.net, 22/10/2024)

Vidia juga menyoroti korelasi antara derasnya arus investasi dan meningkatnya utang negara. Bank Indonesia mencatat utang luar negeri Indonesia mencapai USD403,1 miliar pada Juli 2023, sebagian besar terkait proyek infrastruktur.

Pakar ekonomi Islam, Nida Saadah, S.E., M.E.I., Ak., menambahkan bahwa banyak indikator ekonomi gagal memotret kondisi riil masyarakat. Ia menyebut parameter kapitalisme bersifat cacat bawaan karena tidak menyentuh situasi ekonomi orang per orang. (muslimahnews.net, 15/05/2023)

Kapitalisme dan Ilusi Pertumbuhan Ekonomi

Kapitalisme menilai keberhasilan ekonomi dari angka pertumbuhan dan besarnya pendapatan nasional. Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam menjelaskan bahwa konsep ini tidak bertujuan memenuhi kebutuhan tiap individu, tetapi mengejar produksi dan pendapatan secara agregat.

Akibatnya, pertumbuhan dianggap sukses meski rakyat masih mengalami kesenjangan. Data Credit Suisse bahkan memperkirakan bahwa 50 persen penduduk termiskin dunia hanya menguasai 1 persen kekayaan, sedangkan 10 persen orang terkaya menguasai 89 persen aset global. Indonesia menempati posisi keenam negara dengan ketimpangan tertinggi di dunia.

Islam telah memperingatkan bahaya konsentrasi kekayaan:
“… agar harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” (QS Al-Hasyr: 7)

Kapitalisme menjanjikan kemakmuran, tetapi yang terjadi adalah ilusi kesejahteraan yang hanya menetes pada sebagian kecil elite ekonomi.

Solusi Islam: Menjamin Kesejahteraan Individu, Bukan Sekadar Data

Sistem Islam mengukur kesejahteraan secara individual, bukan kolektif. Syekh Abdurrahman al-Maliki dalam As-Siyasah al-Iqtishadiyah al-Mutsla menjelaskan bahwa tujuan politik ekonomi Islam adalah menjamin pemenuhan kebutuhan dasar setiap warga: pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan.

Islam menetapkan bahwa pemimpin adalah penanggung jawab rakyat. Rasulullah saw. bersabda, “Penguasa adalah pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR Bukhari)

Karena itu, negara Islam memastikan kebutuhan tiap individu terpenuhi, bukan hanya mengejar data makro.

Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara: padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Hadis ini menegaskan bahwa kekayaan alam harus dikelola negara, bukan diberikan kepada korporasi atau investor asing. Dengan pengelolaan yang tepat, baitulmal mampu membiayai pendidikan, kesehatan, dan jaminan hidup bagi rakyat tanpa pembebanan utang.

Pada masa Ali bin Abi Thalib, negara secara rutin membagikan nafkah kepada janda dan perempuan yang tidak memiliki penanggung nafkah. Ini menunjukkan betapa kokohnya sistem perlindungan sosial Islam.

Islam tidak hanya memastikan peluang kerja bagi laki-laki dewasa, tetapi juga menjamin nafkah bagi perempuan dan anak-anak yang kehilangan penopang ekonomi.

Penutup

WJIS 2025 menunjukkan ambisi besar Jawa Barat. Namun, ambisi tidak boleh menutupi fakta bahwa investasi tinggi tidak selalu menghasilkan kehidupan yang lebih baik bagi rakyat.

Rakyat membutuhkan sistem ekonomi yang tidak berhenti pada angka pertumbuhan, tetapi menjamin pemenuhan kebutuhan tiap individu. Sistem itu adalah sistem ekonomi Islam, yang telah terbukti menyejahterakan umat manusia selama berabad-abad.

Karena pada akhirnya, kesejahteraan bukan terletak pada besarnya investasi, tetapi pada terpenuhinya kehidupan tiap insan. []


Baca juga:

0 Comments: