Headlines
Loading...
Ledakan Judol dan Jerat Gaya Hidup Liberal

Ledakan Judol dan Jerat Gaya Hidup Liberal

Oleh: Ummu Fahhala
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQ media.com—PPATK mencatat lonjakan transaksi judi online di Jawa Barat sepanjang 2024. Data ini memposisikan Jabar sebagai provinsi dengan transaksi tertinggi di Indonesia. Fenomena tersebut didominasi wilayah suburban yang padat, dinamis, tetapi rentan tekanan sosial ekonomi.

Jumlah pemain judi online di Jabar mencapai 2,6 juta orang. Angka ini bukan sekadar statistik, tetapi potret retaknya ketahanan sosial masyarakat. Jika membayangkan jumlah tersebut memenuhi stadion besar, kapasitasnya dapat melampaui berkali-kali lipat. (bandung.kompas.com, 14 November 2025)

Masalahnya bukan hanya pada jumlah, tetapi pada fakta bahwa perilaku berjudi kini berpindah dari ruang fisik ke layar gawai. Aktivitas tersebut berlangsung senyap, tetapi dampaknya bergema luas.

Akar Masalah: Tekanan Hidup, Gaya Hidup Digital, dan Celah Moral

Fenomena ini tidak dapat dipahami secara parsial. Masyarakat perkotaan dan suburban menghadapi tekanan ekonomi yang tajam. Pada saat yang sama, budaya digital dan gaya hidup permisif membuka ruang luas untuk pelarian instan, termasuk lewat judi online.

Konselor keluarga Putri Angelina, M.Pd.Kons., menjelaskan bahwa judi online adalah masalah sistemis. Ia menegaskan empat faktor utama pemicu kecanduan, yaitu dorongan hormon senang seperti dopamin dan endorfin, tekanan lingkungan seperti stres atau kesepian, akses 24 jam yang sangat mudah, serta lemahnya kontrol diri. (muslimahnews.net, 20 Juli 2024)

Menurutnya, dampak judi online menyentuh dimensi mental, keluarga, dan sosial. Individu terjerat depresi, keluarga kehilangan harmoni, sementara masyarakat kehilangan stabilitas. Perspektif ini memperlihatkan bahwa judi online adalah fenomena multidimensi. Ekonomi, psikologi, teknologi, dan moral saling berhimpitan.

Celah digital terlalu besar dan penegakan hukum belum mampu mengejar kecepatan reproduksi situs-situs baru. Lebih jauh, beberapa oknum aparat dan pejabat justru terlibat dalam praktik yang sama. Dari kasus kekerasan rumah tangga hingga sidang disiplin militer akibat kecanduan judi digital, semua itu menunjukkan bahwa masalah yang dihadapi bersifat struktural.

Akibatnya, regulasi terkesan mandul. Pemblokiran dilakukan, tetapi situs baru terus muncul. Ancaman hukuman hadir, tetapi efek jera tidak terasa. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen hukum tidak cukup tanpa pembenahan pada akar moral dan sosial.

Penelitian perilaku menunjukkan bahwa masyarakat lebih rentan terhadap perjudian ketika tekanan ekonomi meningkat, lingkungan sosial permisif, akses teknologi tidak terbatas, dan nilai moral melemah. PPATK mencatat bahwa 71 persen pemain judi online berasal dari kelompok berpenghasilan rendah yang melihat judi sebagai peluang instan. Banyak ajakan bermain datang dari lingkungan sosial dekat atau ruang digital yang tidak terawasi. Siapa pun dapat berjudi tanpa terlihat melalui smartphone. Ketika nilai keluarga dan agama memudar, individu kehilangan rambu moral yang membentengi diri dari perilaku merusak. Pertemuan berbagai kerentanan ini dalam ilmu sosial dikenal sebagai convergence of vulnerability, kondisi yang membuat seseorang sangat mudah terjerat perilaku adiktif.

Solusi Islam

Dalam konteks masyarakat Jabar yang religius, pendekatan nilai menjadi penting. Islam menempatkan perjudian sebagai tindakan yang merusak akal, harta, keluarga, dan tatanan sosial.

Al-Qur’an menyatakan, “Khamar, judi, berhala, dan mengundi nasib adalah perbuatan setan. Maka jauhilah agar kamu beruntung.” (QS Al-Maidah [5]: 90)

Pesan tersebut menegaskan bahwa negara dan masyarakat harus menutup seluruh celah yang membuka peluang munculnya judi, termasuk melalui sistem digital. Sejarah mencatat bahwa Rasulullah saw. dan para pemimpin awal Islam selalu mengawasi aktivitas publik yang berpotensi merusak masyarakat. Prinsip itu tetap relevan hari ini, yaitu mencegah sebelum mengobati.

Karena itu, solusi tidak cukup berhenti pada pemblokiran situs atau sosialisasi hukum. Negara perlu memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat, membina moral dan pendidikan karakter, mengawasi ruang digital, memberdayakan keluarga sebagai benteng utama, membangun kontrol sosial yang sehat, dan menerapkan aturan syariat yang memiliki kekuatan menjerakan.

Kita membutuhkan pendekatan menyeluruh yang melihat manusia bukan hanya sebagai pengguna gawai, tetapi sebagai makhluk bermoral yang harus dilindungi dari kerusakan.

Khatimah

Jawa Barat hari ini memberi peringatan keras. Jika 2,6 juta orang sudah terjerat judi online, kita sedang menghadapi krisis sosial yang dapat menggerus masa depan generasi muda.

Negara, keluarga, dan masyarakat harus bergerak bersama. Tidak ada satu pihak pun yang dapat berdiri sendiri menghadapi gelombang ini.

Saatnya mengubah pendekatan. Saatnya kembali menegakkan nilai. Saatnya menjaga masyarakat dari candu digital yang dapat memusnahkan potensi satu generasi. []

Baca juga:

0 Comments: