Ketika Allah Berkata Belum Saatnya
Oleh: Eka Suryati
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Waktu berjalan begitu cepat, seolah tak mau berkompromi dengan siapa pun. Ia hanya berjalan sesuai kehendak Sang Pemilik waktu itu sendiri. Ada rasa syukur yang kuucapkan setiap kali mampu melakukan sesuatu yang sejalan dengan kehendak-Nya. Hari-hari yang kini kulalui tak ingin kusia-siakan, karena entah sampai kapan Allah akan mengambilnya dari hidup ini.
Saat ini aku duduk seorang diri, mencoba bermuhasabah tentang waktu yang telah Allah berikan padaku. Anganku melayang pada masa lalu yang menyimpan kisah tak terlupakan. Jika mengingatnya, hampir tak percaya bahwa hingga hari ini Allah masih memberi kesempatan untuk hidup di bumi-Nya yang fana. Inilah kisahku, semoga dapat diambil ibrahnya.
Pergi Menjenguk Kakek yang Sakit
Kami mendapat kabar bahwa Yaik (panggilan untuk kakek) sedang sakit. Peristiwa itu terjadi saat aku masih duduk di bangku sekolah dasar. Setelah mendapat kabar tersebut, papa, mama, serta keluarga dari pihak mama berencana menjenguk Yaik di Tanjung Karang, Bandar Lampung. Kami sepakat bahwa rombongan akan berangkat keesokan harinya dengan mobil.
Setelah salat subuh, kami berangkat ke rumah wawak. Mobil yang akan kami tumpangi telah menunggu. Setelah semua selesai dibereskan, kami berangkat menuju rumah Yaik. Mobil kemudian mampir ke beberapa rumah untuk menjemput penumpang lainnya. Salah satu penumpang itu adalah seorang mahasiswi Universitas Lampung (Unila). Setelah semua penumpang naik, mobil kembali melanjutkan perjalanan.
Di tengah perjalanan, hujan mulai turun. Mula-mula rintik, lalu perlahan menjadi sangat deras. Saat itu kami mendengar penumpang yang duduk di samping sopir meminta mobil dipacu lebih cepat. Ia adalah mahasiswi Unila yang sedang mengejar waktu ujian. Kami yang duduk di belakang meminta sopir untuk tidak ngebut karena kondisi jalan licin. Namun mobil tetap melaju kencang. Selain licin, jalanan berkabut dan dipenuhi genangan air. Kami kembali memperingatkan sopir agar berhati-hati, tetapi peringatan kami diabaikan.
Sebagai anak kecil, saat itu aku tidak terlalu cemas meski mobil melaju kencang. Dalam diam, aku membaca doa yang kuingat, memohon keselamatan. Mobil terus melaju hingga tiba di daerah Wates. Kakak sepupu kembali mengingatkan agar sopir memperlambat laju mobil karena daerah ini rawan kecelakaan. Tidak lama setelah peringatan itu, mobil tiba-tiba oleng dan akhirnya kecelakaan pun terjadi. Mobil terbalik. Penumpang panik dan berteriak. Sebelum mobil benar-benar berhenti, aku hanya merasakan badan terputar beberapa kali, membuat kepala sangat pusing.
Mengantar Wak ke Rumah Sakit
Entah apa yang kurasakan saat itu, karena semuanya terjadi begitu cepat. Aku yang tidak benar-benar memahami peristiwa itu tiba-tiba sudah berada di luar kendaraan. Mobil kami yang terbalik itu nyaris masuk jurang. Aku berpikir, ini semata-mata kuasa Allah, karena mobil berhenti terguling tepat di pinggir jurang.
Bantuan segera datang. Penumpang yang masih terjebak di dalam mobil dikeluarkan satu per satu. Mahasiswi yang duduk di dekat sopir ditemukan sudah tidak bernyawa. Beberapa penumpang lain di luar keluarga kami juga meninggal di tempat.
Mama dan papa—entah bagaimana caranya—selamat tanpa luka serius. Rasanya sangat ajaib. Saat mobil terguling, mama masih menggendong adik bungsuku, sementara papa menggenggam adikku yang kedua. Mereka seperti terdorong ke samping dan tahu-tahu sudah berada di pinggir jalan. Setelah menyadari aku tidak berada di dekat mereka, papa dan mama panik mencari keberadaanku. Saat itu aku masih terdiam di dekat tebing, memaknai kejadian yang baru saja terjadi.
Papa dan mama segera berteriak memanggilku. Aku tersentak dari lamunan dan berlari mendekati mereka. Kami tak mampu mengucapkan sepatah kata pun, kecuali doa syukur karena diselamatkan dari musibah yang hampir merenggut nyawa kami sekeluarga.
Setelah kami berada di posisi aman, papa segera melihat keadaan sekitar untuk membantu sesuai kemampuan. Ternyata keberadaan papa sangat dibutuhkan. Kakak sepupu meminta bantuannya untuk mengeluarkan tubuh mama Temah (panggilan ayuk dari mama) yang masih terjepit di dalam mobil. Qadarullah, beliau pun selamat meski sempat koma.
Ambulans tiba, mengevakuasi para korban, baik yang meninggal maupun yang terluka. Kami ikut ambulans yang membawa mama Temah ke rumah sakit terdekat untuk mendapat pertolongan. Setelah situasi lebih kondusif, Wak dirujuk ke Rumah Sakit Daerah Kotabumi untuk perawatan intensif. Kami kembali ke Kotabumi dan batal menjenguk Yaik yang sedang sakit.
Belum Saatnya
Hari-hari pascakecelakaan terus berjalan. Setelah lebih dari satu bulan terbaring koma, mama Temah akhirnya sadar. Kami sangat bersyukur. Ketika kami sudah pasrah, Allah memberi kabar gembira berupa kesembuhan.
Peristiwa itu telah lama berlalu, tetapi bayangannya masih melekat dalam ingatan, seakan baru terjadi kemarin. Kadang rasa ngeri itu muncul setiap kali mengingat bagaimana Allah menyelamatkan kami dari maut. Namun seiring waktu, rasa itu berganti dengan ketenangan. Semakin dewasa, semakin aku memahami bahwa tidak ada sesuatu pun yang terjadi di luar kehendak Allah.
Mengapa sebagian meninggal sementara kami selamat, bukanlah kebetulan. Semua sudah ditulis dengan sempurna di Lauhul Mahfuzh.
Allah berfirman:
“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu (ajal). Maka apabila telah datang ajal mereka, tidak dapat mereka mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula mendahulukannya.”
(QS Al-A‘raf: 34)
Ayat ini menjawab pertanyaan yang dulu selalu bergema di hati kecilku: mengapa kami selamat?
Karena memang belum saatnya Allah memanggil kami.
Ajal tidak ditentukan oleh kerasnya benturan atau derasnya hujan, melainkan oleh keputusan Sang Pemilik nyawa. Kini, setiap kali mengingat kejadian itu, aku tidak lagi merasa takut. Justru semakin yakin bahwa hidup ini sepenuhnya berada dalam genggaman-Nya.
Jika hari itu Allah berkata, “Belum saatnya,” maka tugasku hari ini adalah mengisi waktu yang tersisa dengan sebaik-baiknya. Hingga kelak, saat itu benar-benar tiba, aku siap dipanggil dalam rida-Nya. [Ni]
Kotabumi, 8 November 2025
Baca juga:
0 Comments: