Headlines
Loading...
Kesenjangan Harga Ayam dan Akar Masalahnya

Kesenjangan Harga Ayam dan Akar Masalahnya

Oleh: Alfi Ummuarifah
(Pegiat Literasi Islam Kota Medan)

SSCQMedia.Com — Ada keributan baru di hulu penjualan ayam pedaging, baik di kandang maupun di pasar. Diketahui harga ayam naik akibat meningkatnya permintaan dari MBG dan lainnya menjelang Desember. Sementara itu, harga ayam di kandang justru sangat rendah, bahkan berada di bawah biaya produksi sehingga membuat peternak merugi.

Peternak yang tergabung dalam Persatuan Peternak Rakyat Mandiri Indonesia (Permindo) mengeluhkan kondisi ini. Asep Saepudin menyebutkan bahwa harga ayam hidup di tingkat peternak sempat berada di angka Rp17.000 per kilogram (kg). Padahal, harga pokok produksi (HPP) mencapai Rp21.000 per kg (detikFinance, 15/11/2025).

Intinya, lebih besar pasak daripada tiang. Biaya produksi lebih tinggi daripada harga jual di kandang. Meskipun hari ini harga ayam hidup naik menjadi Rp20.000 per kg, nilainya tetap masih berada di bawah Harga Acuan Pembelian (HAP) pemerintah, yaitu Rp25.000 per kg. Keanehan ini menunjukkan bahwa masalah bukan terletak pada produksi, melainkan pada distribusi.

Kondisi seperti ini wajar terjadi di negara yang mengadopsi sistem ekonomi kapitalis. Data tersebut menunjukkan ketidakberesan dalam pengawasan dan pengendalian harga antara tingkat kandang dan pasar. Hal ini juga membuktikan ketidakhadiran atau kelalaian negara dalam mengendalikan produksi ayam di kandang maupun distribusinya. Ada kesalahan mendasar yang hanya dapat diselesaikan apabila sistem ekonomi diganti dari kapitalisme menuju sistem yang benar-benar adil. Pemilik modal seolah “dibiarkan” begitu saja menguasai harga di pasar dan merugikan masyarakat luas.

Tidak heran hal ini terjadi karena negara memang tidak tampil sebagai pengurus rakyat yang baik dalam memastikan harga ayam tetap terjangkau. Negara justru terlihat menyiapkan iklim usaha yang kondusif bagi para kapitalis di sektor distribusi. Para kapitalis menaikkan harga ayam setinggi mungkin di pasar, sementara harga pakan dan bibit ayam di tingkat produksi terus melambung. Dalam kondisi seperti ini, peternak bukannya untung, tetapi malah buntung.

Di tingkat distributor, para kapitalis dengan leluasa menjual ayam jauh di atas harga produsen demi memperoleh keuntungan besar. Para pemilik usaha pakan juga mendapat keuntungan lebih besar. Sementara itu, peternak merugi dan masyarakat menjadi pihak yang paling terdampak. Daya beli menurun, peternak tidak mendapatkan keuntungan, dan konsumen harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk membeli daging ayam.

Bagaimana seharusnya sistem ekonomi yang mengatur produksi pakan, bibit ayam, dan distribusi daging ayam? Dibutuhkan konsep ekonomi yang bersumber dari aturan Sang Pencipta, yakni Allah Swt. Sistem ekonomi kapitalis terbukti gagal menghadirkan kebahagiaan bagi peternak, distributor, dan masyarakat. Segelintir elit untung, sementara yang lain buntung.

Dalam konsep ekonomi Islam, negara wajib mengurus dan mengawasi seluruh pengusaha ayam. Mulai dari pengusaha bibit ayam, pakan ternak, vitamin, vaksin, hingga proses produksi ayam di kandang. Negara harus menyediakan birokrasi yang mudah agar stok bibit ayam stabil dan tidak terjadi kelangkaan.

Kedua, pengusaha pakan, vitamin, dan vaksin harus diawasi dari praktik monopoli yang menyebabkan harga melambung tinggi. Negara harus memiliki pakar dan pengawas di lapangan yang mampu mendeteksi kecurangan, penipuan, dan penetapan harga yang tidak wajar (ghabn fahisy).

Ketiga, negara harus turun langsung ke kandang untuk melihat alur produksi ayam dan menghitung potensi laba atau rugi di tingkat peternak. Negara perlu mengawal harga agar tidak merugikan produsen maupun konsumen. Termasuk memastikan para kepala keluarga mampu menafkahi keluarganya dengan layak dan masyarakat dapat membeli daging ayam dengan harga terjangkau.

Keempat, negara harus mengawasi kartel atau pengusaha distribusi agar tidak melakukan monopoli, permainan harga, dan penimbunan barang (ihtikar). Perbedaan harga antara tingkat peternak dan distributor tidak boleh terlalu lebar. Setiap bentuk penipuan harus diberi sanksi tegas.

Negara juga harus memiliki banyak Qadhi Hisbah yang mengawasi seluruh rantai usaha, mulai dari pakan hingga pasar. Departemen keamanan dalam negeri harus mengawal jalur distribusi ayam dari hulu hingga hilir. Aparat berpatroli untuk memastikan tidak ada pihak yang melakukan penggelapan, penipunan, penimbunan, atau monopoli. Sanksi tegas diberikan kepada pelaku kriminal di semua lini.

Demikianlah perjalanan ideal produksi hingga penjualan daging ayam dalam sistem ekonomi Islam. Kebaikan layanan ini muncul karena aturannya berasal dari Sang Pencipta manusia dan alam. Jika aturan ini tidak diterapkan, maka kasus kerugian di sektor ayam akan terus berulang. Jika ingin seluruh masyarakat bahagia dan sejahtera, tidak ada pilihan selain menerapkan sistem produksi dan distribusi berbasis syariah. Wallahu a'lam bishshawab. [Rn]

Baca juga:

0 Comments: