Oleh: Yuli Ummu Raihan
(Muslimah Peduli Negeri)
SSCQMedia.Com—Ketika kita mencoba mencari data angka perceraian melalui mesin pencari Google, kita sering kali dibuat terkejut. Angkanya begitu tinggi, baik pada level nasional maupun daerah. Fenomena ini terjadi hampir di semua lapisan masyarakat, tak terkecuali para selebriti yang kehidupan pribadinya selalu menjadi sorotan publik.
Sepanjang Januari hingga Oktober 2025, publik berkali-kali dikejutkan oleh perceraian sejumlah pasangan selebriti yang sebelumnya tampak harmonis dan “baik-baik saja”. Sampai muncul ungkapan, “jin Dasim sedang kejar target nih menjelang tahun baru.” Sebuah komentar yang mencerminkan betapa maraknya perceraian hingga dianggap sebagai fenomena musiman.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sepanjang tahun 2024 terdapat 399.921 kasus perceraian. Sementara di tahun yang sama, jumlah pernikahan semakin menurun, yaitu hanya 1,46 juta. Mirisnya angka perceraian didominasi cerai gugat, yaitu gugatan yang diajukan oleh pihak istri.
Fenomena ini menunjukkan bahwa perempuan kini memiliki keberanian lebih besar untuk menentukan nasibnya sendiri. Banyak perempuan yang memiliki ekspektasi yang tinggi tentang pernikahan, sementara realitasnya tidak sesuai ekspektasi.
Gilza Fort-Martinez seorang terapis pasangan berlisensi mengatakan buyarnya ekspektasi perempuan tentang pernikahan karena laki-laki biasanya disosialisasikan memiliki kecerdasan emosional lebih rendah dibandingkan perempuan. Hal ini menyebabkan pasangan merasa tidak didukung dan melakukan banyak pekerjaan emosional dalam hubungan. Perempuan juga lebih peka terhadap masalah dan tanda bahaya dalam hubungan.
Guru Besar Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIab) Universitas Trunojoyo, Khoirul Rosyadi, menyoroti beberapa faktor penyebab terjadinya perceraian di Indonesia. Di antaranya karena ketidaksepahaman dan konflik dalam rumah tangga yang sulit diselesaikan, masalah ekonomi, KDRT, dan judi online (voi.id, 14/11/2025).
Tren perceraian tidak hanya terjadi pada pasangan muda, tetapi mereka yang sudah menjalani rumah tangga puluhan tahun atau di usia senja (grey divorce). Banyak juga yang masih dalam ikatan pernikahan, tapi kondisinya tidak baik-baik saja. Mereka serumah, tetapi tidak sejiwa. Mereka hanya tinggal bersama, tidak hidup bersama.
Maraknya kasus perceraian menunjukkan lemahnya pemahaman masyarakat tentang pernikahan. Perceraian juga menyebabkan ketahanan keluarga runtuh dan generasi menjadi rapuh. Semua ini akibat dari penerapan sistem kapitalis yang berasaskan sekuler di mana agama dipisahkan dari kehidupan. Pernikahan hanya sebatas status, banyak hak dan kewajiban yang tidak terpenuhi. Ditambah adanya paham liberal atau kebebasan. Manusia merasa bebas menentukan apakah mau menikah atau tidak, memiliki anak atau childfree, bahkan pergaulan sosial yang serba bebas.
Ada yang berpendapat menjadi suami atau istri itu hanya di dalam rumah, ketika di luar rumah bebas layaknya lajang. Berdua-duaan, selingkuh, bahkan penyimpangan seksual lumrah terjadi. Bahkan ada yang menjadikan pernikahan hanya kedok, untuk menutupi orientasi seksual yang menyimpang alias lavender married.
Ketika terjadi kasus perceraian otomatis anak menjadi korbannya. Tidak sedikit pasangan yang berseteru memperebutkan hak asuh, menuntut hak nafkah, dan harta gono-gini.
Pandangan Islam Terkait Pernikahan
Dalam Islam pernikahan adalah ikatan yang agung. Bukan hanya janji dengan manusia, tapi dengan yang menciptakan manusia, yaitu Allah Swt.. Tujuan pernikahan adalah membentuk keluarga yang sakinah mawadah warahmah. Suami dan istri yang saling menyejukkan mata, mendapatkan ketenangan, saling kasih dan sayang, melahirkan anak-anak yang saleh salihah dan berkumpul lagi nanti di surga. Untuk mewujudkan semua itu, Islam melandasi bangunan keluarga dengan keimanan dan ketakwaan. Inilah modal dan benteng utama membangun sebuah keluarga.
Dalam Islam perceraian adalah sesuatu yang diperbolehkan, tetapi Allah tidak menyukainya. Perceraian bisa menjadi solusi ketika pernikahan tidak lagi bisa dipertahankan, agar tidak saling menzalimi antara suami dan istri. Allah mengingatkan dalam QS Al-Baqarah ayat 231, "Apabila kamu bercerai, maka hendaklah kamu bertakwa kepada Allah, dan janganlah kamu kembali kepada kebatilan."
Rasulullah juga bersabda: "Talak itu adalah sesuatu yang diperbolehkan, tetapi Allah tidak menyukai orang yang sering bercerai." (HR Abu Daud dan Ibnu Majah)
Talak dalam Islam tidak memiliki 'illat syar'iyyah apa pun. Hak talak ada di tangan suami sebanyak tiga kali, bahkan suami dapat menjatuhkan talak tanpa ada sebabnya. Akan tetapi, seorang istri pun berhak menggugat agar suami menceraikan dirinya dan mengadakan perpisahan antara dirinya dengan suaminya dalam kondisi tertentu yang telah ditentukan syarak.
Syariat Islam memberi ruanbagig seorang wanita untuk mengajukan pembatalan pernikahan (fasakh) dalam kondisi-kondisi tertentu. Di antaranya:
Pertama, ketika suami menyerahkan masalah talak di tangan istri.
Kedua, ketika istri mengetahui bahwa suaminya memiliki cacat sehingga tidak bisa memberikan nafkah batin, seperti impoten atau telah dikebiri.
Ketiga, ketika istri mengetahui suami mengidap penyakit berat yang tidak memungkinkan ia tinggal bersama suaminya dengan aman dan layak.
Keempat, jika suaminya mengalami gangguan jiwa (gila).
Kelima, ketika suaminya hilang tanpa kabar sementara istrinya terhalang mendapatkan nafkahnya atau kepastian keberadaannya.
Keenam, jika suami tidak memberikan nafkah padahal ia mampu.
Ketujuh, jika terjadi konflik berkepanjangan yang memicu pertengkaran dan persengketaan di antara suami istri terus-menerus hingga kehidupan rumah tangga tak lagi harmonis (Taqiyuddin an-Nabhani, Sistem Pergaulan Islam).
Islam memiliki sistem pendidikan yang mengantarkan pada pembinaan kepribadian Islam yang kokoh dan siap membangun keluarga ideal. Islam juga memiliki sistem pergaulan Islam yang menjaga hubungan dalam keluarga dan bermasyarakat agar tetap harmonis berlandaskan ketakwaan.
Islam juga memiliki sistem ekonomi Islam yang menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok setiap individu dan mewujudkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Dengan adanya berbagai aturan ini seluruh problematika hidup manusia, termasuk masalah rumah tangga akan mendapatkan solusi tuntas. Kesejahteraan dan kebahagiaan hakiki akan dapat diraih. Wallahualam bissawab. [Ni]
Baca juga:
0 Comments: