Headlines
Loading...

Oleh: Maya Rohmah, S.K.M
(Pegiat Literasi Islami)

SSCQMedia.Com—Dunia pendidikan kembali dikejutkan kabar memilukan. Seorang siswa SMP di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, terjerat praktik judi online (judol) dan pinjaman online (pinjol) hingga bolos sekolah selama sebulan.
(Kompas.com, 29 Oktober 2025)

Kasus ini menyentak kesadaran publik bahwa ancaman dunia digital telah menembus ruang pendidikan dasar dan menjerat pelajar usia dini. Fenomena ini menunjukkan bahwa pelajar kini hidup dalam ekosistem digital yang berisiko tinggi. Konten judol dan pinjol dengan mudah masuk ke situs-situs pendidikan atau permainan daring yang akrab dengan anak-anak.

Ketika kalah dalam permainan, sebagian pelajar mencoba menutup kerugian dengan meminjam uang melalui aplikasi pinjaman daring ilegal. Inilah lingkaran setan yang menggerogoti akhlak dan masa depan generasi pelajar.

Cermin Rapuhnya Sistem Pendidikan

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, My Esti Wijayanti, menyebut kasus ini mencerminkan lemahnya pendidikan karakter di sekolah. Pendidikan saat ini lebih menekankan capaian akademik daripada pembinaan moral. Akibatnya, pelajar tumbuh tanpa ketahanan mental dan spiritual dalam menghadapi arus digital yang sarat godaan.
(Tirto.id, 29 Oktober 2025)

Kenyataan ini membuktikan bahwa sistem pendidikan sekuler telah gagal melahirkan pelajar berkepribadian Islam. Orientasi pendidikan yang berfokus pada nilai ujian, karier, dan materi menjauhkan anak dari fitrah imannya. Pelajar tidak diajarkan mengenali halal dan haram, sehingga mudah tertipu oleh budaya kapitalistik yang menjanjikan kesenangan instan.

Kapitalisme Akar Masalah

Di balik maraknya judol dan pinjol berdiri ideologi kapitalisme yang menjadikan materi sebagai ukuran kebahagiaan. Sistem ini mendorong manusia mengejar keuntungan tanpa memperhatikan halal dan haram. Negara pun sekadar bertindak sebagai pengatur, bukan pelindung moral dan akidah rakyat.

Budaya kapitalistik juga membentuk gaya hidup instan dan konsumtif di kalangan pelajar. Iklan, konten media sosial, dan game daring menanamkan mental ingin cepat kaya tanpa usaha. Ketika kalah bermain, mereka tergoda meminjam uang dengan bunga rendah, bahkan percaya pada label “legal OJK” seolah berarti aman. Padahal, baik pinjol legal maupun ilegal tetap berbasis riba yang jelas diharamkan oleh Allah Swt.

Ironisnya, negara hanya mengimbau agar masyarakat menjauhi pinjol ilegal tanpa menutup praktik pinjol legal yang justru lebih merusak. Beginilah buah sistem ekonomi liberal yang melegalkan transaksi ribawi.

Dampak Sosial dan Moral

Jerat pinjol dan judol bukan hanya masalah finansial, tetapi juga krisis moral. Pelajar yang terjerat utang rentan stres, kehilangan motivasi belajar, bahkan melakukan kekerasan atau kejahatan demi membayar utang. Mereka kehilangan arah hidup dan tujuan belajar yang seharusnya membentuk akhlak dan kecerdasan, bukan keserakahan dan ketakutan.

Fenomena ini sering dianggap sebagai penyimpangan individu, padahal akar masalahnya bersifat sistemik. Semua itu lahir dari sistem sekuler yang memisahkan pendidikan dari nilai-nilai keimanan.

Islam Solusi Tuntas

Islam menawarkan solusi menyeluruh yang tidak hanya menghentikan praktik pinjol dan judol, tetapi juga menutup celah kemunculannya. Allah Swt. berfirman
Wahai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah sisa riba jika kalian beriman. Jika tidak, maka umumkanlah perang terhadap Allah dan Rasul-Nya.”
(QS Al-Baqarah 278–279).

Dalam sistem pemerintahan Islam atau Khilafah, negara berfungsi melindungi rakyat dari praktik ribawi dan perjudian. Tidak ada lembaga keuangan berbasis bunga karena kebutuhan masyarakat dipenuhi melalui mekanisme baitulmal dan pengelolaan sumber daya alam oleh negara. Bantuan dan pembiayaan pendidikan disediakan gratis bagi seluruh rakyat, termasuk pelajar dari keluarga miskin.

Pendidikan Islam, Fondasi Generasi Tangguh

Sistem pendidikan Islam membentuk pelajar dengan pola pikir (aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah) Islam. Tujuannya bukan hanya mencetak pekerja atau akademisi, tetapi melahirkan manusia beriman dan bertakwa yang siap menjadi pengemban dakwah.

Setiap pelajaran, dari sains hingga sejarah, ditautkan dengan akidah Islam agar pelajar memahami kehidupan dari sudut pandang syariat. Negara Islam menyediakan pendidikan gratis dan bermutu, menggaji guru dengan layak, serta memastikan seluruh pelajar mendapat lingkungan yang aman dari konten merusak.

Dengan fondasi ini, pelajar tumbuh sebagai pribadi yang cerdas, berakhlak, dan kritis terhadap pengaruh buruk dunia digital.

Pelajar Muslim, Agen Perubahan

Pelajar muslim sejatinya adalah aset peradaban, bukan korban arus globalisasi. Mereka harus membentengi diri dengan akidah yang kuat agar tidak mudah terpengaruh gaya hidup hedonis. Mereka juga perlu memahami hukum muamalah agar tidak tergoda melakukan transaksi riba, termasuk pinjol yang tampak menggiurkan.

Selain itu, pelajar perlu membangun empati dan memiliki visi peradaban Islam agar tumbuh semangat memperbaiki masyarakat, bukan sekadar mengejar popularitas dunia maya. Allah Swt. berfirman
Orang yang kembali mengambil riba setelah datang larangan, mereka itu penghuni neraka, kekal di dalamnya.”
(QS Al-Baqarah 275).

Kembali pada Syariat, Selamatkan Generasi

Kasus siswa SMP yang terjerat judol dan pinjol adalah tanda bahaya serius. Sistem sekuler telah gagal menjaga pelajar dari kehancuran moral. Solusinya bukan hanya edukasi digital atau imbauan moral, melainkan perubahan menyeluruh pada sistem kehidupan.

Allah Swt. menegaskan
Barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh baginya kehidupan yang sempit.”
(QS Thaha 124).

Hanya dengan kembali pada sistem Islam yang menerapkan syariat secara kaffah, generasi pelajar akan terselamatkan. Mereka akan tumbuh menjadi generasi berilmu, berakhlak, dan berakidah kuat, serta terbebas dari jerat riba, pinjol, dan budaya kapitalistik yang merusak. [Rn]

Baca juga:

0 Comments: