Istri Tewas di Tangan Suami, Fakta Pahit Sistem Kapitalisme
Oleh: Nurul Lailiya
(Aktivis Muslimah)
SSCQMedia.Com—Sesungguhnya hubungan suami istri adalah hubungan persahabatan antara laki-laki dan perempuan yang diikat oleh perjanjian agung yang disaksikan oleh Allah Swt. Sebuah hubungan suci yang menyimpan harapan terciptanya keluarga yang tenteram, penuh cinta dan kasih sayang, serta mendapat keberkahan yang berlimpah, sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an surah Ar-Rum ayat 21:
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri, agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS Ar-Rum: 21)
Namun, keharmonisan itu memudar dalam pernikahan antara FA (54) dan Ponimah (42). Pasangan siri ini sering berseteru karena masalah ekonomi. Ponimah dilaporkan menghilang sejak 8 Oktober 2025. Pada Senin, 13 Oktober 2025, ditemukan gundukan tanah di lahan tebu di Desa Sumberjo, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Dari sana ditemukan jasad perempuan yang hangus terbakar, sebagaimana diberitakan BeritaSatu.com edisi Kamis, 16 Oktober 2025.
KBO Satreskrim Polres Malang, Ipda Dicka Ermantara, memastikan bahwa jasad tersebut adalah Ponimah. Barang bukti penting yang ditemukan antara lain rekaman CCTV yang memperlihatkan truk kuning milik pelaku melintas menuju lokasi penemuan jasad. Pelaku akhirnya diketahui sebagai FA, suami siri korban. Ia ditangkap bersama barang bukti berupa truk Mitsubishi kuning, balok kayu, handuk merah, dan baju korban.
Menurut DetikJatim.com (16/10/2025), Ipda Dicka menjelaskan bahwa pelaku menganiaya korban sebelum membunuh dan membakarnya untuk menghilangkan jejak. Akibat perbuatannya, FA dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.
Akhir-akhir ini, kerap terdengar berita pembunuhan yang dilakukan oleh orang-orang terdekat korban. Mulai dari suami yang membunuh istri dan sebaliknya, ayah membunuh anak, bahkan sebaliknya, seorang anak membunuh orang tuanya. Fenomena ini menunjukkan bahwa ketahanan keluarga kian rapuh.
Kejadian semacam ini merupakan musibah besar bagi peradaban. Mudahnya seseorang membunuh orang lain, bahkan orang terdekatnya, menunjukkan kemunduran akal dan moral. Manusia yang seharusnya memiliki derajat lebih tinggi dari hewan karena diberi akal dan perasaan, kini justru bertindak lebih kejam dari hewan. Sebab, tidak ada hewan yang tega membunuh anak atau sesamanya.
Bila ditelisik lebih jauh, penyebab banyaknya kasus pembunuhan, bahkan terhadap orang terdekat, adalah karena manusia semakin enggan terikat pada aturan Islam. Mereka telah kehilangan landasan takwa untuk mengekang hawa nafsu dan amarah, hingga tak lagi memiliki rasa tanggung jawab moral.
Sistem pendidikan yang berlaku saat ini juga semakin menjauhkan generasi muda dari ajaran Islam. Sekolah-sekolah justru sukses melahirkan lulusan yang tidak merasa terikat dengan aturan agama. Bagi mereka, kewajiban agama hanya sebatas menjalankan rukun Islam, itu pun bila sempat. Bahkan banyak generasi Muslim yang sama sekali tidak beribadah karena terlalu sibuk mengejar materi. Padahal, materialisme hanya menghasilkan kebahagiaan semu yang bersifat duniawi, dan tekanan hidup yang lahir darinya mudah memicu kekerasan dalam rumah tangga.
Selain itu, UU PKDRT yang diharapkan mampu meredam kekerasan dalam rumah tangga, nyatanya hanya menindak pelaku secara hukum tanpa menyentuh akar persoalan sistemik penyebab KDRT itu sendiri.
Kita perlu menyadari bersama bahwa perbuatan keji seperti ini harus dihentikan. Tidak ada seorang pun yang berhak membunuh sesamanya tanpa alasan syar‘i, seperti qishas bagi pembunuh, hukuman rajam bagi pezina muhshan, atau hukuman mati bagi orang yang murtad. Allah Swt. telah menegaskan dalam firman-Nya:
“Barang siapa membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka Jahannam, ia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, melaknatnya, dan menyediakan baginya azab yang besar.” (QS An-Nisa: 93)
Selama negara ini masih berpegang pada ideologi kapitalisme sekuler, kaum Muslim yang memegang teguh aturan agamanya ibarat buih di lautan—ada, tapi tak berpengaruh. Karena itu, kaum Muslim harus terus menyuarakan kebenaran Islam kepada sesama hingga sampai pada para penguasa.
Ketika hati para pemimpin telah tergerak untuk menyingkirkan ideologi kapitalisme sekuler dan menegakkan aturan Islam dalam kehidupan, maka rahmat Allah akan terhampar di seluruh alam.
Dengan sistem pendidikan Islam, akan lahir generasi yang bertakwa dan berakhlak mulia, penuh kasih sayang, sopan, dan saling menghormati. Islam juga mengatur kehidupan keluarga agar harmonis dengan menata peran suami dan istri secara proporsional.
Suami adalah pemimpin keluarga. Di pundaknya terdapat tanggung jawab untuk menafkahi, meneladani, serta menjadi tempat berbagi bagi anggota keluarganya. Ayah yang dididik dengan Islam akan menjadi sosok hangat dan bijaksana, tidak enggan membantu pekerjaan domestik, serta tekun menuntut ilmu dan menyebarkannya.
Sementara istri bertugas mengelola rumah tangga, mengatur keuangan keluarga, menyediakan makanan halal dan sehat, membersihkan rumah, mendidik anak, serta menuntut ilmu Islam dan menyebarkannya.
Negara yang menerapkan aturan Islam wajib menjamin kesejahteraan rakyatnya. Pemerintah memastikan ketersediaan bahan pokok dengan harga terjangkau, layanan pendidikan dan kesehatan gratis, serta infrastruktur yang nyaman dan aman.
Dengan pelayanan negara yang menyeluruh, peluang terjadinya kasus seperti di Malang akan semakin kecil, apalagi jika dilengkapi dengan penerapan sanksi Islam yang tegas dan adil. Bagi pelaku KDRT yang menganiaya hingga membunuh korban, hukum qishas akan ditegakkan. Hukuman ini menjadi bentuk keadilan bagi korban, sekaligus pendidikan bagi masyarakat agar tidak mengulangi kejahatan serupa. Pelaku pun terbebas dari azab akhirat karena hukumannya telah ditegakkan di dunia.
Wallahualam bissawab. [My]
Baca juga:
0 Comments: