Headlines
Loading...

Oleh: Anggi
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Kasus kekerasan di kalangan pelajar kembali mengguncang publik. Baru-baru ini seorang santri di Aceh Besar membakar asrama pesantren karena sakit hati setelah lama menjadi korban ejekan dan pengucilan oleh teman-temannya (kumparan.com, 8/11/2025).

Tak lama berselang, kasus lain mencuat di Jakarta. Seorang siswa SMA Negeri 72 diduga melakukan ledakan di sekolah setelah mengalami tekanan sosial yang berat akibat bullying yang terus-menerus (cnnindonesia.com, 7/11/2025).

Kedua peristiwa ini memperlihatkan wajah suram dunia pendidikan kita. Tindakan ekstrem para remaja tersebut bukan semata-mata bentuk kenakalan atau gangguan mental individu, melainkan cerminan krisis sosial dan moral yang sedang melanda generasi muda. Bullying yang dibiarkan, bahkan dianggap hal biasa, telah menimbulkan luka batin yang dalam hingga berubah menjadi tindakan destruktif.

Bullying kini bukan hanya terjadi di lingkungan sekolah tertentu, tetapi sudah menjadi fenomena nasional yang sistemik. Dari pesantren hingga sekolah negeri, praktik saling ejek, pengucilan, dan kekerasan verbal menjadi hal lumrah di kalangan siswa. Padahal lembaga pendidikan seharusnya menjadi tempat yang aman dan membentuk karakter, bukan arena kekuasaan sosial di antara remaja.

Kondisi ini diperparah oleh pengaruh media sosial yang menormalisasi perilaku kasar dan menjadikan bullying sebagai hiburan. Banyak konten yang menampilkan ejekan dan pelecehan justru mendapat perhatian luas, bahkan dianggap lucu. Akibatnya, pelaku merasa tindakannya wajar, sementara korban semakin tertekan dan kehilangan rasa aman. Fenomena ini menunjukkan bahwa pendidikan hari ini gagal menanamkan adab dan empati.

Lebih jauh lagi, sistem pendidikan sekuler-kapitalistik yang berorientasi pada materi, prestasi akademik, dan reputasi lembaga telah mengabaikan aspek pembinaan moral. Guru sering kali terbebani administrasi dan target nilai, sementara fungsi mendidik akhlak menjadi nomor dua. Tak heran banyak peserta didik tumbuh dengan kepribadian rapuh, mudah tersinggung, dan kehilangan arah ketika menghadapi tekanan sosial.

Ketika pendidikan gagal menanamkan nilai moral dan spiritual, ruang kosong dalam jiwa remaja akan diisi oleh nilai-nilai asing dari media dan budaya populer. Remaja belajar mengekspresikan emosi bukan dengan nasihat dan musyawarah, melainkan dengan kekerasan. Mereka tidak lagi mencari solusi, tetapi pelampiasan. Dari sinilah muncul fenomena remaja yang menjadi ancaman, bukan korban semata.

Bullying yang terus terjadi tanpa penanganan berbasis nilai hanya akan menumbuhkan siklus kekerasan baru. Korban hari ini bisa menjadi pelaku di masa depan. Ini bukti bahwa krisis adab telah menjalar menjadi krisis peradaban.

Islam memiliki pandangan khas tentang pendidikan. Tujuan pendidikan bukan hanya mencetak manusia pintar, tetapi membentuk manusia berkepribadian Islam yang pola pikir dan sikapnya berlandaskan akidah. Dalam sistem pendidikan Islam, pembinaan dilakukan secara menyeluruh: mengasah akal, menumbuhkan keimanan, dan membentuk adab.

Proses pembelajaran bukan sekadar transfer ilmu, melainkan pembinaan intensif antara guru dan murid. Guru bertanggung jawab bukan hanya mengajar, tetapi juga membimbing akhlak dan spiritualitas murid. Kurikulum dirancang berbasis akidah Islam, menjadikan nilai-nilai adab dan tanggung jawab sosial sebagai bagian utama dari pendidikan.

Negara dalam sistem Islam juga berperan besar. Negara wajib menjamin pendidikan berkualitas, membina moral masyarakat, dan melindungi generasi muda dari kekerasan sosial. Dengan kebijakan yang berlandaskan syariah, negara akan menciptakan lingkungan pendidikan yang sehat, penuh kasih sayang, dan berorientasi pada pembentukan insan bertakwa.

Kasus santri yang membakar asrama dan siswa yang melakukan ledakan di sekolah harus menjadi peringatan keras bagi bangsa ini. Akar masalahnya bukan semata pada individu, tetapi pada sistem pendidikan yang gagal menumbuhkan adab dan keimanan. Selama pendidikan dijalankan di bawah sistem sekuler-kapitalistik yang menuhankan materi, krisis moral remaja akan terus berulang.

Hanya dengan penerapan sistem pendidikan Islam yang kaffah, generasi muda dapat tumbuh menjadi pribadi yang tangguh, beradab, dan beriman. Mereka tidak lagi menjadi korban tekanan sosial, tetapi menjadi pembawa perubahan menuju masyarakat yang lebih baik. [US]

Baca juga:

0 Comments: