Oleh: Noura Aina
(Komunitas Pemuda Bersuara)
SSCQMedia.Com—Hasil temuan World Bank menyatakan bahwa 1 dari 7 anak muda di China dan Indonesia tidak memiliki pekerjaan. Fakta itu terungkap dalam laporan World Bank East Asia and The Pacific Economic Update October 2025: Jobs yang memaparkan kondisi penciptaan lapangan kerja, termasuk di Indonesia. Padahal, terdapat lonjakan populasi usia muda di Indonesia yang semestinya dapat menjadi potensi tenaga kerja produktif, bahkan berpeluang mengubah peta pasar Asia Timur dan Pasifik (cnnindonesia.com, 8 Oktober 2025).
Untuk menyelesaikan masalah pengangguran anak muda tersebut, Kementerian Ketenagakerjaan menginisiasi Program Magang Nasional 2025. Target program ini adalah fresh graduate yang lulus maksimal satu tahun. Pada program ini, para lulusan baru akan dibayar sebesar UMP (Upah Minimum Provinsi). Pembayaran upah tidak dibebankan kepada perusahaan mitra, melainkan ditanggung oleh pemerintah. Tercatat sudah ratusan ribu fresh graduate mendaftar, jauh melampaui target awal.
Sekilas, program ini tampak seperti solusi. Namun, apakah benar dapat menyelesaikan akar masalah?
Jika dicermati secara kritis, program ini hanya memperhalus permukaan, bukan mencabut akar masalahnya. Pengangguran struktural berakar pada sistem ekonomi kapitalistik. Kapitalisme berpandangan bahwa kekayaan berputar pada segelintir orang yang memiliki kekuasaan atas modal.
Akibatnya, kekayaan tidak beredar secara merata. Golongan kaya terus memperbesar modal melalui investasi dan kepemilikan aset, sedangkan golongan miskin terjebak dalam akses terbatas terhadap modal usaha, pendidikan, dan pekerjaan yang layak. Kondisi ini memunculkan pengangguran struktural yang tidak terelakkan, karena kesempatan kerja bergantung pada kepentingan pemilik modal. Pemerintah yang menerapkan paradigma kapitalisme pun menempatkan peran korporasi sebagai solusi atas pengangguran.
Padahal, pelimpahan tanggung jawab kepada pemilik modal berpotensi menciptakan eksploitasi tenaga kerja, terutama di kalangan fresh graduate. Fenomena ini menunjukkan karakter dasar politik ekonomi kapitalisme yang menempatkan negara hanya sebagai fasilitator pemilik modal, bukan pelindung masyarakat.
Politik ekonomi yang melindungi rakyat
Islam memiliki pandangan berbeda. Negara hadir bukan hanya sebagai regulator, tetapi sebagai pelindung rakyat (ra’in). Negara tidak akan membiarkan kekayaan hanya berputar pada segelintir orang. Rasulullah SAW telah memberikan teladan mengenai pendistribusian harta agar setiap orang dapat mencapai kesejahteraan.
Dalam Islam, harta dibagi menjadi tiga jenis kepemilikan: kepemilikan individu yang diperoleh dari usaha pribadi yang halal; kepemilikan umum yang mencakup air, padang rumput, laut, sungai, hutan, dan berbagai jenis tambang; serta kepemilikan negara seperti kharaj, fai’, dan ghanimah yang hasilnya dikelola untuk kemaslahatan umat.
Sumber daya alam yang termasuk kepemilikan umum tidak boleh diserahkan kepada pihak swasta atau korporasi. Pengelolaannya wajib berada di tangan negara dan hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat, misalnya melalui penyediaan pendidikan dan kesehatan gratis serta pembangunan infrastruktur produktif. Dengan demikian, setiap warga memiliki akses riil terhadap sumber daya ekonomi sehingga peluang kerja terbuka luas di sektor pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan, serta industri berbasis potensi daerah.
Jika rakyat membutuhkan modal, negara dapat memberikan bantuan melalui kebijakan iqtha’ (pemberian lahan produktif). Tambang besar yang membutuhkan teknologi tinggi harus dikelola negara dengan melibatkan rakyat sebagai tenaga kerja. Adapun tambang kecil dapat dikelola masyarakat di bawah pengawasan negara untuk mencegah kerusakan lingkungan.
Dari harta kepemilikan umum dan negara inilah negara memperoleh pemasukan besar, bukan lewat pajak dan investasi korporasi sebagaimana dalam sistem kapitalis. Pendapatan tersebut kemudian digunakan untuk penyediaan layanan publik dan penciptaan lapangan kerja layak bagi seluruh rakyat.
Karena itu, solusi untuk mengakhiri pengangguran adalah upaya yang bersifat sistemik. Fresh graduate tidak semestinya terjebak dalam pola feodalisme modern khas kapitalisme yang memberi korporasi ruang dominan dalam perekonomian. Negara berkewajiban membuka lapangan kerja melalui mekanisme yang ditetapkan Islam berdasarkan syariat. Hanya dengan kembali kepada sistem yang menempatkan negara sebagai pelindung rakyat, persoalan pengangguran dapat diselesaikan secara tuntas.
Wallahualam bissawab. [Ni]
Baca juga:
0 Comments: