Headlines
Loading...
Baik dan Buruk Kembali untuk Diri Sendiri

Baik dan Buruk Kembali untuk Diri Sendiri

Oleh: Arumintantri
(Kontributor SSCQMedia.Com)


فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَهٗۚ ۝٧
“Siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat balasannya.”

وَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَّرَهٗ ۝٨
“Dan siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat balasannya.”

(QS. Az-Zalzalah: 7–8)

Bergetar hati ini setiap membaca dua ayat ini. Terbayang jelas “surat cinta” yang Allah berikan kepada hamba-Nya—singkat, padat, dan begitu bermakna.

Dulu, sering kali hati ini mengeluh dalam diam. “Ya Allah, beratnya ujian hidup ini.” Selalu merasa Allah tidak adil, menyalahkan ketentuan-Nya, bahkan terkadang muncul rasa riya: ingin dipuji, ingin terlihat baik di mata manusia.

Namun sejak mentadaburi ayat-ayat Allah secara rutin, perlahan kusadari bahwa apa pun yang kulakukan bukanlah untuk orang lain, melainkan kembali kepada diriku sendiri—baik perbuatan baik maupun buruk. Astaghfirullah.

Tafsir Makna “Zarrah”

Syekh Mustafa Al-Maraghi (w. 1371 H) menjelaskan makna zarrah sebagai berikut:

Az-zarrah adalah semut kecil atau debu berterbangan yang terlihat dalam cahaya matahari ketika masuk dari jendela atau lubang angin-angin. Adapun misqāla żarratin (seberat zarrah) merupakan ilustrasi sesuatu yang sangat kecil.”
(Ahmad bin Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, juz XXX, hlm. 218)

Sekecil debu yang beterbangan saja akan mendapatkan balasan dari Allah, apalagi perbuatan besar yang membawa mudarat bagi orang lain maupun diri sendiri. Karena itu, setiap hari kita harus lebih berhati-hati dalam beraktivitas, jangan sampai melakukan keburukan walau hanya seberat zarrah.

Kini hidup terasa lebih nikmat, sebab apa pun yang diniatkan sebagai kebaikan—walau sekecil semut—akan dicatat sebagai pahala oleh Allah Swt. Harapan untuk mengumpulkan pahala pun semakin terbuka melalui perbuatan-perbuatan kecil yang mungkin tampak sepele di mata manusia.

Ibnu Abbas berkata:

“Tidaklah seorang mukmin maupun kafir melakukan kebaikan atau kejelekan, melainkan Allah akan memperlihatkannya kepadanya. Orang mukmin akan diberi ampun dan diberi pahala atas kebaikannya. Sedangkan orang kafir, kebaikannya akan ditolak dan ia akan disiksa karena kejelekannya.”
(Muhammad Nawawi Al-Jawi, At-Tafsîrul Munîr li Ma’âlimit Tanzîl, juz II, hlm. 656)

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa orang kafir disiksa karena kekafirannya. Kebaikan yang ia lakukan hanya bermanfaat baginya di dunia—misalnya melindungi dirinya dari bahaya atau mendapatkan penghargaan manusia. Namun di akhirat, kebaikan itu tidak dapat membebaskannya dari siksaan kekafiran. Itulah sebabnya ia kekal di dalam neraka.

Ya Allah, semoga diri ini senantiasa mampu menjaga diri dan lebih berhati-hati dalam setiap aktivitas sehari-hari. Aamiin.

Bogor, 9 November 2025


Baca juga:

0 Comments: