Ratusan Triliun Hilang Akibat Salah Kelola Tambang
Oleh: Dhevi Firdausi, S.T.
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com. Baru-baru ini, Presiden Prabowo menghadiri acara penyerahan aset Barang Rampasan Negara (BRN) dari enam smelter ilegal kepada PT Timah Tbk. Hal ini dilakukan presiden terkait kasus korupsi bahan tambang berupa timah. Beliau menyatakan bahwa kerugian negara mencapai Rp300 triliun.
Kondisi yang lebih mengejutkan, jumlah perusahaan tambang ilegal tersebut sudah mencapai ribuan. Di antaranya perusahaan besar seperti Stanindo Inti Perkasa (SIP), CV Venus Inti Perkasa (VIP), dan PT Menara Cipta Mulia (MCM). Proses penyerahan smelter dan peralatan hasil sitaan dilakukan di Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung (detiknews, 6/10/2025).
Pemerintah telah mengesahkan pengelolaan tambang oleh koperasi dan UMKM. Penyerahan aset pertambangan ini bertujuan untuk menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat. Sebelumnya, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan yang kontroversial, yaitu memberikan izin konsesi tambang kepada ormas keagamaan melalui PP Nomor 25 Tahun 2024.
Menyusul kemudian, diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2025, di mana pemerintah secara resmi memberikan kesempatan kepada koperasi untuk mengelola Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) mineral logam dan batubara. Batas maksimal wilayah pengelolaan tersebut mencapai 2.500 hektare. Koperasi dan UMKM yang mendapat prioritas adalah yang berada di sekitar area pertambangan.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa selama ini sudah ribuan tambang timah yang tidak memiliki izin pengelolaan dari negara, tetapi tetap beroperasi. Hal ini menjadi indikasi bahwa pemerintah cenderung membiarkan aktivitas pertambangan ilegal tersebut.
Padahal, banyak dampak negatif yang timbul, seperti kerugian negara hingga triliunan rupiah, kerusakan lingkungan, serta gangguan sosial ekonomi masyarakat sekitar. Ironisnya, pihak berwenang yang seharusnya menindak aktivitas penambangan tanpa izin justru diduga melindungi dan mengabaikan laporan masyarakat. Tidak sedikit di antara mereka yang menerima setoran keamanan dari perusahaan terkait.
Pertambangan seharusnya dikelola langsung oleh negara, bukan diserahkan kepada pihak swasta. Selain itu, pengelolaan tambang seharusnya dilakukan oleh pihak yang memiliki kapasitas di bidang pertambangan. Dalam hal ini, koperasi dan UMKM tentu tidak memiliki kemampuan teknis untuk mengelola tambang secara profesional.
Salah satu risikonya, mereka biasanya akan mencari pihak ketiga untuk membantu pengelolaan, yaitu perusahaan swasta. Di samping itu, terdapat risiko lain, seperti pengabaian terhadap standar kelayakan dasar, kerusakan ekosistem, dan pencemaran lingkungan. Dapat disimpulkan bahwa penyerahan pengelolaan pertambangan kepada koperasi dan UMKM merupakan kebijakan yang kurang tepat.
Sistem Kapitalisme Mengakibatkan Kesalahan Pengelolaan Pertambangan
Kerugian negara yang menembus ratusan triliun rupiah akibat kesalahan pengelolaan tambang merupakan dampak buruk dari diterapkannya sistem sekuler kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme, wajar jika negara menyerahkan pengelolaan tambang kepada pihak lain dan tidak mengelolanya sendiri untuk kesejahteraan rakyat. Padahal, pengelolaan tambang membutuhkan keahlian dan kualifikasi tertentu.
Jika tidak memenuhi standar, risikonya sangat merugikan rakyat. Misalnya, masyarakat yang tinggal di sekitar tambang harus menanggung pencemaran tanah, air, dan udara akibat aktivitas penambangan ilegal yang tidak sesuai standar. Negara terkesan berlepas tangan karena proyek semacam ini telah mencapai ribuan jumlahnya dan pemerintah tidak segera mengambil tindakan. Sistem kapitalisme terbukti rusak dan tidak layak diterapkan.
Dalam Islam, Rakyat Sejahtera dengan Hasil Tambang
Sistem kapitalisme sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Syariat Islam yang sempurna tidak hanya mengatur ibadah ritual semata, tetapi juga mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk pengelolaan sumber daya alam.
Dalam Islam, tambang termasuk sumber daya alam (SDA) yang tak terbatas jumlahnya. Barang tambang merupakan milik umum dan tidak boleh dikuasai oleh individu atau swasta. Dalil tentang larangan tersebut terdapat dalam hadis riwayat Abu Dawud, bahwa Rasulullah saw. menarik kembali tambang garam yang sebelumnya diberikan kepada Abyadh bin Hamal. Tambang tersebut kemudian dikelola langsung oleh daulah Islam dan hasilnya digunakan untuk kesejahteraan seluruh kaum Muslimin.
Hadis riwayat Abu Dawud yang lain juga menyebutkan bahwa umat Islam berserikat dalam tiga hal, yaitu air, api, dan padang rumput. Api yang dimaksud adalah sumber energi, termasuk bahan tambang seperti timah dan batubara. Hadis ini menegaskan bahwa pertambangan tidak boleh dikelola oleh swasta maupun individu.
Islam memiliki sistem politik dan sistem ekonomi yang berperan penting dalam menjamin agar sumber daya alam dikelola sesuai syariat. Jika terjadi pelanggaran, maka akan diterapkan sanksi sesuai hukum Islam yang wewenangnya berada pada khalifah.
Dalam Islam, negara berfungsi sebagai raa‘in atau pengurus rakyat yang bertanggung jawab penuh atas kesejahteraan mereka. Tanggung jawab ini juga mencakup pengelolaan barang tambang. Dalam pelaksanaannya, pemerintah harus memperhatikan dampak aktivitas pertambangan terhadap lingkungan sekitar agar tidak menimbulkan pencemaran atau kerusakan ekosistem.
Hasil yang diperoleh dari pertambangan dimasukkan ke dalam kas baitul mal. Dari baitul mal inilah dana disalurkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, seperti pembiayaan pendidikan dan kesehatan secara gratis.
Demikianlah, mekanisme eksplorasi sumber daya alam dan distribusi hasil kekayaannya hanya akan dapat direalisasikan melalui sistem Khilafah yang menerapkan syariat Islam secara kaffah. []
Baca juga:
0 Comments: