Oleh: Ernita Setyorini, S.Pd
(Pendidik)
SSCQMedia.Com—Dunia pendidikan sedang tidak baik-baik saja. Hampir setiap hari media massa maupun media sosial memberitakan kerusakan moral generasi muda. Moral remaja atau pelajar Indonesia semakin memprihatinkan, baik dari perilaku kekerasan, hedonisme, seks bebas, dan lain sebagainya. Baru-baru ini, seorang siswa yang ketahuan merokok di sekolah lalu ditampar kepala sekolah pun menuai sorotan tajam.
Polemik Kepala SMAN 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, Dini Fitri, yang diduga menampar siswa karena merokok di lingkungan sekolah, akhirnya diselesaikan secara damai. Orang tua siswa pun mencabut laporan polisi terhadap Dini. “Awalnya, siswa itu merokok di belakang sekolah dan ketahuan oleh kepala sekolah. Kepala sekolah kemudian menegur dan mengingatkan,” kata Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Provinsi Banten, Lukman, Selasa (14/10). (Detiknews.com, 24/10/2025)
Meskipun polemik tersebut berakhir damai, kasus ini menunjukkan rusaknya moral generasi saat ini. Kondisi generasi muda justru semakin jauh dari pendidikan adab dan akhlak. Selain itu, berbagai konten amoral yang beredar di media sosial menjadi potret yang menyayat hati.
Foto seorang siswa SMA di Makassar berinisial AS yang dengan santainya merokok dan mengangkat kaki di samping gurunya, Ambo, tersebar cepat di jagat maya. Insiden ini bukan sekadar kenakalan remaja, melainkan sebuah dilema besar yang dihadapi para pendidik di era modern. Di satu sisi, ada guru yang ragu bertindak karena takut dicap melanggar HAM. (Suara.com, 24/10/2025)
Permasalahan tersebut menambah panjang daftar kerusakan moral generasi, yang menunjukkan terjadinya krisis kepribadian pelajar di Indonesia. Betapa rumitnya posisi pendidik saat ini, yang harus menghadapi tantangan besar di era disrupsi. Akar masalahnya adalah adanya ruang abu-abu dalam penerapan disiplin siswa dan tergerusnya wibawa guru.
Fenomena krisis moral ini memperlihatkan bagaimana siswa merasa memiliki kebebasan untuk bertindak di luar batas etika, sementara guru merasa tidak berdaya. Seolah ada tembok yang membuat guru ragu menegakkan kedisiplinan. Bahkan, ketika guru ingin menegakkan aturan bagi siswanya, sering kali justru guru diadukan, bahkan terancam posisinya. Guru pun takut tindakannya disalahartikan dan berujung pada sanksi pidana.
Permasalahan ini terjadi akibat sistem pendidikan sekuler yang diterapkan di negeri ini, di mana sistem sekuler menafikan intervensi Sang Pencipta dalam kehidupan, termasuk dalam bernegara. Mirisnya, sekularisasi dilegalkan oleh negara. Meski tidak menolak keberadaan Tuhan, negara tidak mengizinkan agama berperan dalam mengatur masyarakat.
Sistem sekuler-liberal melahirkan generasi yang tidak taat aturan dan mengalami krisis moral. Di sisi lain, negara pun abai terhadap urusan rakyatnya, termasuk masalah kecanduan rokok di usia sekolah. Akses rokok yang mudah dijangkau remaja menjadi bukti lemahnya pengawasan negara. Remaja yang haus validasi sering kali menjadikan rokok sebagai simbol kedewasaan, jati diri, dan kebanggaan agar dianggap keren.
Segala bentuk kekerasan memang tidak dibenarkan dalam mendidik generasi. Karena itu, dibutuhkan pendidikan yang membuat remaja memahami siapa dirinya dan arah hidupnya. Sistem pendidikan sekuler yang diterapkan saat ini tidak memberikan perlindungan bagi guru atau tenaga pendidik. Alasannya, karena siswa pun memiliki hak asasi manusia dan perlindungan anak. Guru yang hendak mendisiplinkan siswa menjadi serba salah. Padahal, menasihati seseorang yang bersalah adalah bagian dari amar makruf nahi mungkar, meski tidak boleh dilakukan dengan kekerasan.
Sistem pendidikan sekuler memberikan ruang kebebasan yang justru terbukti gagal mencetak peserta didik yang bertakwa dan berakhlak mulia. Oleh karena itu, perlu menanamkan kembali nilai-nilai fundamental seperti sopan santun dan rasa hormat kepada guru.
Dalam Islam, guru adalah pilar peradaban yang posisinya sangat dihormati dan dimuliakan karena tugasnya membentuk kepribadian murid. Guru bukan sekadar gudang ilmu, tetapi juga pendidik yang menjadi suri teladan bagi muridnya. Guru berperan penting sebagai sumber panduan bagi para murid.
Pada dasarnya, hukum merokok dalam Islam memang mubah, namun di sisi lain tidak dibolehkan karena membahayakan diri sendiri dan orang lain. Merokok dapat membahayakan kesehatan baik bagi perokok aktif maupun pasif, terutama anak-anak dan ibu hamil. Rokok mengandung nikotin yang membuat penikmatnya ketagihan dan sulit berhenti. Di sisi lain, regulasi negara yang membuat harga rokok mahal justru menimbulkan problem baru, niat hati membuat perokok berhenti, tetapi kenyataannya tetap saja membeli. Akibatnya, kantong jebol dan hidup makin boros.
Sistem pendidikan Islam mengajarkan agar pelajar memiliki pola pikir dan pola sikap sesuai dengan tuntunan Islam. Islam melahirkan generasi yang sadar bahwa tujuan hidup manusia adalah untuk beribadah kepada Allah dan akan dimintai pertanggungjawaban kelak. Dari sinilah remaja Muslim harus memiliki prinsip dan bangkit menjadi generasi bertakwa, bukan generasi perusak.
Generasi terbaik niscaya akan lahir kembali apabila umat berjuang menegakkan sistem Islam. Caranya adalah dengan berdakwah dan memahamkan umat tentang pentingnya terikat dengan Islam secara kaffah. Sudah saatnya sistem pendidikan sekuler diganti dengan sistem pendidikan Islam.
Wallahualam bissawab. [My]
Baca juga:
0 Comments: