Oleh: Ummu Fahhala
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Sebanyak 5.957 desa dan kelurahan di 27 kabupaten/kota di Jawa Barat kini memiliki Pos Bantuan Hukum (Posbakum). Fakta ini menegaskan bahwa Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah Posbakum terbanyak di Indonesia (Bandung.Bisnis.com, 3/10/2025).
Posbakum hadir sebagai ruang bagi rakyat kecil untuk mencari keadilan. Di sana, warga dapat berkonsultasi, menyelesaikan sengketa, hingga mendapat pendampingan hukum gratis oleh paralegal dan kepala desa/lurah sebagai juru damai. Langkah ini bukan sekadar administrasi hukum, melainkan tentang menghadirkan negara sampai ke pintu rumah rakyat.
Kehadiran Posbakum sejatinya merupakan bentuk konkret dari pemerintahan yang berpihak pada rakyat. Ia menjembatani jarak antara hukum dan kemanusiaan. Namun, dalam geliat pembangunan ini, muncul satu pertanyaan besar: apakah sistem ini mampu menjaga nilai keadilan sejati di tengah gempuran ideologi baru yang datang membawa nama moderasi beragama?
Ketika Moderasi Menyusup ke Balik Hukum
Kini, istilah moderasi beragama kian sering disandingkan dengan berbagai program pembangunan masyarakat. Namun, benarkah ini jalan keluar atau justru jebakan halus?
Aktivis muslimah muda Safira M. Shalihah memperingatkan bahwa moderasi beragama bisa menjadi bahaya laten bagi akidah. “Program ini tampak damai, tapi perlahan melemahkan prinsip bahwa hanya Islam satu-satunya agama yang benar,” ujarnya kepada Mnews.net (22/12/2024).
Ia menjelaskan, konsep moderasi beragama yang diusung pemerintah dan lembaga global sejatinya berakar dari rancangan RAND Corporation dalam buku Building Moderate Muslim Network. Tujuannya, kata Safira, adalah membangun citra Islam yang “lunak” agar tidak bertentangan dengan nilai-nilai Barat seperti HAM, pluralisme, dan kesetaraan gender.
“Inilah bentuk penyusupan ideologis yang berbahaya,” tegasnya. “Umat diajak toleran tanpa batas, hingga bingung membedakan antara kebenaran dan kesesatan.”
Islam Sudah Mengajarkan Toleransi Sejati
Safira menegaskan, kemajemukan adalah keniscayaan hidup. Namun, Islam telah lama mengatur hal itu dengan cara terbaik. Allah Swt. berfirman:
“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama. Sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dan yang sesat.” (QS Al-Baqarah [2]: 256)
Dalam sejarah, Rasulullah saw. tidak pernah memaksa nonmuslim untuk memeluk Islam. Bahkan, Islam memerintahkan umatnya berdiskusi dengan cara yang baik:
“Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang baik.” (QS Al-Ankabut [29]: 46)
Toleransi dalam Islam bukan berarti mencampuradukkan kebenaran. Ia adalah sikap mulia yang berpijak pada keimanan yang teguh.
Bahaya Sekularisasi di Balik Moderasi
Sesungguhnya, ide moderasi beragama adalah bagian dari proyek sekularisasi pemikiran Islam. Ide ini ingin menempatkan semua agama setara, bahkan mengaburkan batas kebenaran yang telah Allah tetapkan:
“Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS Ali Imran [3]: 19)
“Barang siapa mencari agama selain Islam, maka tidak akan diterima darinya.” (QS Ali Imran [3]: 85)
Ketika moderasi menempatkan Islam sejajar dengan ide buatan manusia, maka nilai wahyu pun tereduksi. Islam kehilangan kekuatannya sebagai ideologi hidup. Akhirnya, Islam hanya dipahami sebatas ritual, bukan sistem kehidupan.
Kembali pada Islam Kafah
Umat Islam harus kembali pada pemahaman Islam secara kafah—menyeluruh dan ideologis. Allah Swt. berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan.” (QS Al-Baqarah [2]: 208)
Hanya dengan penerapan syariat Islam secara total, keadilan sejati akan terwujud. Bukan sekadar melalui Posbakum, tetapi melalui sistem pemerintahan yang berlandaskan wahyu.
Sejarah telah membuktikan, di masa Rasulullah saw. dan Khulafaur Rasyidin, hukum Islam menjadi pelindung bagi semua warga, tanpa memandang agama atau suku.
Penutup
Posbakum adalah langkah penting. Ia membuka jalan agar rakyat kecil tidak buta terhadap hukum. Namun, tanpa fondasi ideologis Islam, Posbakum hanya menjadi ruang administratif yang kehilangan ruh keadilan sejati.
Keadilan sejati lahir bukan dari kompromi, melainkan dari keteguhan pada kebenaran. Dan kebenaran itu hanya milik Allah Swt. Dari sinilah, setiap langkah menuju keadilan harus berangkat dari satu dasar: Islam sebagai satu-satunya sistem hidup yang benar.
Wallahualam bissawab. [Ni]
Baca juga:
0 Comments: