Oleh: Alfi Ummu Arifah
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Beras merupakan komoditas utama di negeri ini. Mayoritas masyarakat Indonesia mengonsumsi nasi sebagai makanan pokok. Tak heran, ketika harga beras tak kunjung turun dan stabil, masyarakat mulai merasa waswas. Hingga kini, kenaikan harga masih terus terjadi.
Menteri Pertanian sebelumnya menjelaskan bahwa kenaikan harga beras bukan disebabkan oleh Bulog. Ternyata, 92 persen pasokan justru dikendalikan oleh pihak swasta (kapital), sehingga negara tidak memiliki kewenangan penuh dalam pengendalian harga. Inilah mekanisme yang keliru dan berbahaya jika terus dibiarkan. Akar persoalannya terletak pada distribusi yang dikuasai kapital.
(detikFinance, 21/10/2025)
Andi Amran Sulaiman menyampaikan bahwa harga beras memang telah menurun di sejumlah daerah. Dari total 514 kabupaten di seluruh Indonesia, hanya 20 kabupaten yang masih mencatat harga tinggi. Harga Eceran Tertinggi (HET) ditetapkan sebesar Rp15.500 per kilogram.
Amran membantah anggapan bahwa kenaikan harga beras disebabkan penyerapan gabah oleh Bulog. Ia menegaskan, kemampuan Bulog hanya sekitar 8 persen, sementara 92 persen lainnya dikuasai pihak swasta. Distribusi pun sepenuhnya diserahkan kepada swasta. Inilah ciri khas sistem kapitalisme yang diadopsi negeri ini dalam mengurusi perberasan. Di sinilah letak kesalahannya.
Kenaikan harga juga dipicu praktik tengkulak atau middleman yang mencari keuntungan berlebih. Praktik serupa, menurut Amran, terjadi pula pada komoditas pangan lain seperti minyak goreng. Sistem kapitalisme menjadikan praktik semacam ini berjalan “mulus dan aman”. Negara tidak lagi berperan aktif dalam proses distribusi, bahkan cenderung abai. Wajar jika negara tak mampu mengendalikan harga.
Tak hanya itu, praktik beras oplosan masih marak terjadi. Satgas Pangan mencatat ada 41 tersangka yang telah diamankan, dengan total kerugian rakyat mencapai Rp10 triliun. Lemahnya hukum membuat pelaku pengoplosan tidak jera. Kejadian serupa akan terus berulang jika aturan tegas tidak ditegakkan.
Amran menegaskan bahwa mulai hari ini seluruh pedagang, pengecer, dan distributor wajib mengikuti regulasi harga yang berlaku. Pelanggaran akan dikenai surat teguran, dan jika tetap diabaikan, izin usaha akan dicabut. Meski demikian, pencabutan izin saja tidak cukup memberi efek jera. Diperlukan sanksi hukum yang lebih tegas bagi penjual yang menjual di atas HET.
Singkatnya, pengaturan berbasis kapitalisme ini telah membuat tata kelola perberasan semrawut dan kacau. Beras adalah kebutuhan dasar yang seharusnya diatur dengan sistem yang adil dan berpihak kepada masyarakat. Penguasa seharusnya bekerja untuk kepentingan rakyat. Hanya sistem perberasan berbasis Islam yang mampu menuntaskan persoalan ini. Sistem Islam memiliki mekanisme yang rapi, menyeluruh, dan sesuai fitrah manusia.
Pengaturan Harga Beras dalam Islam
Dalam sistem ekonomi Islam, pengaturan beras dilakukan dari hulu hingga hilir berdasarkan syariat Islam. Negara melalui perangkatnya memastikan distribusi berjalan lancar dan harga tidak melampaui kemampuan beli masyarakat. Selama tidak ada penimbunan (ihtikar), harga akan tetap murah dan stabil. Pelaku penimbunan dikenai sanksi tegas.
Negara juga memastikan kesejahteraan rakyat melalui penyediaan lapangan kerja yang layak, sehingga para kepala keluarga mampu menafkahi keluarganya. Terkait praktik pengoplosan, Islam telah mengantisipasinya sejak awal melalui peran Kadi Hisbah, yang setiap hari berpatroli di pasar untuk memeriksa timbangan, kualitas barang, serta mencegah kecurangan.
Kadi Hisbah bekerja untuk melayani masyarakat, baik atas dasar laporan maupun inisiatif sendiri. Jika terjadi pelanggaran, ia berwenang menjatuhkan sanksi berdasarkan hukum syariat. Mekanisme ini terbukti efektif mencegah praktik curang seperti oplosan.
Dengan demikian, jelas bahwa hanya syariat Islam yang mampu menyelesaikan persoalan perberasan di negeri ini—mulai dari produksi hingga distribusi. Sistem ini terintegrasi dengan berbagai departemen seperti pertanian, keuangan, pemerintahan, dan pendataan penduduk.
Ingin persoalan beras benar-benar tuntas?
Jawabannya hanya satu: kembalikan pengaturan ekonomi pada syariat Islam. Kapitalisme telah gagal di berbagai sektor, sementara Islam menawarkan solusi yang adil dan menenteramkan.
Wallahualam bissawab. [An]
Baca juga:
0 Comments: