Headlines
Loading...

Oleh: Ummu Irul
(Kontributor SSCQMedia.Com)


Kepada Yth.
Ananda Anisa H
Di Tempat

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Anakku Nisa sayang,

Bagaimana kabar hatimu, Sayang? Apakah selalu ceria dan bersyukur?
Semoga Allah senantiasa melindungi dan menguatkanmu. Aamiin.

Anakku sayang,
Maafkan Umi, dari dulu hingga kini selalu berharap kamu menjadi contoh bagi adik-adikmu dalam kebaikan. Maka, tatkala kamu lulus sekolah dasar, Umi—atas persetujuan Abi—memasukkanmu ke pondok pesantren dengan harapan kamu memiliki ilmu dan wawasan luas tentang agama kita, Islam.

Harapan kami sebagai orang tua, kelak kamu menjadi wanita salihah yang taat syariat serta menjadi penjaga Al-Qur’an (hafizah). Umi melihat potensi hafalanmu sangat kuat, meski kemampuan berhitungmu pun tak kalah baik. Namun, pertimbangan Umi waktu itu, mumpung usia masih muda, biarlah Al-Qur’an yang lebih dulu mengisi ruang hatimu. Untuk ilmu umum, biarlah nanti bisa dikejar di jenjang berikutnya.

Alhamdulillah, kamu setuju setelah bertemu pondok yang menarik bagimu—waktu itu pondok tahfiz di luar kota. Terima kasih, Sayang, karena telah mematuhi keinginan Umi.

Anakku sayang,

Selain pertimbangan di atas, kami juga memiliki harapan lain. Karena kamu anak sulung, besar harapan kami agar kamu menjadi contoh bagi adik-adikmu kelak. Bahwa untuk jenjang menengah, anak-anak Umi dan Abi mesti bersekolah di pondok pesantren.

Mengapa pondok pesantren? Menurut pandangan kami hingga kini, untuk melatih anak dalam berbagai pembiasaan positif dibutuhkan bimbingan para ahli. Sementara saat ini, ketika sistem Islam belum diterapkan—khususnya dalam pendidikan dan sosial—maka pondok pesantren adalah solusi terbaik. Bukan satu-satunya, namun menjadi alternatif terbaik untuk saat ini.

Kelak, ketika Islam memimpin, sekolah-sekolah yang didirikan negara pun akan sarat dengan ajaran Islam dan kebaikan.

Anakku sayang,

Terima kasih atas pengorbananmu waktu itu. Berjuang di pondok yang jauh dari rumah sungguh tidak mudah, sarat air mata—baik airmatamu maupun air mata kami sebagai orang tua.

Di awal kamu mondok, Umi sering tak kuasa menahan air mata yang ingin keluar setiap kali berada di kamarmu atau membersihkannya.
Andai waktu itu Umi tidak meneguhkan hati, mungkin Umi tak sanggup melepasmu.

Namun keyakinan bahwa mengirimmu ke pondok adalah bagian dari menjalankan perintah Allah—sebagaimana firman-Nya dalam surah An-Nisa’ ayat 9—menguatkan hati ini:

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ ۖ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”
(QS. An-Nisa’: 9)

Juga dalam surah At-Tahrim ayat 6:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.”
(QS. At-Tahrim: 6)

Ayat-ayat cinta-Nya inilah yang menguatkan kami untuk tetap kokoh dalam niat, melepasmu hingga tujuh tahun di pondok pesantren, termasuk masa pengabdianmu di sana.

Alhamdulillah, tak henti-hentinya kami bersyukur kepada Allah. Pertimbangan dan impian kami waktu itu tercapai. Adik-adikmu mengikuti jejakmu. Tatkala mereka duduk di jenjang menengah, mereka semua mau—bahkan rela—bersekolah di pondok seperti Mbak Nisa, kata mereka. Masyaallah.

Kini tinggal si bungsu yang belum merasakan tinggal di pondok. Insyaallah sebentar lagi, karena sekarang dia kelas 6 SD. Semoga Allah memudahkan segalanya. Aamiin.

Nduk Nisa,

Alhamdulillah, kini kamu telah dewasa dan mandiri dalam banyak hal, termasuk dalam hal finansial. Bahkan sering kamu memberi tanda cinta kepada kami, meski hasil jerih payahmu tak seberapa. Namun karena kesalihanmu, kamu tetap memedulikan kami dengan kejutan-kejutan, besar maupun kecil.

Semoga Allah membalas kebaikanmu dengan berlipat ganda. Aamiin.

Anakku sayang,

Bukan maksud Umi untuk menuntutmu, tetapi sungguh ini adalah impian kami agar kamu menjadi pejuang Islam yang militan. Umi tak henti-hentinya berdoa agar ilmu yang kamu miliki bisa tersebar di tengah umat.

Maaf ya, Sayang, Umi selalu mengingatkan bahwa kita tidak cukup hanya membaca dan menghafal Al-Qur’an, tetapi juga berkewajiban mendakwahkan isinya, hingga Al-Qur’an benar-benar diterapkan di bumi ini.

Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 208:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, dia musuh yang nyata bagimu.”
(QS. Al-Baqarah: 208)

Anakku sayang,

Teruslah semangat dalam menyebar ilmu. Jagalah selalu ayat-ayat cinta-Nya agar Allah meridai hidupmu, hingga kita bahagia di dunia dan akhirat. Aamiin.

Nduk Ca sayang, cukup sekian dulu ya surat cinta dari Umi.
Maafkan jika ada khilaf.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Hormat dan cinta dari,
Umi yang selalu mencintaimu.

Baca juga:

1 komentar

  1. MasyaAllah, mataku berembun
    Semoga semua harap kebaikan diijabah 🤲

    BalasHapus