Oleh. Rina Herlina 
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Kondisi Gaza, Palestina semakin memprihatinkan. Hidup dalam kondisi aman dan nyaman bagi penduduk Gaza, hanya tinggal impian. Israel benar-benar tidak berprikemanusiaan. Setiap saat menghabisi nyawa penduduk Gaza tanpa belas kasihan. Bahkan anak-anak pun tak luput dari pembantaian.
Dilansir dari tempo.co, 6 Oktober 2025, sampai hari ini sekitar 20.000 anak-anak Palestina tewas dibantai Zionis Israel. Jumlah ini kemungkinan akan terus bertambah. Mengingat perang genosida yang dilakukan Israel masih terus berlangsung. Padahal kondisi ini sudah terjadi sejak Oktober 2023 lalu.
Selain anak-anak yang tewas, setidaknya ada sekitar 42.011 anak Palestina juga mengalami luka-luka. Bahkan menurut Kementerian Kesehatan sementara Komite PBB untuk Hak-Hak Penyandang Disabilitas melaporkan setidaknya 21.000 anak Palestina di Gaza mengalami cacat permanen. Dan ribuan lainnya hilang atau diduga terkubur di bawah reruntuhan.
Perang saat ini sudah terjadi selama 23 bulan. Selama itu, nyawa anak-anak Palestina di Gaza yang selamat, kondisinya terus terancam. Hal ini akibat kelaparan akut semakin meluas yang terjadi di Kegubernuran Gaza. Kondisi ini diperkirakan akan terus terjadi dalam beberapa minggu mendatang. Padahal lebih dari satu juta orang yang masih bertahan sekitar setengahnya adalah anak-anak. Keadaan mereka sudah menghadapi kelaparan parah. Peristiwa ini merupakan kasus terburuk dari Fase 5 IPC (International Patent Classification).
Setidaknya 132.000 anak Palestina di bawah usia lima tahun menghadapi risiko kematian akibat kekurangan gizi akut, dan setidaknya 135 anak telah mati kelaparan, 20 di antaranya sejak kelaparan diumumkan pada 22 Agustus, sebagaimana yang diumumkan Kementerian Kesehatan.
Meski begitu, anak-anak Gaza sangat tangguh dan kuat dalam menghadapi kesulitan. Mereka tetap tumbuh dengan pendidikan yang berlandaskan iman dan kecintaan pada Al-Qur'an, sehingga mampu menghadapi situasi sulit dengan ketabahan luar biasa. Sungguh keimanan mereka seharusnya membuat kita malu.
Di tengah konflik dan penderitaan, anak-anak Gaza tetap fokus pada pendidikan dan cita-cita mereka. Mereka sibuk dengan hafalan Al-Qur'annya. Mereka tidak ingin setiap harinya berlalu begitu saja tanpa lantunan Al-Qur'an.
Anak-anak Gaza memang spesial. Keimanan mereka mampu membuat decak kagum dunia. Hidup sulit tak menyurutkan langkah mereka untuk selalu optimis dan senantiasa berprasangka baik kepada ketetapan Allah Swt. Mereka "dipaksa" kuat oleh keadaan. Meski seluruh dunia mengkhianati, senyum mereka tetap indah.
Ketangguhan mereka tentu tidak hadir begitu saja. Ada beberapa faktor yang membuat mereka begitu tangguh, diantaranya adalah:
Pertama, pendidikan mereka berbasis akidah. Inilah yang menjadi kunci teguhnya iman mereka. Ini karena pendidikan yang berlandaskan Al-Qur'an dan nilai-nilai Islam akan menjadi fondasi kuat bagi siapa pun yang meyakininya, guna menghadapi kesulitan.
Kedua, peran ibu sebagai Ummu wa Rabbatul Bait. Ibu memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan kepribadian anak-anak Gaza dengan menanamkan nilai-nilai Islam dan kecintaan pada Al-Qur'an.
Ketiga, kecintaan pada Al-Qur'an. Anak-anak Gaza dibesarkan dengan kecintaan pada Al-Qur'an, sehingga mereka memiliki semangat dan motivasi untuk terus belajar dan berjuang.
Mirisnya kondisi mereka saat ini makin mengkhawatirkan. Zionis Israel semakin menyulitkan mereka. Kelaparan akut melanda Gaza. Bahkan banyak dari mereka akhirnya harus meregang nyawa karena lapar dan mengalami malnutrisi.
Ketiadaan obat semakin memperparah kondisi anak-anak Gaza. Kondisi kelaparan dan kekurangan obat-obatan sangat membahayakan kesehatan dan keselamatan mereka. Semua ini terjadi akibat blokade dan pemblokiran bantuan yang dilakukan Israel.
Kondisi tersebut akhirnya membuat anak-anak Gaza kesulitan mendapatkan akses ke makanan, obat-obatan, dan kebutuhan dasar lainnya. Namun meskipun menghadapi banyak tantangan, anak-anak Gaza tetap menjadi inspirasi bagi banyak orang di dunia dengan ketabahan dan semangatnya yang luar biasa.
Negara-negara muslim tidak mampu berbuat banyak akibat sekat Nasionalisme yang mengakar kuat. Sejauh ini yang dapat mereka lakukan hanya sekadar mengirim bantuan, boikot produk Israel, dan retorika belaka.
Padahal total jumlah umat Islam secara keseluruhan ada sekitar 2 miliar. Namun keadaannya bak buih di lautan. Persis sejak Khilafah Utsmani runtuh pada Maret tahun 1942, umat Islam seperti anak ayam kehilangan induknya, tercerai-berai tanpa perisai.
Maka wajar jika kondisi Palestina semakin hari kian mengenaskan. Ini karena mereka berjuang sendirian. Saudaranya yang lain tidak mampu berbuat banyak kecuali sekadar boikot produk Israel dan doa tulus yang terus mengalun dari harti yang paling dalam.
Untuk itu, bersatunya seluruh umat Islam dalam satu komando adalah sesuatu yang urgen dilakukan. Mengingat kondisi penduduk Gaza yang semakin mengkhawatirkan. Dengan bersatu di bawah komando pemimpin (Khalifah), umat Islam bisa bergerak cepat mengirimkan bantuan tentara dan senjata. Dengan bersatu, bukan tidak mungkin umat Islam mampu mengulang kembali masa kejayaan Islam di bawah naungan Daulah Islam. Memimpin peradaban gemilang dan menyatukan seluruh negeri dalam naungan institusi Khilafah Islamiah, seperti yang pernah dilakukan oleh beberapa Khalifah, setelah wafatnya Rasul saw. Wallahualam. [ry].
Tasikmalaya, 8 Oktober 2025
Baca juga:
 
0 Comments: