Oleh: Ummu Fahhala
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com — Setiap kali nama Rasulullah saw. disebut, hati ini bergetar. Ada rasa rindu yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Rindu yang menyusup lembut ke dalam relung jiwa, menyala tanpa pernah padam.
Rindu kepada seorang insan agung yang tak hanya menjadi teladan dalam akhlak, tetapi juga membawa risalah sempurna untuk seluruh aspek kehidupan manusia, dari urusan ibadah hingga mengatur dunia dengan hukum Allah Swt. yang penuh rahmat.
Dialah Muhammad bin Abdullah, manusia pilihan yang Allah utus untuk membawa cahaya di tengah pekatnya kegelapan. Dari ucapannya, kita belajar hikmah. Dari tindakannya, kita mengenal cinta sejati. Dari perjuangannya, kita paham arti pengorbanan. Dan dari kehidupannya, kita belajar bagaimana menjadi hamba Allah yang sesungguhnya.
Rasulullah saw. dan Cinta yang Tak Pernah Usai
Rasulullah saw. bukan hanya mencintai para sahabatnya. Beliau mencintai kita, umat yang belum pernah beliau lihat, namun selalu beliau sebut dalam doa dan kerinduan. Dalam setiap napas perjuangan beliau, ada rindu dan cinta untuk kita yang hidup berabad-abad setelahnya.
Ketika beliau dilempari batu di Thaif hingga berdarah, yang keluar dari lisannya bukan keluh kesah atau amarah. Justru doa: “Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku, karena mereka tidak mengetahui.”
Dan ketika umatnya kelak disebut dalam hadis, beliau berkata dengan suara lembut penuh kasih, “Aku rindu kepada saudara-saudaraku.” Para sahabat terkejut, “Bukankah kami ini saudaramu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Kalian sahabatku. Adapun saudara-saudaraku adalah mereka yang beriman kepadaku, padahal mereka belum pernah melihatku.”
Masya Allah,
Cinta seperti apa yang lebih agung dari ini? Beliau tidak hanya memikirkan sahabat di masa itu, tetapi juga kita yang lahir jauh setelah beliau wafat. Kita yang hidup di zaman penuh fitnah, tetapi tetap berjuang untuk mencintainya, mengikuti sunnahnya, dan memperjuangkan risalahnya.
Cinta yang Membekas hingga Detik Akhir Kehidupan
Ketika ajal menjemput, Rasulullah saw. terbaring lemah di pangkuan Aisyah radhiyallahu ‘anha. Napas beliau terengah, tubuhnya terasa berat. Dalam kondisi itu, yang beliau pikirkan bukan dirinya, bukan keluarganya, tetapi umatnya. “Ummatii... ummatii...” (Umatku, umatku).
Sungguh, air mata ini tak sanggup menahan derasnya setiap kali membayangkan kalimat itu. Di detik-detik terakhir hidupnya, beliau masih mengkhawatirkan kita. Betapa besar kasih beliau. Betapa dalam cinta yang tertanam dalam hatinya.
Aisyah berkata, sebelum wafat Rasulullah saw. berdoa: “Ya Allah, ampuni umatku. Ya Allah, rahmati umatku.”
Adakah hamba sebaik beliau? Tidak ada dan tidak akan pernah ada.
Beliau adalah prototipe hamba Allah yang paling sempurna.
Allah Swt. memilihnya, membersihkannya, dan mendidiknya langsung dalam madrasah langit. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS. Al-Ahzab ayat 21 yang artinya:
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”
Meneladani Rasulullah dalam Setiap Aspek Kehidupan
Meneladani Rasulullah Saw. bukan hanya dengan meniru cara beliau berbicara atau berakhlak lembut semata. Keteladanan beliau adalah kompas kehidupan yang meliputi seluruh bidang: ibadah, dakwah, muamalah, ekonomi, politik, hingga pendidikan.
Beliau berdagang dengan jujur dan amanah. Itulah teladan ekonomi Islam, bebas dari riba, penipuan, dan ketamakan.
Beliau memimpin dengan adil dan penuh kasih, menata umat berdasarkan syariat. Itulah politik Islam, bukan perebutan kekuasaan, melainkan amanah untuk menegakkan keadilan dan kemaslahatan.
Beliau mendidik umat dengan wahyu, bukan sekadar logika manusia. Itulah pendidikan Islam, membentuk manusia bertakwa dan berkepribadian Islam, bukan sekadar cerdas duniawi.
Beliau berkeluarga dengan kasih, menjadikan rumah tangga tempat bertumbuhnya iman. Itulah keluarga Islam, dibangun di atas mawaddah, rahmah, dan ketaatan kepada Allah.
Semua aspek kehidupan Rasulullah adalah cerminan kesempurnaan sistem Islam yang Allah Swt. turunkan. Jika kita benar mencintainya, bukti cinta itu bukan hanya pada lisan, tetapi juga dengan meneladani dan memperjuangkan apa yang beliau perjuangkan.
Rindu yang Harus Kita Buktikan
Rasulullah Saw. telah menunjukkan cinta dan rindu yang tak terhingga kepada kita. Maka, apa balasan kita?
Apakah cukup dengan bershalawat tanpa meneladani perjuangannya?
Apakah cukup dengan meneteskan air mata rindu tanpa berjuang menegakkan risalahnya?
Cinta sejati butuh pembuktian. Bukti cinta kepada Rasulullah Saw. adalah ketaatan kepada Allah, komitmen pada syariat-Nya, dan kesungguhan meneladani seluruh ajarannya.
Mari kita hidupkan kembali nilai-nilai Islam dalam diri, keluarga, masyarakat, dan negeri ini.
Mari menjadikan Rasulullah Saw. bukan sekadar sosok sejarah, tetapi ruh yang menggerakkan langkah setiap hari.
Mari jadikan cinta kepada beliau sebagai energi dakwah yang menembus batas waktu dan ruang.
Wahai Rasulullah saw.,
Kami rindu padamu.
Rindu pada senyum lembutmu, pada tutur bijakmu, pada tangan yang penuh kasih menuntun kami menuju Allah.
Kami rindu pada setiap kisah perjuanganmu, pada sujud panjangmu di malam-malam sunyi, pada doa yang tak pernah berhenti memohonkan ampun bagi kami yang penuh dosa.
Ya Allah, sampaikan salam dan cinta kami kepada Rasul-Mu tercinta.
Jadikan kami umat yang benar-benar mengikuti jalan beliau.
Kuatkan kami untuk memperjuangkan Islam sebagaimana beliau menegakkannya.
Izinkan kami bertemu dengannya di telaga Al-Kautsar kelak, dalam keadaan tersenyum karena cinta yang telah terbukti dengan amal.
Inilah rindu yang tak pernah padam,
Cinta yang lahir dari iman dan berbuah pada perjuangan.
Sebab meneladani Rasulullah saw. bukan sekadar mengenang, tetapi melanjutkan risalahnya: menyebarkan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Semoga tulisan ini menjadi pengingat bagi hati yang rindu, penggerak bagi jiwa yang lelah, dan lentera bagi langkah yang ingin kembali menapaki jalan cinta Rasulullah saw.
“Ya Allah, hidupkan kami dengan sunnah Nabi-Mu, dan wafatkan kami di atas risalah yang beliau perjuangkan.”
Aamiin ya Rabbal ‘alamin. Wallahu a‘lam bishshawab.
[ry]
Baca juga:
 
0 Comments: