Headlines
Loading...
Krisis Tenaga Kerja dan Solusi Islam

Krisis Tenaga Kerja dan Solusi Islam

Oleh. Ida Yani
(Kontributor SSCQmedia.com)

SSCQmedia.com — Saat ini, dunia sedang berada di bawah ancaman besar pada sektor ketenagakerjaan. Beberapa negara besar melaporkan jumlah pengangguran yang meningkat tajam. Kondisi demikian menggambarkan perekonomian global yang lemah, tidak mampu bertahan dari hempasan inflasi. Pertumbuhan makin melambat hingga berdampak pada kestabilan politik. Daya beli masyarakat yang menurun berimbas pada kelangsungan sosial dan politik. Saat lowongan pekerjaan makin sempit, dampaknya tidak hanya mengguncang satu atau dua negara saja, tetapi bisa meluas ke berbagai belahan dunia (CNBC Indonesia, 30/08/25).

Negara-negara seperti Cina, Inggris, Prancis, dan Amerika Serikat turut mengalami hal ini. Bahkan di Cina, demi melepas predikat pengangguran, sebagian kaum muda rela mengeluarkan biaya. Mereka merogoh kantong 30–50 yuan per hari, atau sekitar Rp68.000–Rp113.000. Dengan membayar biaya tersebut, mereka bisa merasakan seolah-olah menjadi pegawai kantor, lengkap dengan layanan makan siang, perangkat kantor, hingga Wi-Fi gratis (Oddity Central, 08/06/25).

Sementara itu, di Indonesia, menurut Badan Pusat Statistik per Februari 2025 (dirilis Senin, 05/05/25), tingkat pengangguran tercatat 4,76 persen, turun 0,06 persen dibanding tahun sebelumnya. Namun demikian, Indonesia tetap memiliki angka pengangguran tertinggi di Asia Tenggara (Tempo.com, 05/05/25).

Krisis tenaga kerja global ini menjadi bukti ketidakmampuan sistem yang saat ini diemban untuk memberikan kemaslahatan. PHK terjadi di mana-mana, lapangan kerja tidak memadai, dan daya beli masyarakat makin menurun.

Tingginya angka pengangguran di Indonesia juga dipicu oleh terpusatnya modal. Kesenjangan sosial begitu mencolok. Lembaga riset Celios pada 2024 merilis data jumlah kekayaan segelintir konglomerat. Harta 50 orang terkaya negeri ini setara dengan harta yang dimiliki 50 juta rakyat Indonesia (Celios.co.id, 10/09/24). Sementara itu, pemerintah justru menyerahkan tugas penyediaan lapangan kerja kepada pihak swasta.

Job fair yang digelar pun tidak menjadi solusi bagi panjangnya daftar pengangguran. Perekonomian yang terus melemah memicu PHK meningkat. Lulusan SMK dan vokasi yang digadang-gadang sebagai tenaga siap kerja justru menambah panjang antrean pencari kerja yang terlantar.

Perjalanan panjang ini akan semakin pelik jika tetap menggunakan sistem yang telah membawa dunia ke dalam kegelapan. Pengangguran, kesenjangan, dan krisis ekonomi akan selalu berulang selama kapitalisme menjadi sistem yang hanya berpihak pada oligarki.

Untuk menuju dunia yang lebih baik, kita perlu belajar dari sejarah gemilang, yakni dunia yang diatur dengan aturan Allah Swt. melalui Al-Qur’an. Sistem ekonomi Islam memiliki aturan universal yang adil, tidak berpihak pada segelintir elit semata.

Dalam sistem Islam, distribusi harta diatur agar tersebar merata. Kesenjangan akan teratasi dengan hukum syariah. Sistem moneter menggunakan dinar yang tahan krisis. Daulah Islam dipimpin seorang khalifah yang amanah, yang selalu memikirkan kesejahteraan rakyatnya. Pemerintah akan mengkaji keseimbangan antara pencari kerja dan lapangan kerja yang tersedia, memberi modal tanpa riba bagi yang berbakat usaha, hingga menghibahkan lahan mati kepada petani.

Kurikulum pendidikan pun tidak sekadar diarahkan untuk memenuhi kebutuhan industri. Sistem pendidikan Islam selaras dengan potensi individu, melahirkan SDM berkualitas, tangguh, dan mampu bersaing di era teknologi.

Dengan kesempurnaan aturan yang bersumber dari wahyu Allah Swt., sistem Islam terbukti tangguh dan tak diragukan lagi keadilannya. Allahu Akbar! [MA]

Baca juga:

0 Comments: