Beras Mahal Saat Panen Raya, Apa yang Salah?
Oleh. Nurul Lailiya
(Aktivis Muslimah)
SSCQMedia.Com — Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Hal itu memungkinkan rakyat membeli beras dengan harga terjangkau.
Dilansir Tirto.id (4/9/2025), produksi beras hingga Oktober 2025 mencapai 31,04 juta ton. Jumlah ini surplus 3,7 juta ton dibanding periode 2024 yang hanya 28 juta ton. Namun, meski persediaan beras tahun ini lebih banyak daripada tahun lalu, harga jualnya masih tinggi di berbagai daerah.
Oleh karena itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian meminta Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan Badan Pangan Nasional (Bapanas) fokus menstabilkan harga beras di 214 kabupaten/kota (Kumparan Bisnis, 2/9/2025).
Instrumen Pemerintah
Saat ini, instrumen pemerintah untuk menurunkan harga beras adalah dengan membanjiri pasar menggunakan beras SPHP (Program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) serta bansos beras 10 kilogram. Pemerintah menilai langkah tersebut sudah efektif menekan harga beras. Akan tetapi, masyarakat justru enggan membeli beras SPHP karena kualitasnya rendah.
Hal ini membuktikan bahwa swasembada beras tidak selalu menjamin rakyat bisa membelinya dengan harga terjangkau. Sebab, kebijakan harga justru diberikan kepada oligarki. Selain itu, proses distribusi yang panjang membuat harga beras sampai ke konsumen menjadi mahal meski dari petani murah.
Inilah lemahnya kapitalisme. Negara tidak berperan dalam menjaga stok dan kestabilan harga pangan. Pengadaan beras SPHP dan bansos tetap tidak menyentuh akar masalah.
Solusi Islam
Negara Islam (khilafah) yang menjalankan kehidupan bernegara berdasarkan Al-Qur’an dan hadis menempatkan kepala negara (imam/khalifah) sebagai ra‘in, yang berkewajiban memastikan ketersediaan pangan di masyarakat dengan harga terjangkau hingga ke tangan konsumen. Khalifah juga membenahi jalur distribusi beras dari hulu hingga hilir. Ia memastikan tidak ada praktik haram dan merusak distribusi, seperti oligopoli.
Khilafah tidak hanya fokus pada penjualan beras, tetapi juga menjalankan solusi sistemis mulai dari produksi, penggilingan, hingga distribusi ke konsumen. Negara bahkan memberikan beras gratis kepada masyarakat miskin melalui anggaran baitulmal. Dengan mekanisme ini, mudah bagi khilafah untuk mewujudkan swasembada beras dengan harga terjangkau.
Islam tidak membenarkan pemerintah mengarahkan masyarakat berkemampuan lemah membeli beras murah yang tidak layak konsumsi. Sebaliknya, Islam menjamin seluruh bahan makanan yang beredar di masyarakat harus halal, sehat, dan layak konsumsi sehingga memberi manfaat maksimal bagi kesehatan umat.
Allah Swt. berfirman dalam QS An-Nisa’ ayat 9:
"Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar."
Ayat tersebut menunjukkan bahwa menyediakan bahan pangan yang layak konsumsi, mudah didapat, dan harganya terjangkau adalah tanggung jawab besar.
Aturan yang bersumber dari wahyu Allah Swt. dan sunnah Rasul saw. selalu memberikan solusi yang menjunjung tinggi kemuliaan manusia. Tidakkah kita ingin menerapkannya? [My]
Baca juga:

0 Comments: