Tawuran, Potret Rusaknya Pendidikan Sekuler
Oleh. Kurrotul Aini
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com — Aksi tawuran antara dua kelompok pecah di kawasan Embong Malang, Surabaya, Minggu (24/8) dini hari. Tawuran berlangsung sejak pukul 02.00 WIB dan membuat suasana sekitar mencekam. Dalam aksi brutal itu, sejumlah pelaku terlihat membawa senjata tajam. Meski begitu, hingga saat ini belum dapat dipastikan adanya korban luka akibat bentrokan tersebut. Situasi di lokasi mencekam hingga puluhan polisi berjaga, dan Jalan Embong Malang sempat ditutup (Detik.com, 24/82025).
Fenomena tawuran seolah sudah dianggap biasa di negeri ini, khususnya di kalangan pemuda dan pelajar. Fenomena ini lahir dari beberapa faktor. Pertama, lemahnya kontrol diri dan krisis identitas yang membuat generasi muda jauh dari Islam, padahal hanya Islam yang mampu membentuk kepribadian mulia dengan standar benar-salah berdasarkan syariat, bukan hawa nafsu. Namun, sistem sekuler yang diterapkan di negeri ini justru menumbuhkan pola pikir materialistis dan gaya hidup liberal. Akibatnya, generasi hidup tanpa misi dan visi mulia, hanya mengejar kesenangan dunia, bahkan melampiaskan emosi lewat tawuran.
, lemahnya peran keluarga. Ibu yang semestinya mendidik anak dengan nilai Islam banyak yang terpaksa mencari nafkah akibat kemiskinan, yang merupakan buah dari sistem ekonomi kapitalisme. Selain itu, tidak sedikit orang tua yang abai terhadap tanggung jawab mendidik anak-anaknya.
Ketiga, negara tidak serius dalam membina generasi. Sistem pendidikan sekuler yang diterapkan justru merusak pemikiran generasi dan menjauhkan mereka dari agama.
Berbeda dengan Islam yang memandang pemuda sebagai aset penting peradaban. Dalam sejarah, sangat jelas bagaimana sistem Islam mempersiapkan generasi muda menjadi tulang punggung kebangkitan umat. Ali bin Abi Thalib ra. sejak remaja berani membela dakwah Rasulullah saw. Mus’ab bin Umair dipercaya Rasulullah menjadi duta pertama dakwah Islam di Madinah ketika masih muda. Semua ini menunjukkan bagaimana Islam mampu mencetak generasi yang tangguh, berani, dan penuh ketakwaan.
Sementara itu, keluarga diposisikan sebagai madrasah pertama, tempat seorang ibu menanamkan akidah Islam sejak dini agar anak tumbuh dengan kesadaran bahwa hidupnya hanya boleh diatur oleh Islam.
Sistem pendidikan Islam yang diterapkan Khilafah pun tidak bertujuan semata-mata mencetak generasi menjadi tenaga kerja, melainkan membentuk pribadi berakhlak mulia yang menguasai tsaqafah Islam sekaligus ilmu kehidupan. Dengan kurikulum Islam, potensi anak akan diarahkan untuk digunakan dalam kebaikan, di antaranya berdakwah, berkarya, berilmu, dan membangun peradaban.
Selama sistem Kapitalisme yang batil ini tetap diterapkan dan dipertahankan, krisis pemuda akan terus berulang. Sebaliknya, hanya dengan penerapan syariat Islam secara kafah dalam naungan Khilafah, generasi muda bisa diselamatkan, diarahkan pada produktivitas, dan dipersiapkan menjadi pembangun peradaban mulia.
Wallahu a’lam. [ry]
Baca juga:
0 Comments: