Polusi Udara Mengkhawatirkan, Islam Mampu Menyelesaikan
Oleh: Ummu Anjaly, S.K.M.
(Pemerhati Lingkungan dan Kesehatan Publik)
SSCQMedia.Com—Polusi udara kian mengkhawatirkan di Indonesia. Data IQAir mencatat, periode 2018–2024 menempatkan Indonesia di urutan ke-15 negara paling berpolusi berdasarkan konsentrasi rata-rata tahunan PM2,5. Per 2 Agustus 2025, Bandung tercatat sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di Indonesia dengan Air Quality Index (AQI) 172—kategori tidak sehat. (Kompas.com, 14/3/2025).
Kota besar lain juga menunjukkan kondisi serupa. Tangerang Selatan, Depok, Bekasi, Jakarta, Tangerang, Denpasar, Badung, Jambi, dan Surabaya masuk dalam 10 besar wilayah dengan kualitas udara terburuk.
Dampak Kesehatan dan Kerugian Ekonomi
Polusi udara memberi dampak serius bagi kesehatan. Paparan jangka pendek dapat memicu iritasi mata, hidung, dan tenggorokan, serta memperparah penyakit seperti asma dan bronkitis. Dalam jangka panjang, risiko stroke, penyakit jantung, kanker paru-paru, dan kematian dini meningkat.
Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, Rasio Ridho Sani, mengungkapkan kerugian akibat polusi udara mencapai Rp45 triliun per tahun, setara 22% PDB Jakarta. Biaya kesehatan untuk penyakit pernapasan saja menembus Rp13 triliun. Selain itu, daya saing dan reputasi kota besar di Indonesia menurun di mata dunia. (cnbcindonesia.com, 30/7/2025)
Penyebab utama polusi di Jabodetabek berasal dari transportasi, yang menyumbang 32–37% emisi di musim hujan dan lebih dari 50% di musim kemarau. Sementara itu, industri, termasuk pembangkit listrik tenaga uap, berkontribusi sekitar 14%.
Kapitalisme Penyebabnya
Kondisi ini tidak terlepas dari sistem kapitalisme yang menjadikan alam sebagai komoditas untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Prinsip kebebasan kepemilikan membuat negara memberi ruang lebar bagi investasi, meskipun merusak lingkungan.
Kebijakan publik sering berpihak pada kepentingan korporasi, bukan rakyat. Kendaraan bermotor dan industri dibiarkan terus mengeluarkan emisi. Penyediaan transportasi publik ramah lingkungan belum menjadi prioritas—jumlahnya terbatas, konektivitas antarmoda buruk, sehingga masyarakat bergantung pada kendaraan pribadi.
Selain itu, perubahan aturan melalui Perppu Cipta Kerja menghapus kewajiban Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) sebelum izin operasi, membatasi partisipasi publik, dan melemahkan sanksi terhadap pencemar udara.
Korporasi pencemar hanya terancam pidana maksimal dua tahun atau denda Rp200 juta, sedangkan aktivis lingkungan yang melakukan protes justru berisiko dikriminalisasi.
Upaya pemerintah seperti modifikasi cuaca, uji emisi, pembagian jam kerja, dan dorongan kendaraan listrik bersifat sementara. Akar masalah—yakni sistem ekonomi yang eksploitatif—tetap tak tersentuh.
Islam Mengelola Alam sebagai Amanah
Berbeda dengan kapitalisme, Islam memandang alam sebagai amanah dari Allah yang wajib dijaga. Al-Qur’an melarang perusakan bumi (QS Al-A’raf: 56, Al-Baqarah: 205, Ar-Rum: 41). Rasulullah saw. juga mendorong pelestarian lingkungan, salah satunya melalui penanaman pohon.
Dalam sistem Khilafah, negara berperan sebagai pengurus rakyat (raa’in) dan pelindung (junnah) dari kerusakan alam. Sumber daya alam strategis seperti air, hutan, tambang, dan energi dikelola negara demi kemaslahatan bersama, bukan diserahkan kepada swasta atau asing.
Industri swasta hanya diperbolehkan pada sektor di luar kepemilikan umum dan wajib memenuhi standar lingkungan yang ketat. Negara akan mengawasi langsung dan memberi sanksi tegas bagi pelanggar.
Untuk menekan polusi dari transportasi, Khilafah akan menyediakan transportasi publik yang murah atau gratis, berkualitas, terintegrasi, dan ramah lingkungan sehingga masyarakat tidak bergantung pada kendaraan pribadi. Pengembangan kendaraan listrik pun dilakukan secara hati-hati, memastikan seluruh rantai industrinya ramah lingkungan.
Khilafah juga akan menggalakkan penanaman pohon di berbagai wilayah untuk menyerap karbon, menjalankan proyek lingkungan secara mandiri, dan menolak skema perdagangan karbon yang sering dijadikan cara negara maju “membeli hak” mencemari udara.
Penutup
Polusi udara di Indonesia adalah krisis nyata yang mengancam kesehatan, ekonomi, dan kelestarian lingkungan. Selama kapitalisme masih menjadi sistem, kerusakan akan berlanjut karena orientasinya pada keuntungan. Islam menawarkan solusi menyeluruh—mengelola sumber daya dengan amanah, mengawasi industri secara ketat, menyediakan transportasi publik layak, dan menjaga alam dengan prinsip syariat.
Wallahu a’lam bishshawab. [Rn]
Baca juga:
0 Comments: