Headlines
Loading...
Perdagangan Bayi dan Gagalnya Negara Melindungi Generasi

Perdagangan Bayi dan Gagalnya Negara Melindungi Generasi

Oleh. Ka Yan

(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com — Miris! Kasus perdagangan bayi kian marak terjadi. Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Barat membongkar sindikat perdagangan bayi internasional. Sebanyak 24 bayi berhasil dijual ke Singapura dengan kisaran harga Rp11 juta hingga Rp16 juta, tergantung kondisi dan permintaan (BeritaSatu.com, 15/7/2025).

Bayi-bayi yang diperdagangkan sindikat ini rata-rata masih berusia dua hingga tiga bulan dan berasal dari berbagai wilayah di Jawa Barat. Adapun modus para pelaku sangat terencana. Beberapa bayi bahkan sudah “dipesan” sejak dalam kandungan. Biaya proses persalinan ditanggung oleh calon pembeli, lalu bayi langsung diambil setelah lahir.

Lebih miris lagi, ditemukan keterlibatan pegawai Dukcapil dalam sindikasi perdagangan bayi di Bandung, Jawa Barat, terkait dengan pemalsuan dokumen (MediaIndonesia, 18/7/2025).

Tentu, ini hanya salah satu dari sekian banyak kasus perdagangan bayi yang terungkap. Masih banyak jaringan sindikat perdagangan bayi di berbagai wilayah yang belum diketahui dan jumlahnya tidak sedikit.

Berulangnya kasus jual beli bayi menunjukkan adanya problem sistemis. Kasus ini melibatkan banyak faktor, di antaranya persoalan ekonomi atau kemiskinan yang membelenggu perempuan, maraknya seks bebas, tumpulnya hati nurani, serta pergeseran nilai kehidupan. Hal ini juga merupakan akibat lemahnya penegakan hukum dan kelalaian negara dalam memenuhi kebutuhan rakyat.

Kemiskinan rentan memunculkan kejahatan, termasuk yang melibatkan perempuan dalam sindikat perdagangan. Di Indonesia, kemiskinan bertemu dengan ekosistem tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang kuat, menjadikan perempuan terjebak dalam pusaran kejahatan dan mencerabut sisi kemanusiaannya, terutama sebagai seorang ibu. Dampaknya, anak kehilangan perlindungan bahkan sejak dalam kandungan.

Keberadaan sindikat perdagangan bayi berskala internasional yang diduga terkait TPPO merupakan konsekuensi dari kegagalan sistem pembangunan ekonomi kapitalis dan politik demokrasi. Kehidupan yang diatur sistem sekuler kapitalistik di berbagai aspek menjadikan orientasi terhadap materi dan kekayaan sebagai prioritas utama, hingga mematikan nurani seorang ibu yang seharusnya menjadi pilar dalam membina keluarga.

Beginilah sistem sekuler kapitalisme mencengkeram negeri ini. Agama dipinggirkan dari kehidupan, sehingga tindak kejahatan marak seolah tanpa kendali, termasuk perdagangan anak, bahkan dilakukan oleh orang tuanya sendiri. Parahnya, ada pegawai pemerintahan yang seharusnya menjadi penjaga dan pelindung masyarakat, malah ikut terlibat dalam kejahatan tersebut.

Keberadaan sindikat perdagangan bayi membuat praktik jual beli bayi sulit diberantas. Aparat penegak hukum atau negara seolah kalah menghadapi sindikat yang hanya mengejar keuntungan materi. Hal ini membutuhkan kesungguhan negara untuk menyelesaikan akar masalah dan menegakkan sistem sanksi yang tegas.

Demikianlah, ketika aturan Allah tidak dijalankan, yang terjadi adalah hilangnya fitrah manusia dan lenyapnya akal sehat. Anak-anak yang tidak berdosa diperlakukan seperti barang demi mendapatkan keuntungan. Padahal, perbuatan ini dengan sangat jelas dilarang Islam. Siapa pun pelakunya akan ditindak tegas, terlebih lagi jika dilakukan dalam jaringan sindikat.

Islam memandang anak sebagai aset bangsa yang strategis karena merupakan generasi penerus untuk mewujudkan dan menjaga peradaban Islam yang mulia. Bagi orang tua, anak adalah amanah berharga yang harus dilindungi dengan penuh tanggung jawab. Islam juga memiliki berbagai mekanisme untuk menjaga anak sejak dalam kandungan, termasuk menjaga nasabnya.

Negara dalam Islam menjamin kesejahteraan dan memenuhi semua kebutuhan pokok individu dengan baik, sehingga rakyat tidak tergoda mencari harta dengan cara haram. Sistem pendidikan berbasis akidah akan menjadikan setiap individu bertanggung jawab melindungi anak-anak, termasuk orang tua, masyarakat, dan aparat negara. Dengan sistem sanksi yang tegas dan menjerakan, kejahatan seperti ini tidak akan terulang kembali. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: