Pendidikan Menjadi Komoditas dalam Kapitalisme
Oleh. Hidayah
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com — Presiden Prabowo menegaskan bahwa pendidikan merupakan fondasi utama kebangkitan bangsa—sebuah harapan yang semestinya menjadi perhatian serius bagi seluruh pemerintah daerah. Namun, realitas di lapangan menunjukkan hal sebaliknya. Di Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara, banyak sekolah yang kondisinya jauh dari layak. Salah satu contohnya adalah SD Negeri Togasa di Kecamatan Galela Utara yang mengalami kekurangan fasilitas mendasar, seperti meja, kursi, dan lantai kelas yang rusak, sehingga menjadikan suasana belajar tidak nyaman dan tidak kondusif (malukuutara.disway.id, 18/05/2025).
Situasi serupa terjadi di Kabupaten Pandeglang, Banten, di mana sekitar 30% sekolah dikategorikan rusak. Di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, atap SD Negeri 2 Sumur ambruk menimpa tiga ruang kelas akibat kayu penyangga yang lapuk dimakan rayap. Proses belajar pun terpaksa dipindahkan ke ruang perpustakaan, mushala, bahkan rumah warga (kompas.com, 14/08/2025).
Lebih memprihatinkan lagi, di tengah banyaknya ruang kelas rusak dilaporkan bahwa sebanyak 193 di antaranya justru terjadi praktik korupsi terhadap dana rehabilitasi sekolah. Di Semarang, proyek pengadaan meja dan kursi senilai Rp20 miliar diduga dikorupsi oleh wali kota. Fakta ini menunjukkan kegagalan negara dalam menjamin hak dasar pendidikan yang layak bagi warganya (goodstats.id, 05/07/2025).
Kondisi ini diperburuk oleh sistem kapitalisme liberal yang melemahkan ekonomi dan membuat anggaran pendidikan minim. Ditambah lagi, birokrasi buruk akibat otonomi daerah menyebabkan pengelolaan pendidikan tidak merata dan sering diabaikan. Jika terus dibiarkan, hal ini akan menciptakan ketimpangan akses pendidikan dan menghambat kemajuan generasi bangsa. Diperlukan perombakan menyeluruh agar pendidikan benar-benar menjadi prioritas.
Dalam sistem kapitalisme, negara cenderung mengambil peran minimal dalam urusan pendidikan, seolah-olah melepaskan tanggung jawabnya sebagai penyedia utama layanan publik. Pendidikan diserahkan kepada mekanisme pasar dan pihak swasta yang menjadikannya komoditas. Akibatnya, muncul berbagai persoalan mendasar yang tidak tertangani secara serius, mulai dari banyaknya sekolah rusak, ketimpangan akses, hingga kualitas pendidikan yang tidak merata.
Ketika swasta mendominasi, orientasi pendidikan bergeser pada keuntungan, bukan pada pengembangan karakter dan potensi peserta didik. Lebih jauh lagi, sistem ini membuka celah besar bagi praktik korupsi. Birokrasi pun menjadi tidak efektif, kerap diwarnai kepentingan politik dan ekonomi yang mengabaikan esensi pendidikan itu sendiri. Sistem ini juga jauh dari nilai ruhiyah yang seharusnya menjadi dasar dalam membangun manusia yang berakhlak dan bertanggung jawab. Ketika pendidikan dikelola tanpa landasan iman dan tanpa keberpihakan kepada rakyat kecil, maka negara sedang menciptakan jurang ketimpangan yang makin dalam, sekaligus melemahkan fondasi masa depan bangsanya.
Inkonsistensi kebijakan pendidikan saat ini mencerminkan kegagalan sistem kapitalis dalam merancang arah pendidikan yang jelas. Peta jalan pendidikan yang diluncurkan belum mampu memberikan panduan utuh tentang bagaimana sistem pendidikan seharusnya berjalan. Padahal, peta jalan ideal seharusnya menyajikan visi dan arah yang kokoh untuk mencapai tujuan pendidikan. Tanpa perubahan paradigma yang benar, kebijakan hanya menjadi formalitas belaka. Pendidikan membutuhkan sistem yang terjaga dan berpijak pada nilai-nilai Islam, sebagaimana dicontohkan Rasulullah saw. dalam peradaban Islam.
Berbeda dengan sistem kapitalisme yang menyerahkan urusan pendidikan kepada swasta dan cenderung abai terhadap tanggung jawab negara, sistem Khil4fah Islam justru menjamin sepenuhnya kebutuhan pendidikan rakyat.
Dalam Khil4fah, pendidikan merupakan hak dasar yang wajib disediakan oleh negara tanpa dipungut biaya, termasuk menyediakan gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, jalan akses menuju sekolah, hingga sarana transportasi bagi siswa. Seluruh pembiayaan ini diambil dari Baitulmal atau lembaga keuangan negara Islam, terutama dari pos kepemilikan umum serta sumber fai dan kharaj yang dikelola negara untuk kemaslahatan umat. Dengan sistem ini, negara tidak hanya aktif hadir sebagai pelayan urusan rakyat, tetapi juga menjamin pemerataan dan kualitas pendidikan bagi semua lapisan masyarakat. [MA]
Baca juga:
0 Comments: